Belajar untuk Mengajar
Sosok KH. Ishaq Latif merupakan salah seorang santri Pesantren Tebuireng yang memiliki kedudukan khusus di Keluaga Tebuireng dan santri. Hidupnya didedikasikan untuk Pesantren Tebuireng. Kepergiannya ke rahiban ilahi 27/2/15 lalu meninggalkan kesan mendalam bagi kita sebagai santrinya. Beliau menyantri di Pesantren Tebuireng sejak umur belasan tahun, 12-15 an. Kiai asal Prambon Sidoarjo ini, belajar di Pesantren Tebuireng dimulai sejak Tingkatan Tsanawiyah hingga sampai jenjang tertinggi. Beliau di ampu oleh ulama besar seperti, KH. Adlan Aly, KH. Shobari, dll. Setelah usai menamatkan belajarnya di Pesantren Tebuireng beliau tidak segera pulang.
Namun, ikut serta berjuang mengikuti jejak para gurunya. Beliau mengabdikan dirinya dengan menjadi pengajar para santri di pesantren Tebuireng. Dalam Catatan Pusat Data Tebuireng, PDP pada tahun 1977 tercatat sebagai seorang guru pengajian Ramadhan. KH. Ishak Lati membaca kitab “Minhajul Abidin” selepas shalat Trawih. Selain mengajar di dalam pondok juga di Madrasah Tsanawiyah, salah satu unit pendidikan yang bernaung di dalam Yayasan Hasyim Asy’ari.
Pak kiai Kaq, panggilan populer KH. Ishak Latif merupakan teladan bagi para santri di Pesantren Tebuireng dan sekitarnya. Setiap beliau membacakan kitab pada malam hari selalu dihadiri para santri. Bahkan, selama bulan Ramadhan para santri yang mengikuti pengajiannya tumpah ruah dihalaman dalam dan luar pesantren Tebuireng. KH. Ishak Latif mendapatkan kedudukan tertinggi dikalangan santri. Pasalnya, hampir semua santri dari era KH. Yusuf Hasyim hingga KH. Salahuddin Wahid pernah mengaji ke Beliau.
Nasehat KH. Ishaq Latif kepada para santri. Pertama, pelajar/santri ketika keluar dari kampung halaman untuk menimba ilmu harus memiliki niatan yang kuat. Belajar semata-mata untuk memerangi kebodohan.”Katakanlah. Apakah, sama orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang yang tidak mengetahui”.QS. Az Zumar:9:. Maksudnya, orang yang berpengetahuan tidak sama dengan orang yang bodoh.
Sebagaimana ditegaskan dalam Hadis Nabi. Yang artinya: “Sesungguhnya kemuliaan ilmu pengetahuan itu diatas kemuliaan nasab. Contohnya, Siti Aisyah, istri Nabi Saw. yang lebih utama daripada Fatimah. Siti Aisyah sendiri dalam bidang keilmuan mengungkapkan dalam hadis nabi. “Ambilah dua pertiga agamamu dari Siti Asiyah!” Kedua, berniat menuntut ilmu agama agar kehidupan kita di dunia yang fana’ini berguna dan bermanfaat bagi orang lain. Nabi Saw. bersabda:”Sebaiknya-baik manusia adalah yang berguna(bermanfaat) untuk orang lain. Dimanapun kita berada sebaiknya menjadi manusia yang bermanfaat bagi sesamannya. (fao)
Artikel Terkait Menjadi Muslim Teladan