sumber ilustrasi: kompas.com

Oleh: Guntur Ardani Putra*

Kemudahan  dalam berkomunikasi menjadi ciri  khas dari dunia siber. Bagaimana tidak, pesan yang awalnya bisa tersampaikan setelah berjam-jam bahkan berhari-hari, kni melalui bantuan internet, pesan tersebut bisa tersampaikan hanya dengan hitungan detik saja. Singkat dan padat, begitu lah orang-orang di dunia siber mengirimkan pesan kepada orang lain. Mungkin tidak sedikit orang yang menyadarinya. Pesan yang hanya berupa tulisan saja ternyata memiliki banyak peluang yang menyebabkan kesalahpahaman atau distorsi komunikasi.

Distorsi komunikasi adalah keadaan dimana terjadinya perubahan makna antara komunikator dengan komunikan (sehingga maksud dari pesan tersebut bisa berbeda). Hal ini terjadi karena  bebepara faktor seperti perbedaan interprestasi, gangguan komunikasi, perbedaan budaya dan bahasa, nonverbal dan verbal yang tidak selaras dan gangguan emosional.

Berkomunikasi secara langsung saja bisa menyebabkan distorsi komunikasi, apalagi berkomunikasi melalui dunia siber yang mana orang-orang tidak bertemu secara langsung atau tatap muka. Jangankan dengan orang yang berbeda budaya, dengan orang yang memiliki budaya yang sama pun juga rentan terjadi distorsi komunikasi. fakta-fakta seperti inilah yang membuat pesan teks (chat) sering menyebabkan kesalahpahaman.

Banyak orang terkadang merasa sudah saling mengenal satu sama lain, terkadang orang-orang juga merasa bahwa mereka sudah dipahami karateristiknya oleh orang lain. sehingga mereka dengan mudahnya merasa bahwa pesan apapun yang disampaikan kepada orang  lain.  Pasti  akan  diterjemahkan  sesuai dengan apa yang ingin mereka sampaikan. Namun sayang, kenyataannya tidaklah seperti itu. Perbedaan latar belakang pendidikan, budaya, dan emosi inilah yang membuat pesan tersebut tidak tersampaikan dengan baik.

Majalah TebuirengIklan Tebuireng Online

Orang yang sedang memiliki emosi yang terkontrol seperti sedang berbahagia dengan orang yang tengah memiliki emosi yang tidak stabil atau sedang marah, sedih dan kesal memiliki cara penafsiran pesan yang berbeda-beda. Hal tersebut memang tergantung dari emosi apa yang  sedang  dirasakan  oleh  orang tersebut.

Namun di sinilah letak  salah satu penyebab sedang merasa bahagia mengirimkan sebuah pesan teks yang berupa candaan atau sebagainya kepada orang yang sedang merasa sedih atau kesal. Maka pesan tersebut yang semula tidak bermaksud untuk menyinggung perasaan atau hanya sekedar berbagi candaan, akan dianggap sebagai  suatu  hal  yang  menyinggung  atau  sesuatu  yang  tidak  menyenanagkan  oleh orang-orang yang menerima pesan tersebut dalam keadaan emosi yang tidak stabil. Sehingga si  penerima  merasa bahwa pengirim pesan sedang memarahi atau sedang menyinggung mereka. Kendati kenyataan tidak demikian.

Penggunakan emotikon juga ikut andil dalam mendukung tersampaikannya pesan yang baik dalam berkomunikasi melalui dunia siber. Sering kali orang yang mengirimkan komentar  candaan di postingan seseorang. Namun dikira komentar serius lantaran tidak menyertakan  emotikon  tertawa atau sebagainya di dalam komentarnya. Tak hanya pada kolom komentar, pada pesan teks pun juga akan mengalami hal yang sama.

Orang-orang akan berbeda tafsiran ketika menerima pesan teks yang mengandung emotikon pendukung dengan pesan  teks  yang  tidak  sama  sekali  mengandung emotikon. Seringnya pesan yang tidak menyertakan emotikon akan ditafsirkan sebagai pesan yang bernada datar dan lebih condong tidak menyenangkan. Walaupun orang yang mengirimkan pesan bermaksud untuk mengabarkan suatu kabar gembira.

Pemahaman komunikan terhadap karakteristik dari komunikator atau sebaliknya juga turut mempengaruhi tersampainya pesan dengan baik atau tidak. komunikator yang tidak memahami karakteristik dari komunikannya akan cenderung mengirimkan pesan teks sesuka hatinya tanpa memikirkan kapasitas dari si penerima pesan. Sehingga hal inilah yang mengakibatkan kesalahpahaman dalam menafsirkan pesan yang disampaikan oleh komunikator.

Contohnya ketika seseorang yang mengirimkan pesan yang berisi saran dan kritikan kepada orang yang sangat sensitif dan mudah tersinggung, maka akan besar kemungkinan orang yang menerima pesan akan merasa tersinggung dan mengira bahwa orang yang mengirim pesan teks tersebut mencoba untuk menghina atau menjelek-jelekkan dirinya. Begitu pula sebaliknya jika komunikan tidak memahami karakteristik dari komunikatornya. Maka juga hal tersebut akan berpotensi menimbulkan konflik.

Contoh lain, ketika seorang yang sering bercanda atau dikenal humoris oleh banyak orang mengirimkan pesan kepada orang yang notabenenya tidak mengenal dan memahami karakteristik dari pengirim pesan. Maka ketika pengirim pesan mengirim pesan yang berupa candaan kepada yang serius padahal aslinya hanyala candaan belaka.

*Mahasiswa Amikom Yogyakarta.