KH. A. Musthofa Bisri dan Yenny Wahid saat membacakan rekomendasi hasil muktamar internasional fikih peradaban I, di peringatan 1 Abad NU yang diselenggarakan di Sidoarjo, Selasa (07/01/2023) Foto: Youtube Nu Online

Tebuireng.online- Resepsi puncak peringatan 100 tahun Nahdlatul Ulama’ (NU) yang dihelat di Gelanggang Olahraga Sidoarjo berlangsung ramai. Ratusan ribu umat Nahdliyyin rela berjibaku dengan desakan dari berbagai penjuru pada Selasa (07/02/23). Sejumlah pejabat tinggi negara ikut memeriahkan perhelatan akbar tersebut. Mulai dari Presiden Indonesia Joko Widodo, Erick Thohir (Menteri BUMN), Megawati (Mantan Presiden RI), Sinta Nuriyah (istri mendiang Gus Dur), dan masih banyak lagi.

Yahya Chalil Tsaquf (Ketum PBNU) menyampaikan bahwa tegaknya NU hingga 100 tahun tak lepas dari berkah para ulama. “Hadirin sekalian jamaah NU yang saya cintai. Satu abad ini adalah satu abad Riyadhah, gerakan, serta tirakat para wali, kyai, dan segenap pecinta NU. Yang dalam keadaan apa pun tidak pernah berhenti meyakini bahwa NU adalah bekal masa depan yang lebih mulia bagi kita semua. Yang selalu meyakini bahwa tanah Indonesia adalah tanah yang diridhai Allah. Tirakat satu abad mendigdayakan NU. Hari ini kita melangkahkan kaki memasuki gerbang abad ke-dua NU. Tidak ada yang patut kita lakukan saat ini selain syukur kepada Ilahi. Sekaligus khidmat kerja keras, cerdas, dan ikhlas.”

Pokok dari acara ini adalah penyampaian hasil rekomendasi dari Muktamar Internasional Fiqih Peradaban sehari sebelumnya. Di hadapan tamu undangan ulama’ muslim dari berbagai dunia, KH. Mustofa Bisri membacakan hasil-hasil tersebut dengan bahasa Arab. Yang kurang lebih berisi sebagai berikut:

Rekomendasi Muktamar Internasional Fiqih Peradaban I:

Nahdlatul Ulama berpandangan bahwa pandangan lama yang berakar pada tradisi fiqih klasik, yaitu adanya cita-cita untuk menyatukan umat Islam di bawah naungan tunggal sedunia atau negara Khilafah harus digantikan dengan visi baru demi mewujudkan kemaslahatan umat.

Majalah TebuirengIklan Tebuireng Online

Cita-cita mendirikan kembali negara Khilafah yang dianggap bisa menyatukan umat Islam sedunia, namun dalam hubungan berhadap-hadapan dengan non-Muslim bukanlah hal yang pantas diusahakan dan dijadikan sebagai sebuah aspirasi.

Sebagaimana terbukti akhir-akhir ini melalui upaya mendirikan negara ISIS. Usaha semacam ini niscaya akan berakhir dalam kekacauan dan justru berlawanan dengan tujuan-tujuan pokok agama atau maqashidu syariah yang tergambar dalam lima prinsip; menjaga nyawa, menjaga agama, menjaga akal, menjaga keluarga, dan menjaga harta.

Dalam kenyataannya, usaha-usaha untuk mendirikan kembali negara Khilafah, nyata-nyata bertabrakan dengan tujuan-tujuan pokok agama tersebut. Ini dikarenakan usaha semacam ini akan menimbulkan ketidakstabilan dan merusak keteraturan sosial politik. Lebih dari itu, jika pun akhirnya berhasil, usaha-usaha ini juga akan menyebabkan runtuhnya sistem negara-bangsa serta menyebabkan konflik berbau kekerasan yang akan menimpa sebagian besar wilayah di dunia. Sejarah menunjukkan, kekacauan karena perang pada akhirnya akan selalu didampingi dengan penghancuran yang luas atas rumah ibadah, hilangnya nyawa manusia, hancurnya akhlak, keluarga, dan harta benda.

Dalam pandangan Nahdlatul Ulama, cara yang paling tepat dan manjur untuk mewujudkan kemaslahatan umat Islam sedunia (al-ummah al-islamiyyah) adalah dengan memperkuat kesejahteraan dan kemaslahatan seluruh umat manusia, baik muslim atau non-Muslim serta mengakui adanya persaudaraan seluruh manusia, anak cucu Adam (ukhuwah basyariyyah).

Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) berikut piagamnya memanglah tidak sempurna dan harus diakui masih mengandung masalah hingga saat ini. Namun demikian piagam PBB itu dimaksudkan sejak awal sebagai upaya untuk mengakhiri perang yang amat merusak dan praktik-praktik biadab yang mencirikan hubungan internasional sepanjang sejarah manusia. Karena itu, Piagam PBB dan PBB itu sendiri bisa menjadi dasar yang paling kokoh dan yang tersedia untuk mengembangkan fiqih baru guna menegakkan masa depan peradaban manusia yang damai dan harmonis.

Dari pada bercita-cita dan berusaha untuk menyatupadukan seluruh umat Islam dalam negara tunggal sedunia, yaitu negara khilafah, Nahdlatul Ulama memilih jalan lain, mengajak umat Islam untuk menempuh visi baru, mengembangkan wacana baru tentang fiqih, yaitu fiqih yang akan dapat mencegah eksploitasi atas identitas, menangkal penyebaran kebencian antargolongan, mendukung solidaritas, dan saling menghargai perbedaan di antara manusia, budaya, dan bangsa-bangsa di dunia, serta mendukung lahirnya tatanan dunia yang sungguh-sungguh adil dan harmonis, tatanan yang didasarkan pada penghargaan atas hak-hak yang setara serta martabat setiap umat manusia. Visi yang seperti inilah yang justru akan mampu mewujudkan tujuan-tujuan pokok syariah.


Pewarta: Yuniar Indra Yahya