Oleh: Almara Sukma Prasintia*

Bulan rajab merupakan salah satu bulan yang memiliki banyak keistimewaan. Sejak zaman jahiliyah bulan Rajab sudah sangat dimuliakan, orang Arab pada zaman dahulu tidak berperang pada bulan Rajab.

Di bulan ini umat muslim dianjurkan untuk memperbanyak ibadah seperti memperbanyak membaca istighfar dan puasa sunnah. Puasa sunnah dibulan Rajab merupakan amalan yang baik. Rasulullah SAW berpuasa di bulan ini sebagaimana dijelaskan dalam hadis berikut:

حَدَّثَنَا إِبْرَاهِيمُ بْنُ مُوسَى حَدَّثَنَا عِيسَى حَدَّثَنَا عُثْمَانُ يَعْنِي ابْنَ حَكِيمٍ قَالَ سَأَلْتُ سَعِيدَ بْنَ جُبَيْرٍ عَنْ صِيَامِ رَجَبٍ فَقَالَ أَخْبَرَنِي ابْنُ عَبَّاسٍ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ يَصُومُ حَتَّى نَقُولَ لَا يُفْطِرُ وَيُفْطِرُ حَتَّى نَقُولَ لَا يَصُومُ

Telah menceritakan kepada kami Ibrahim bin Musa, telah menceritakan kepada kami Isa, telah menceritakan kepada kami Utsman bin Hakim, ia beraka: saya bertanya kepada Sa’id bin Jubair, mengenai puasa Rajab. Ia berkata: telah mengabarkan kepadaku Ibnu Abbas, bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam pernah berpuasa hingga kami mengatakan; beliau tidak berbuka. Dan beliau berbuka hingga kami mengatakan: beliau tidak berpuasa.[1]

Majalah TebuirengIklan Tebuireng Online

Cara pelaksanaan puasa sunnah Rajab sama dengan puasa Ramadan dan puasa sunnah lainnya yakni, niat dan menahan diri dari makan, minum dan segala hal yang membatalkan mulai terbitnya fajar sampai terbenamnya matahari.

Membahas tentang jumlah bilangan pelaksanaan puasa sunnah Rajab, puasa Rajab tidak ditentukan jumlah bilangan, tidak ditentukan waktunya apakah harus diawal, ditengah, atau diakhir bulan Rajab. Dan harinya, apakah harus hari Senin, Kamis atau hari lainnya.

Puasa sunnah Rajab boleh dilakukan tiga hari, lima hari, delapan hari, lima belas hari bahkan 1 bulan penuh juga tidak ada larangan. Meskipun bisa dilaksanakan 1 bulan penuh ulama 4 madzab berpendapat hukumnya tetap sunnah.

Tidak ada jumlah, waktu, dan hari wajib khusus untuk pelaksanaannya karena hukum puasa ini adalah sunnah. Akan tetapi terdapat pahala tertentu untuk orang yang melaksanakannya dalam jumlah dan hari tertentu.

Rajab termasuk bulan haram yang istimewa yang didalamnya terdapat beberapa kemuliaan sebagai berikut:

  1. Diberi Minum Sungai Rajab

إِنَّ فِي الْجَنَّةِ نَهْرًا يُقَالُ لَهُ رَجَبَ مَاؤُهُ أَبْيَضُ مِنَ اللَّبَنِ وَأَحْلَى مِنَ الْعَسَلِ. مَنْ صَامَ يَوْمًا مِنْ رَجَبَ سَقَاهُ اللهُ مِنْ ذَلِكَ النَّهْرِ

Sesungguhnya di dalam Surga terdapat sungai yang diberinama Rajab. (Warna) airnya lebih putih daripada susu dan (rasanya) lebih manis daripada madu. Barangsiapa berpuasa sehari di bulan Rajab, maka Allah akan memberinya minum dari sungai tersebut.

  1. Setara 700 Tahun

مَنْ صَامَ مِنْ شَهْرِ حَرَام الْخَمِيْسَ وَالْجُمْعَةَ وَالسَّبْتَ كَتَبَ لَهُ عِبَادَةَ سَبْعَمِائَةِ سَنَةٍ

Barangsiapa berpuasa pada hari Kamis, Jumat, dan Sabtu di bulan haram/mulia (Dzluqa’dah, Dzulhijjah, Muharram, Rajab), maka Allah mencatatkan baginya setara dengan ibadah selama 700 (tujuh ratus) tahun.

3. Dibukakan Pintu Surga

مَنْ صَامَ مِنْ رَجَبَ يَوْمًا كَانَ كَصِيَامِ شَهْرٍ وَمَنْ صَامَ مِنْهُ سَبْعَةَ أَيَّامٍ غُلِقَتْ عَنْهُ أَبْوَابُ الْجَحِيْمِ السَّبْعَةِ وَمَنْ صَامَ مِنْهُ ثَمَانَيَةَ أَيَّامٍ فُتِحَتْ لَهُ أَبْوَابُ الْجَنَّةِ الثَّمَانِيَةِ وَمَنْ صَامَ مِنْهُ عَشْرَةَ أَيَّامٍ بُدِلَتْ سَيِّئَاتُهُ حَسَنَاتٍ

Barangsiapa berpuasa sehari di bulan Rajab, maka ia itu setara dengan puasa sebulan. Barangsiapa puasa tujuh hari di bulan Rajab, maka ditutup darinya pintu-pintu Jahim/neraka yang tujuh. Barang siapa berpuasa delapan hari di bulan Rajab, maka dibuka untuknya pintu-pintu surga yang delapan. Barangsiapa berpuasa sepuluh hari di bulan Rajab, maka keburukan-keburukannya diganti dengan kebaikan-kebaikan.

Ulama Fiqih  Al-Hafidz Jalaluddin As-Suyuthi menjelaskan hadis-hadis tersebut bukanlah termasuk hadis mudlu’ (palsu), tetapi merupakan bagian dari hadis-hadis dla’if.

Yang bisa dijadikan dalil bukan hanya hadis shohih, hadis dla’if pun bisa dijadikan dalil dalam hal fadla’il al-a’mal (keutamaan-keutaman suatu amalan, ex: untuk memotivasi agar melakukan suatu kebaikan, atau membuat takut melakukan kemaksiatan). Akan tetapi hadis dla’if tidak bisa dijadikan acuan untuk memutuskan hukum. Wallahu A’lam Bishshawab…

Referensi: Al-Hawi al-Fatawi lii As-Suyuthi juz 1 hal 339.

*Mahasantri Mahad Aly Hasyim Asy’ari Tebuireng Jombang.

[1] HR. Sunan Abi Dawud no. 2075