Imam Besar Masjid Istiqlal Jakarta, Prof. KH. Nazaruddin Umar hadir dan memberikan ceramah dalam acara kirim doa 40 hari wafatnya Gus Sholah di Pesantren Tebuireng Jombang. (foto: Aqila)

Tebuirneg.online– Imam Besar Masjid Istiqlal Jakarta, KH. Nazarudin Umar menyampaikan ceramahnya dalam acara Peringatan 40 Hari Wafatnya Almarhum Al Maghfurlah KH. Salahuddin Wahid di Pesantren Tebuireng, Kamis (13/3/20).

“Saat ini umat muslim telah kehilangan sosok putra bangsa dan ilmuan yang sangat berpengaruh. Salah seorang putra bangsa bahkan ilmuan yang disegani dunia meninggalkan kita,” ungkapnya.

Prof. Nazaruddin juga menyampaikan bahwa tingkatan orang meninggal itu berbeda. Ada orang yang wafatnya hampir total sehingga tidak ada komunikasi interaktif dengan orang tersebut. Ada juga seorang yang ketika setelah wafat lebih aktif dibanding ketika hidup.

“Contohnya adalah Nabi Muhammad yang semasa hidupnya hanya menyaksikan umatnya sebesar Makkah dan Madinah tapi setelah wafat hampir separuh dunia mengikuti ajaran Nabi. Ini menandakan bahwa Nabi lebih sibuk ketika wafat dibanding ketika hidup,” jelasnya.

Selanjutnya, beliau menyampaikan bahwa di pondok pesantren ini terdapat rahasia besar, yang mana orang luar tidak bisa membedakan pendidikan di pondok pesantren dengan pendidikan formal.

Majalah TebuirengIklan Tebuireng Online

“Di pesantren sendiri yang dipelajari adalah Al Quran sebagai kalamullah bukan sekedar kitabullah. Perbedaannya yang mengakses kalamullah persyaratannya adalah ia harus muttaqin sesuai versi Al-Quran. Dalilnya pada awal surat Al Baqarah,” ungkap Imam Besar Masjid Istiqlal, yang menjelaskan seputar kematian, hubungan orang mati dan orang hidup, serta sebaliknya.

Pada kesempatan itu, KH. Nazaruddin menyampaikan bahwa pada saat ini kita telah memasuki salah satu dari 3 bulan yang berkah yakni bulan Rajab. Serta berharap agar malam ini menjadi moment penting untuk meningkatkan kualitas Ramadan dengan hadirnya event seperti ini.

Demikian ceramah tersebut ditutup dengan pembacaan Surat Al-Fatihah yang dikhususkan untuk KH. Salahuddin Wahid.

“Dengan harapan semoga bisa tercurah kepada almarhum. Serta semoga yang masih hidup bisa mengikuti jejak-jejak langkah beliau,” tutupnya.

Pewarta: Devi Yuliana