Oleh: Maidatus Sa’diyah*

Pendidikan karakter ini amat sangat penting pada pembentukan diri seorang anak karena dalam fase ini anak cenderung peka terhadap hal apapun, dan jika pendidikan karakter ini tidak diberikan sejak dini maka jelas akan terlihat sedikit perbedaan antara anak yang diberikan pendidikan dan anak yang kurang diberikan wawasan maupun pendidikan oleh orang tuanya.

Namun, tanpa internalisasi, pendidikan karakter hanya akan mandek dalam tataran teori saja. Perlu adanya metode yang dapat menjadi Langkah untuk mengaplikasikan pendidikan karakter. Beberapa proses dalam penerapan pendidikan karakter, antara lain, pertama, teladan [contoh yang baik]. Tugas pertama dari orang tua kepada anak yaitu menjadi suri teladan, dengan kata lain mereka telah memberikan pendidikan akhlak yang baik.  Hal terpenting dalam membentuk kepribadian karakter anak ialah pendidikan akhlak yang diperoleh dari orangtua. Hal ini sesuai dengan hadits Rasulullah yang artinya,” Sesungguhnya Aku (Muhammad) diutus ke muka bumi ini untuk menyempurnakan akhlaq manusia (HR. Muslim). Maka sebagai umat Nabi Muhammad tentu saja, kita patut meneruskan tugas itu. Tugas profetik itu ada pada setiap umat Islam, yaitu memberikan contoh yang baik bagi sesama, terutama sesuai dengan amanat al-Quran, untuk menjaga diri dan keluarganya dahulu dari keburukan sebelum orang lain.

Kedua, tuntunan atau bimbingan. Orangtua hendaknya mampu meberikan bimbingan kepada anak seperti menunjukkan mana perilaku yang baik dan perilaku buruk supaya anak dapat mandiri dalam pemahaman diri. Hal ini juga dapat menggapai perkembangan yang optimal dan dapat menyesuaikan diri dikalangan lingkungan bermasyarakat. Memberikan tuntunan ini tentu saja berjenjang, tidak bisa serta merta. Misalkan, dimulai dari memberikan sugesti, penerapan praktik hal baik, lalu naik ke nasihat, dan koreksi.

Ketiga, adalah dorongan untuk melakukan hal baik. Orang tua tidak boleh menjebak anaknya dalam kubangan keburukan. Kondisi orang tua harus memposisikan anak agar dapat selalu dalam sirkel kebaikan. Betapapun orang tua tidak sebaik itu, tetapi sebisa mungkin untuk tidak kelaur dari pakem-pakem syariat dan akhlak Islam.

Majalah TebuirengIklan Tebuireng Online

Keempat, mengajak untuk tazkiyah (mensucikan). Apa yang disucikan? Tentu saja hati, dari penyakit-penyakitnya, seperti marah, dengki, iri, hasud, dll. Maka mafhum mukhalafahnya, orang tua tidak boleh mensugersti anak-anaknya untuk melakukan perbuatan-perbuatan yang bisa merusak dan mengotori hati. Terkhusus di hadapan anak, tidak boleh memaksa anak berada dalam posisi yang merusak kesucian hatinya. Hal ini sebagaimana Al-Qur’an surat Asy-Syams ayat 9-10 yang berbunyi:

قَدْ أَفْلَحَ مَنْ زَكَّاهَ(9)  وَقَدْ خَابَ مَنْ دَسَّاهَا (10)

Artinya: “sesungguhnya beruntunglah orang-orang yang membersihkan jiwa itu (9) dan sesungguhnya merugilah orang-orang yang mengotorinya(10)”. Ayat di atas juga di perkuat dengan beberapa hadits tentang keikhlasan dalam beramal dan keridha an terhadap Allah SWT.

Kelima, kelangsungan [Kontinuitas] , yaitu merupakan proses pembiasaan dalam belajar, bersikap, dan berbuat. Internalisasi pendidikan karakter harus dilakukan melalui pembiasaan karakter yang baik kepada anak secara terus menerus. Keenam, orang tua hendaknya selalu mengingatkan kepada anak bahwasanya mereka selalu di awasi oleh Allah SWT yang maha mengetahui apapun hal ini dapat mencegah anak untuk berperilaku dari hal-hal tercela. Ketujuh, repetition [pengulangan] pelajaran atau suatu nasehat yang harus dilakukan dengan cara diulang kembali tujuannya  agar si anak akan lebih mudah memahami apa yang dipelajar. Kedepalan, membentuk organisasi atau komunitas. Proses penanaman pendidikan karakter ini dapat meningkatkan berbagai kemampuan diri pada anak juga dapat meningkatkan kepercayaan diri, menambah wawasan dan berpengalaman. Anak harus diajarkan berinteraksi dengan orang lain, agar potensinya dapat digali lebih dalam dan luas. Kesembilan, heart (hati) yaitu metode terakhir dengan sentuhan hati, berupa kelembutan dan kasih sayang. Seperti dalam hadits yang memiliki arti “Bukanlah termasuk golongan kami, mereka yang tidak mengasihani anak-anak kecil kami dan tidak pula menghormati orangtua kami, serta tidak menyuruh yang ma’ruf dan melarang yang mungkar”. (HR. At-Tirmidzi)