
Tentang Menunggu
Di manakah waktu
Selain menunggu sebagai isyarat setia di wajahmu
Mungkinkah engkau yang menangis di pojok waktu senja tadi
Hujan debur sepi menghujam luka-luka basah semakin nyeri
Bukan hanya riuh gemuruh angin memadamkan tubuhmu gigil dalam penantian
Suara-suara malam yang berbeda telah membicarakan hal yang sama tentang serdadu rindu memenjarakan asa dalam perjumpaan
Di manakah ruang untuk ku simpan pengharapan panjang
Menunggu sambil susuri jalan meringkas waktu hingga hujan bersahutan
Lalu kita sama basah dengan kenangan
Siapakah dia sanggup kuyub dengan pengkhianatan
Bila seseorang tak lagi datang menjumpai kerinduan
Di manakah waktu
Seperti menunggu hanya sebagai alasan kesetiaan
Dari para perindu
Jombang, 2016
Aku Lupa, Ayah Pernah Ada
Aku lupa menulis riwayat tentang ayah
Waktu telah membinasakan sebuah kerinduan yang karat di dada
Tangis, doa, dan kenangan hanyalah soal hidup yang berhenti
Atau memulai dengan sesuatu yang lebih tidak pasti
Aku lupa
Rumah – rumah telah diisi manusia baru
Kau hilang di antara genangan canda yang membara
Melilit tangis ibu pada anak-anak yang berlumur dosa
Aku lupa
Ayah pernah ada dan pulang membawa ribuan asa
Tentang sebuah kemenangan dan ketenangan yang akan ku bawa pulang
Dan memahami takdir Tuhan soal kematian
Aku telah lama lupa, tentang Ayah dan jutaan doa yang pernah diminta bersama
Malang 2016
Sisa Purnama Semalam
Adalah hujan yang turun pelan-pelan
Di pundakmu
Pada pundakku
Cerita merayu manja soal rindu
Malang, 2016
Gelombang Persaksian
Doa terlantar di lorong-lorong pendusta
Tuhan di pasung janji berpesta
Didih darahtak bersuara
Siapa yang singgah lalu pulang di kemakamkan?
Ditusuknya rumah keadilan
Neon-neon bergelantungan
Roh-roh gentayangan
Siapa yang mati tanpa sebuah persaksian?
Kebiadaban telah suka-rela
Melepas kesucian hidup bertahta
Rupa-rupanya mereka telah bersuara
Siapakah yang bisa mendengar lalu menolong ia dari neraka?
Tuhan,
Manusia telah berlomba menandingi kuasaMu
Menjerit aku seperti babu
Diam terkutuk – mati terpuruk
Aku bertanya
Tanpa ada menjawabnya
Berkali-kali
Dalam hidup penuh jani-janji
Malang, 2016
MANTRA PENGANTIN NESTAPA
Sudah hilang bau melati malam Jumat kliwon
Hinggap kelelawar di atas genteng gubuk tua
Harmonisasi cinta dimulai dengan doa-doa
Menjadi sejarah, diikat sepuluh dua puluh cinta
Lenyap bau tubuhmu dalam sesegukan napas
Rekap dekap takutku pada malam seribu malam
Cinta tumpah pada sesajen sumpah serapah
Kau menjanjikan surga, aku merelakan raga
Aku ingin terlelap malam ini saja
Singkirkan doa, lupakan cinta berkalung mantra
Rumah kita masih basah dari doa-doa dan rayuan semesta
Kita hanyalah sepasang manusia yang terpaksa merelakan usia
Aku ingin lelap malam ini saja
Dipeluk purnama dan sejuk semampai dingin Madura
Sumenep, 2016
*Penulis antologi Menghitung Gerimis, Hujan Terakhir, Hujan & Senja Tanah Rantau. Asal Sumenep, Madura.
Publisher : Munawara, MS