Oleh: Anisa Faiqotul Jannah*

Manusia yang tidak luput dari rasa iri, terutama perihal pencapaian seseorang. “Waaah, hafalan dia mudah sekali ya. Padahal start menghafalnya dulu bersamaan kenapa dia bisa lebih cepat dibandingkan aku sekarang?”

Dia adalah Abdul, santri berprestasi. Padahal nampaknya biasa-biasa saja, tetapi setiap setor hafalan dia pasti paling banyak hafalannya. Rasanya aku hampir menyerah karena tak mampu menyaingi apa yang dilakukan oleh Abdul.

Usahaku untuk mencapai 3 halaman perhari sangatlah sulit. Sementara Abdul tidak terlihat belajar keras, bahkan terkadang seusai kegiatan pondok dia langsung bermain bola kalau tidak ya ngobrol sama teman-teman kamarnya yang lain. Sementara aku, langsung menyiapkan hafalan kembali, hingga membuat kepalaku berat dan pening.

Majalah TebuirengIklan Tebuireng Online

Waktu terus berjalan dan prestasiku seperti jalan di tempat. Suatu hari aku menjadi teman satu halaqoh dengan Abdul. Aku dan Abdul memang kurang dekat, sehingga perbincanganku dengannya hanya basa-basi belaka.

Namun, rasa penasaranku mendorong untuk bertanya pada Joy, mengenai bagaimana cara ia menghafal, sehingga bisa semudah dan secepat itu. “Kamu di kamar nampak biasa-biasa saja, tapi kenapa setiap setoran selalu mendapatkan hafalan yang banyak?”

Abdul tersenyum tipis mendengar kalimat tersebut. “Tak semua yang kamu lihat dalam diriku adalah kenyataan 100 persen. Ada hal-hal lain yang tak kamu lihat,” ujar Abdul.

“Aku tidak seperti kebanyakan orang yang menghafal terus menerus di setiap harinya, aku tidak cocok dengan itu,” katanya.

“Lalu bagaimana kamu membuat hafalan ?” tanyaku makin penasaran.

“Aku menghafal selepas shalat tahajud, sampai menjelang waktu subuh setiap hari dan mengulangnya kembali selepas waktu shalat subuh,” jawab Abdul.

“Proses menghafal itu aku lakukan konsisten sejak awal aku berkomitmen untuk menghafalkan al-Quran, tak pernah terlewat, tapi berdampak besar bagiku,” ucapnya.

“Walau sedikit, aku tetap tumbuh setiap harinya. Dibanding menghafal banyak di satu hari, tapi di hari lain, tidak menghafal lagi,” jelasnya.

Dari pembicaraan itu aku baru mengerti, tak ada perubahan besar yang dihasilkan dari proses yang sebentar. Rata-rata orang sukses pun memerlukan waktu yang lama untuk menguasai satu bidang. Sehingga aku paham dan memutuskan untuk membentuk diri lewat hal-hal kecil terlebih dulu. Ya, tumbuh satu persen setiap hari lebih baik, daripada tidak sama sekali.


*Mahasiswi Universitas Hasyim Asy’ari