Oleh: Almara Sukma*

Al-khuluuqu (budi pekerti) itu merupakan suatu ibarat tentang keadaan yang menetap dalam jiwa. Dari keadaan dalam jiwa muncul perbuatan-perbuatan dengan mudah, dengan tanpa memerlukan pemikiran dan penelitian. Maka apabila dari keadaan itu muncul perbuatan-perbuatan baik dan terpuji secara akal dan syara’, maka itu disebut budi pekerti yang baik.

Apabila perbuatan-perbuatan yang muncul dari keadaan itu buruk, maka keadaan yang menjadi tempat munculnya perbuatan-perbuatan itu disebut budi pekerti yang buruk.

Budi pekerti itu satu ibarat tentang keadaan jiwa dan bentuknya yang batin. Bagusnya bentuk lahir (fisik) secara mutlak itu tidak sempurna hanya dengan dua mata saja, tanpa hidung, mulut, dan pipi. Semua bisa sempurna jika bagian lain juga terlihat sempurna, yang menjadikan kebagusan lahiriyah. Maka demikian pula dalam bathiniyah itu ada empat rukun yang harus bagus semua sehingga sempurna bagusnya budi pekerti, yaitu:

  1. Kekuatan Ilmu

Adapun kekuatan ilmu, maka kebagusan dan kebaikannya itu terletak pada jadinya kekuatan ilmu itu. Dengan mudah dapat diketahui perbedaan antara yang jujur dan yang berdusta dalam perkataan, yang benar dan yang yang batil dalam beri’tiqad, dan di antara yang bagus dan buruk dalam perbuatan. Maka apabila kekuatan ini bagus, maka berhasillah buah hikmah dari padanya. Hikmah ini pokok dari budi pekerti yang baik.

Majalah TebuirengIklan Tebuireng Online
  1. Kekuatan Marah

Adapun kekuatan marah, maka kebagusan itu berada pada mampu mengekang dan melepaskannya menurut batas yang dibutuhkan oleh kebijaksanaan.

  1. Kekuatan Nafsu Syahwat

Demikian pula nafsu syahwat. Maka kebagusan dan kebaikannya  itu bila berada dibawah isyarat kebijaksanaan, yakni isyarat akal dan syara’.

  1. Kekuatan Keadilan (keseimbangan) di antara Ketiga Kekuatan Ini

Adapun kekuatan keadilan, maka itu batas nafsu syahwat dan marah di bawah akal dan syara’. Perumpamaannya akal itu seperti orang yang memberi nasihat yang menunjukkan jalan. Dan kekuatan keadilan itu suatu kekuasaan. Perumpamaannya seperti orang yang melaksanakan yang meneruskan isyarat akal. Dan kemarahan itu yang dilaksanakan isyarat kepadanya. Perumpamaanya seperti anjing buruan.

Anjing itu memerlukan pendidikan, sehingga lari dan berhentinya itu menurut isyarat. Tidak menurut kehebatan nafsunya sendiri. Nafsu syahwat itu perumpamaannya seperti kuda yang dinaiki untuk mencari buruan. Sekali waktu kuda itu terlatih dan terdidik. Dan sekali waktu kuda itu tidk patuh terhadap majikannya.

Barang siapa yang perkara ini sama dan lurus padanya, maka ia bagus budi pekertinya secara mutlak. Dan barang siapa yang padanya hanya lurus sebagian dan tidak lurus pada bagian lainnya, maka ia bagus budi pekertinya disandarkan pada makna yang demikian khususnya. Seperti orang yang bagus sebagian mukanya dan tidak bagus pada sebagian yang lain.

Kesempurnaan akhlak sebagai suatu keseluruhan tidak hanya bergantung kepada suatu aspek pribadi, akan tetapi terdapat empat kekuatan di dalam diri manusia yang menjadi unsur bagi terbentuknya akhlak baik dan buruk. Kekuatan-kekuatan itu ialah kekuatan ilmu, kekuatan nafsu syahwat, kekuatan amarah dan kekuatan keadilan diantara ketiga kekuatan ini yang telah disebutkan di atas.


Disadur dari kitab Ikhya’ Ulumuddin, Juz 3


*Mahasantri Ma’had Aly Hasyim Asy’ari