KH Abdul A'la Basyir
Selasa (29/11/2022), Majelis Masyayikh Indonesia di Pesantren Tebuireng mengadakan acara “Sosialisasi Undang-Undang No. 19 Tahun 2019 tentang Pesantren dan Majelis Masayikh”, salah satu narasumber ialah KH. Abdul A’la Basyir.

Tebuireng.online- Selasa (29/11/2022), Majelis Masyayikh Indonesia di Pesantren Tebuireng mengadakan acara “Sosialisasi Undang-Undang No. 19 Tahun 2019 tentang Pesantren dan Majelis Masayikh” yang dihadiri oleh pimpinan pondok dari berbagai daerah. Acara ini berlangsung di di Gedung Yusuf Hasyim lantai 3. Salah satu narasumber acara ini ialah KH. Abdul A’la Basyir.

“Pondok pesantren memiliki pengaruh besar terhadap Indonesia. Salah satu jasa besar pesantren adalah pesantren mampu mencetak santri yang mendalami ilmu agama, sehingga negara Indonesia bisa menjadi negara dengan penduduk muslimnya terbesar di dunia.  Apabila dibandingkan dengan negara-negara yang lain, negara Indonesia relatif aman. Hal ini tidak lepas dari peran pesantren,” ungkapnya.

Beliau menjelaskan, apabila bicara tentang ‘pesantren’ maka tidak bisa dipisahkan dengan ‘Undang-undang Pesantren’. “Belakangan ini negara mulai melirik jasa besar pesantren, di saat Negara Indonesia hampir tidak mempunyai tentara dan semacamnya, pesantren di Indonesia bersatu. Fatwa yang dikeluarkan oleh Hadratussyaikh KH. M. Hasyim Asy’ari benar-benar menumbuhkan keberanian umat Islam melawan NICA. Kalau bukan karena keberkahan kiai, negara Inggris yang bermodalkan senjata modern tidak bisa terkalahkan oleh Negara Indonesia yang hanya bermodalkan senjata seadanya,” ungkap Pengasuh Pondok An-Nuqayah Latee, Guluk Guluk, Semenep ini.

Menurutnya, pesantren bisa menjadi lembaga yang kuat, karena hubungan antara kiai dan santri adalah hubungan ayah dan anak didik secara ideologis. Dalam kehidupan pesantren, keberkahan dan sanad keilmuan menjadi hal yang sangat penting, sehingga dari detik ke detik dengan berlalunya zaman tidak lekang oleh waktu karena karakteristik pesantren tetap ada.

“Ada pesantren yang kurikulumnya hanya doa ke doa, akan tetapi santrinya menjadi orang yang sukses, ada juga yang hadis, takhassus, dan lain-lain. Pesantren tidak bisa dipisahkan dari kiai, santri, pondok, masjid, kitab kuning, dan dengan konsentrasi fiqih sufistik. Karena itulah, negara memberikan rekognisi, afirmasi dan fasilitasi yang setara antara pendidikan di pesantren dan selain pesantren. Fasilitas diberikan kepada pesantren yang mau menerima, yang mana tata caranya harus melalui Kementrian Agama. Dana bantuan merupakan murni dari negara yang lepas dari politik praktis,” imbuhnya.

Majalah TebuirengIklan Tebuireng Online

Berdasarkan analisis beliau, dilihat dari sejarah, salah satu tujuan didirikannya pesantren yakni untuk mengatasi masalah dalam hal ketuhanan, kebangsaan, dan kemandirian. Adanya undang-undang No. 18 tahun 2019 untuk memberdayakan pesantren-pesantren agar bisa lebih berkembang lagi ke depannya. Pesantren hadir untuk kemlasahatan umat, kemaslahatan negara, dan kemlasahatan bangsa. Hampir semua pesantren yang ada di Indonesia tidak punya hubungan secara khusus dengan partai politik atau yang lainnya.

“Dari kelahiran pesantren sampai lahirnya undang-undang membutuhkan waktu yang panjang, bahkan saat akan dibuat undang-undang juga harus melalui proses yang tidak sebentar. Undang-undang pasti mengandung nuansa politik, yakni politik kebersamaan yang meliputi: politik kebangsaan dan kenegaraan, bukan politik partisipan dan semacamnya,” terang putra KH. Ah. Basyir AS ini. Di samping itu, menurutnya, penguatan kualitas pesantren harus betul-betul diupayakan, karena pesantren tidak bisa dilepaskan dari aspek pendidikan, aspek dakwah, dan aspek pengabdian masyarakat. “Diharapkan alumni pesantren mampu berkomitmen dengan negara, menguasai ilmu agama, bisa membaca kitab kuning, dan mempunyai kekhasan masing-masing,” pungkasnya.


Pewarta: Almara Sukma