Sumber foto: https://www.republika.co.id/berita/dunia-islam/khazanah/12/05/25/lxy715-kisah-sahabat-nabi-saad-bin-abi-waqqash-lelaki-penghuni-surga

Oleh: KH. Fawaid Abdullah*

Salah satu akhlak yang  baik yang dicontohkan oleh Salafus Shalih adalah kesayangan  mereka terhadap orang-orang yang lemah dan memaafkan orang yang pernah berbuat salah atau yang pernah berdosa kepada mereka. Mereka tidak segan memaafkan ketika sedang berada di atas atau ketika dalam posisi menang. Karena tidak semua orang bisa menjalaninya.

Terkait hal ini, ada cerita menarik. Suatu ketika, Sahabat Umar bin Khattab didatangi oleh Raja Harmazan, Raja Persia. Raja Persia ini selalu berulang kali melanggar perjanjian dan menyakiti kaum Muslimin. Andai Sahabat Umar bin Khattab mau membunuh raja ini, sungguh merupakan perkara yang mudah. Penyebabnya karena si Raja Harmazan ini membunuh Sahabat al Barra’ bin Malik dan Majzah bin Tsaur. Kedua Sahabat ini merupakan dari golongan sahabat yang manjadi penggede atau bisa disebut sahabat senior. Namun Umar bin Khattab lebih memilih mengampuni dan memaafkan Raja Persi tersebut daripada melampiaskan balas dendam dengan cara membunuhnya. Itulah sifat kepahlawanan sejati dan memaafkan ketika dalam posisi mampu membalas dan posisi menang.

Justru oleh Sahabat Umar, si Raja Harmazan ini malah diberi Uang sejumlah 2 ribu Dinar. Kurang hebat bagaimana Umar bin Khattab? Beliau memaafkan, sekaligus malah memberikan uang juga. Oleh karena hal ini, Raja Persia dan para pengikutnya itu masuk Islam dan bergabung dengan barisan Umar bin Khattab dan umat Islam dalam melebarkan sayap Islam di negeri-negeri nun jauh. Inilah hebatnya para Salafus Shalih di zamannya.

Ada cerita lain. Suatu ketika Ja’far as Shadiq RA ditimpa sedikit kejadian. Seorang pemuda menyiramkankan air ke tangan sepupu Nabi tersebut. Kendi yang dipegang pemuda itu, airnya mengenai atau menyiprati wajah Ja’far, sehingga ia sangat marah.

Majalah TebuirengIklan Tebuireng Online

Pemuda itu berkata, “Duh Gusti, anda bagian dari orang-orang yang dapat menahan marah”.

Ja’far berkata, “Sungguh aku sangat menahan marah”.

Pemuda itu menjawab lagi : “Wal ‘Aafiena ‘Aninnaas (orang-orang yang memaafkan orang lain/ QS Ali Imron: 134)”.

Ja’far berkata, “Sungguh aku telah memaafkanmu”.

Pemuda itu berkata, “Wallahu Yuhibbul Muhsinien (Dan Allah Sungguh mencintai orang2 yang berbuat Baik)”.

Ja’far menjawab, “Silahkan kamu berangkat! Engkau telah bebas merdeka di jalan Allah, semoga Allah meridloi”.

Begitulah sifat Kepahlawanan yang sesungguhnya. Memaafkan ketika orang lain bersalah. Kata maaf begitu sangat mudah dan indah. Ketika seseorang belum meminta maaf pun, orang yang baik itu memberi maaf terlebih dahulu.

Jadi, sifat kasihan atau welas asih kepada mereka yang di dholimi selalu dipegang kuat oleh Salafus Shalih itu. Cinta menolong kepada siapapun yang lemah merupakan sifat sejati berupa kepahlawanan.

Suatu ketika ada seorang Yahudi menghadap Abdul Malik bin Marwan yang saat itu menjadi penguasa Bani Umayyah. Orang Yahudi ini berkata, “Wahai Amirul Mukminin, sungguh sebagian pegawai tuan telah berbuat lalim kepadaku. Berikanlah aku keadilan!”.

Awalnya Abdul Malik bin Marwan berpaling dan bersikap acuh, tidak menghiraukan si Yahudi itu tadi. Sampai dua atau tiga kali si Yahudi ini memohon kepada Malik bin Marwan.

Si Yahudi berkata, “Wahai Amirul Mukminin, sungguh kami ini pernah menjumpai di dalam Kitab Tauratnya Nabi Musa bahwa seorang pemimpin itu harus berbuat Adil kepada siapapun yang dilalimi”.

Mendengar perkataan si Yahudi itu, Abdul Malik bin Marwan kaget luar biasa. Seketika itu juga ia mengutus pejabatnya menemui orang yang menlalimi salah satu pegawainya itu. Sejak itu, si Yahudi mendapatkan perlakuan yang baik dan adil dari pegawai istana. Si Yahudi mendapatkan haknya sebagaimana mestinya. Inilah sifat mulia dan luhur para Salafus Shalih yang patut kita contoh. Wallahu A’lam


*Santri Tebuireng 1989-1999, Ketua Umum IKAPETE Jawa Timur 2006-2009, saat ini sebagai Pengasuh Pesantren Roudlotut Tholibin Kombangan Bangkalan Madura.


Disadur dari kitab Irsyadul Mukminin, karya Allahyarham Gus Ishom Tebuireng yang Legendaris.