Oleh: Muhammad Arief Albani*

Rajab merupakan salah satu dalam dua belas bulan yang telah ditetapkan Allah SWT dan salah satu dari empat bulan mulia. Sebagaimana Firman Allah SWT dalam Al-Quran Surat at-Taubah ayat 36 :

إِنَّ عِدَّةَ الشُّهُورِ عِنْدَ اللَّهِ اثْنَا عَشَرَ شَهْرًا فِي كِتَابِ اللَّهِ يَوْمَ خَلَقَ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ مِنْهَا أَرْبَعَةٌ حُرُمٌ

“Sesungguhnya jumlah bulan menurut Allah ialah dua belas bulan, (sebagaimana) dalam ketetapan Allah pada waktu Dia menciptakan langit dan bumi, di antaranya ada empat bulan haram”. (QS. At-Taubah:36)

Bulan Rajab adalah bulan istimewa yang telah dimuliakan dan termuliakan oleh bangsa Arab dan para kabilah-kabilah yang berhubungan dengan bangsa Arab sejak zaman lampau, bahkan sebelum Rasulullah Muhammad SAW dilahirkan di Makkah di tengah-tengah bangsa Arab yang memuliakan Rajab.

Majalah TebuirengIklan Tebuireng Online

al-‘Allamah Abu Bakar Utsman bin Muhammad Zainal Abidin Syatha al-Dimyathi al-Bakri atau lebih dikenal dengan nama Sayyid Abu Bakar Syatha, pernah menuliskan beberapa catatan yang berisi penjelasan mengenai nama bulan Rajab. Dalam kitab I’anatut Thalibin karangan beliau, disampaikan :

ثم رجب هو مشتق من الترجيب، وهو التعظيم لأن العرب كانت تعظمه زيادة على غيره. ويسمى الأصب لانصباب الخير فيه. والأصم لعدم سماع قعقعة السلاح فيه. ويسمى رجم ـ بالميم ـ لرجم الأعداء والشياطين فيه حتى لا يؤذوا الأولياء والصالحين

“Rajab merupakan penjabaran kata ‘tarjib’ yang berarti memuliakan. Masyarakat Arab zaman dahulu memuliakan Rajab melebihi bulan lainnya. Rajab biasa juga disebut ‘Al-Ashobb’ karena derasnya tetesan kebaikan pada bulan ini. Ia bisa juga dipanggil ‘Al-Ashomm’ karena tidak terdengar gemerincing senjata untuk berkelahi pada bulan ini. Boleh jadi juga disebut ‘Rajam’ karena musuh dan setan-setan itu dilempari sehingga mereka tidak jadi menyakiti para wali dan orang-orang shaleh”.

Banyak kejadian yang terjadi di bulan Rajab, yang menambah kemuliaan serta menjadi pengingat bagi kita sekalian.
Di bulan Rajab kedua orang tua Rasulullah SAW, Sayyid Abdullah dan Sayyidah Aminah menikah dan di bulan Rajab pula Sayyidah Aminah mengandung janin manusia pilihan terbaik (sayyidul anam, sayidul mursalin, insanun kamil) yang diciptakan Allah SWT di bumi ini, yaitu baginda Muhammad SAW.
Di bulan Rajab ini juga, Isra’ Mi’raj yang merupakan perjalanan fenomenal sekaligus spektakuler terjadi pada malam 27 Rajab. Malam di mana Rasulullah SAW menerima kemuliaan teragung yang pernah diberikan kepada ciptaanNya.

Begitu mulianya bulan Rajab, sehingga apapun yang ada dan terjadi di dalam bulan ini menjadi sangat “terpengaruh” aura kemuliaannya. Tak hanya bangsa Arab yang menyadari dan memanfaatkan mulianya Rajab dalam melakukan sesuatu. Ulama-ulama Nusantara juga tidak sedikit yang menjadikan bulan Rajab ini untuk memulai sesuatu yang penting. Semua menganggap baik bulan Rajab, dan penilaian baik tersebut juga tentunya akan dianggap baik oleh Allah SWT serta akan diberikan kebaikan di dalamnya. Sebagaimana disampaikan sahabat Abdullah bin Mas’ud :

مَا رَأَى الْمُسْلِمُوْنَ حَسَناً فَهُوَ عِنْدَ اللهِ حَسَنٌ )رواه الحاكم(

Artinya: “Sesuatu yang dinilai baik oleh masyarakat Muslim, maka hal itu juga dinilai baik di sisi Allah.” (H.R. al- Hakim)

NAHDLATUL ULAMA DALAM NAUNGAN RAJAB

Hadhratussyaikh Hasyim Asy’ari, dalam kitab Zijadatu Ta’liqat memperkenalkan sebuah perkumpulan yang beliau dirikan bersama beberapa sahabatnya dan diberi nama Jam’iyyah Nahdlatul Ulama. Dalam kitab tersebut diterangkan bahwa Jam’iyyah Nahdlatul Ulama berdiri atau didirikan tanggal 16 Rajab 1344 H. Apakah di sengaja ataukah kebetulan saja Jam’iyyah Nahdlatul Ulama didirikan/disahkan di bulan Rajab, kiranya hanya para muasis jam’iyyah ini yang mengetahui. Atau setidaknya, beliau Hadratussyaikh Hasyim Asy’ari seoranglah yang dapat menjawabnya.

Jika hal itu adalah kesengajaan untuk menjadikan Rajab sebagai waktu yang dipilih untuk mendirikan sebuah perkumpulan para Ulama, maka akan dinilai baik juga oleh Allah SWT sebagai hadits riwayat al-Hakim di atas. Namun jika hal itu merupakan hal yang kebetulan saja, maka akan menjadi ketidaksengajaan yang juga bernilai baik karena berada dalam bulan Rajab yang merupakan salah satu bulan mulia sebagaimana yang difirmankan Allah SWT dalam Al-Qur’an surat at-Taubah ayat 36.

