sumber gambar: kompas.com

Oleh: Al Fahrizal*

Bulan Ramadan selalu menjadi momen yang penuh berkah dan kebersamaan bagi umat Muslim di Indonesia. Selain menjalankan ibadah puasa, ada banyak hal yang hanya dapat ditemukan di bulan suci Ramadan saja. Misalnya tradisi berburu takjil yang menjadi bagian tak terpisahkan dari budaya Ramadan di tanah air. Namun, pada Ramadan kali ini, berburu takjil tidak seperti biasanya dilakukan. Di tengah khusyuknya umat muslim menjalani ibadah puasa, muncul fenomena menarik yang tengah viral di Indonesia saat ini, yaitu “War Takjil”.

War Takjil merupakan istilah yang dibuat oleh netizen Indonesia yang berarti “perang takjil.” Istilah tersebut merujuk pada perburuan takjil yang dilakukan oleh umat muslim dan juga non-muslim sebelum masuk waktu berbuka puasa. Sebagaimana diketahui bersama, saat bulan suci Ramadan, terdapat beragam jenis makanan dan minuman yang dijual di sepanjang jalan dan pasar-pasar lokal. Mulai dari jajanan tradisional, makanan ringan, hingga es warna-warni yang menggoda selera. Hal ini tentunya tidak hanya menarik perhatian umat muslim yang tengah puasa, umat agama lain juga ingin merasakan kelezatan ragam jajanan takjil tersebut.

Yang membuat fenomena ini semakin istimewa adalah fakta bahwa dalam War Takjil ini, umat Muslim dan non-Muslim bersama-sama merasakan kelezatan takjil dan memperkuat toleransi beragama di tanah air Indonesia. Momen kehangatan dan menggelitik ini semakin mencuat ketika salah satu pemuka agama Steve Marcel Saerang mengangkat trend ini ke dalam khotbahnya di Gereja Tiberias.

“Soal agama kita toleran, tapi soal takjil kita duluan.” Pungkasnya saat memberikan khutbah yang direkam oleh akun Tiktok bernama @mewlon3 dan diunggah pada (18/03/2024).

Majalah TebuirengIklan Tebuireng Online

Sontak khutbah tersebut disambut dengan gelak tawa para jamaat gereja dan mengundang beragam komentar menarik di media sosial terkait video khutbah Pendeta Marcel tersebut. Di antara komentar warganet terhadap video tersebut ialah akun bernama @lelykusumaw_ “hebat yaah kita, gara gara takjil tanpa kita sadari kita satu sama lain antar Agama jadi saling toleransi loooh.” Kemudian @Nikmatiharimuuuuu memberikan komentar, “Tiap liat begini ku nangis terharu Indonesiaku.”

Di lain sesi, Pendeta Marcel memberikan tanggapan terkait video khutbahnya yang telah viral di jagad media sosial. “Komentar-Komentarnya itu sekali lagi mencerminkan orang Indonesia yang sesungguhnya. Ada keramahan di sana, ada kelucaun di sana, dan terasa  sekali toleransinya antar umat beragama,” ujar pria kelahiran Manado tersebut dalam satu wawancara yang diliput oleh media VOA Indonesia pada (21/03/2024).

Melampaui Batasan Agama

War Takjil telah melampaui batasan agama dan menjadi ajang yang mempersatukan umat Muslim dan non-Muslim. Bukan hanya umat Muslim yang antusias memburu takjil, tetapi juga non-Muslim yang turut merasakan kelezatan dan keunikan takjil dalam perayaan Ramadan. Semangat kebersamaan ini tercermin dalam antusiasme dan keramahan yang ditunjukkan saat berburu takjil. Mereka saling berbagi informasi, antri dengan tertib, dan senang melibatkan semua orang dalam momen berharga ini.

Selain itu, War Takjil juga menjadi simbol nyata toleransi beragama di Indonesia. Melalui sebuah trend War Takjil ini, umat Muslim dan non-Muslim dapat menyatukan perbedaan mereka dan menikmati kelezatan takjil bersama. Tidak ada batasan atau perbedaan yang menghalangi mereka untuk berbagi momen manis ini. War Takjil menjadi bukti bahwa keberagaman tidak harus memecah belah, tetapi justru dapat memperkaya pengalaman bersama dan memperkuat ikatan sosial.

Sehingga, fenomena unik ini dapat memberikan pelajaran berharga tentang pentingnya toleransi beragama yang dapat diterapkan di luar bulan Ramadan. Semangat persatuan dan kebersamaan yang tercipta dalam War Takjil dapat menjadi inspirasi bagi masyarakat Indonesia untuk terus memupuk sikap toleransi, saling menghormati, dan memperkuat hubungan antarumat beragama sepanjang tahun.

Kolaborasi toleransi beragama, keberagaman budaya, dan kemajuan ekonomi

Hal lain yang tak kalah pentingnya untuk disorot dari trend War Takjil ini ialah membantu meningkatkan pasar masyarakat dan UMKM. Dengan maraknya daya beli masyarakat baik dari kalangan muslim maupun nonmuslim otomatis akan membantu mengangkat ekonomi dari masyarakat. Melalui fenomena War Takjil, terlihat bahwa antusiasme masyarakat dalam berburu takjil menghasilkan dampak ekonomi yang signifikan. Permintaan yang tinggi terhadap takjil selama bulan Ramadan akan menciptakan peluang bisnis yang menguntungkan bagi UMKM (Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah) yang bergerak di sektor makanan dan minuman.

Selain itu, War Takjil juga memberikan dorongan bagi UMKM lainnya, seperti pedagang kue tradisional, minuman segar, atau produk-produk terkait Ramadan lainnya. Permintaan yang tinggi selama War Takjil tentunya akan menghasilkan efek domino yang positif, meningkatkan penjualan di berbagai sektor usaha, terutama yang terkait dengan kebutuhan Ramadan.

Dengan demikian, War Takjil bukan hanya memberikan keberkahan dan kelezatan bagi masyarakat, tetapi juga berdampak positif pada perekonomian lokal dan pertumbuhan UMKM. Fenomena ini mencerminkan kekuatan kolaborasi antara toleransi beragama, keberagaman budaya, dan kemajuan ekonomi. Hal ini juga menegaskan pentingnya mendukung pengembangan UMKM dan pasar masyarakat yang inklusif, yang pada akhirnya berkontribusi pada pembangunan sosial dan ekonomi yang berkelanjutan.

*Alumnus Mahad Aly Hasyim Asy’ari Jombang.