Jam’iyyah Nahdlatul Ulama memang terlihat benar-benar berada dalam naungan kemuliaan Rajab. Selain tentunya didirikan oleh para ulama yang mulia serta cita-cita mulia yang ingin dicapainya sejak awal berdirinya jam’iyyah ini.

Melihat makna “tarjib” nya kata Rajab dalam kitab I’anatut Thalibin di atas yang berarti memuliakan, maka pantaslah jika Jam’iyyah Nahdlatul Ulama menjadi perkumpulan yang mulia. Jam’iyyah Nahdlatul Ulama memang berdiri dalam kemuliaan para Ulama yang ada di dalamnya, serta memuliakan semesta alam ciptaan Allah SWT dimanapun Jam’iyyah ini berada sebagaimana tergambarkan dalam bola dunia besar dan taburan bintang berjumlah sembilan yang ada dalam lambang/logo perkumpulan ini. Dari sebab memuliakan semesta [bumi dan isinya] itulah, tak heran jika Jam’iyyah Nahdlatul Ulama menjadi dimuliakan Allah SWT. Terbukti dengan semakin besarnya perkumpulan ini hingga saat ini (tahun 2022 M/1443 H) telah memasuki usia sembilan puluh sembilan tahun (memasuki satu abad).

Rajab yang juga disebut “al-ashob” ini, memang benar-benar telah memberi banyak “kebaikan” bagi perjalanan panjang Jam’iyyah Nahdlatul Ulama. Perjalanan panjang yang bukan hanya dalam rangka melayani siapapun yang ada di dalam perkumpulan ini, namun juga perjalanan panjang dalam dinamika kehidupan bangsa dan negara tercinta Indonesia sebagai tumpah darah Jam’iyyah Nahdlatul Ulama. Lika-liku perjalanan panjang yang sudah tentu banyak melewati halangan serta rintangan itu dapat dilalui Jam’iyyah Nahdlatul Ulama dengan baik dan meninggalkan hal baik pada setiap jejak langkahnya hingga kini.

Naungan kemuliaan Rajab dalam makna “al-ashom”-pun tak terlewatkan dirasakan jelas oleh Jam’iyyah Nahdlatul Ulama. Selama perjalanannya, perkumpulan ini selalu menjaga kearifan dalam langkah sosial maupun politiknya. Bahkan menjadi pilar utama di negara ini yang selalu hadir dengan kelembutan dalam setiap pertikaian yang terjadi. Jam’iyyah Nahdlatul Ulama tampil sebagai juru damai yang menjauhkan semua pihak bertikai agar menjaga pedamaian menuju kemuliaan bersama seperti halnya kemuliaan Rajab yang di dalamnya tak ada peperangan.

Begitu halnya makna “al-rajam” pada nama Rajab, yang dirasakan benar oleh Jam’iyyah Nahdlatul Ulama. Perjalanan panjang hingga memasuki satu abad sekarang ini, tentunya melalui berbagai ancaman yang beresiko bagi sesiapapun yang berada di dalamnya. Namun nyatanya, berbagai ancaman yang tertuju pada perkumpulan ini selalu dapat diatasi dengan baik atas izin Allah SWT.

Jam’iyyah Nahdlatul Ulama memang benar-benar berada dalam naungan kemuliaan Rajab. Termasuk di dalamnya adalah kemuliaan menjaga tradisi-tradisi para pendahulu yakni golongan salafu shalih, sebagaimana Rasulullah Muhammad SAW menjaga tradisi-tradisi para leluhurnya.

Naungan kemuliaan Rajab yang dicurahkan Allah SWT pada Jam’iyyah Nahdlatul Ulama ini, dirasakan akan terus menjadi kemuliaan yang terus meningkat hingga masa-masa mendatang. Sebagaimana yang disampaikan Hadhratussyaikh Hasyim Asy’ari dalam Mukadimah Qonun Asasi mengutip kalimat Sayyid Ahmad bin Abdillah al-Saqqaf. Beliau menyampaikan sebuah kabar gembira bahwa ; “Jam’iyyah ini adalah perhimpunan yang telah menampakkan tanda-tanda menggembirakan, daerah-daerah menyatu, bangunan-bangunannya telah berdiri tegak …”.

Jam’iyyah Nahdlatul Ulama yang didirikan di bulan Rajab, memang nampak dinaungi kemuliaan Rajab. Kemuliaan itu akan menjadi kegemilangan Jam’iyyah Nahdlatul Ulama beserta siapapun yang ada di dalamnya, beserta yang berada dekat dengannya dan akan menjadikan kemuliaan bagi tanah tempat bernaungnya. Jam’iyyah Nahdlatul Ulama adalah pintu gerbang lahirnya “Izzul Islam wal Muslimin” di seluruh semesta ciptaan Allah SWT. Sebagai pintu gerbang “Peradaban Dunia” sebagaimana cita-cita besar Jam’iyyah Nahdlatul Ulama di Hari Lahir-nya yang ke-100 tahun ini (Satu Abad).

“Merawat Jagad, Membangun Peradaban” merupakan kemuliaan Jam’iyyah Nahdlatul Ulama yang akan senantiasa dibagikannya kepada semesta alam, sebagaimana Allah SWT menaungi Jam’iyyah Nahdlatul Ulama melalui kemuliaan Rajab. Wa Allahu A’lam[]

*Alumni Pesantren Tebuireng