Buku ini bukan berisi kisah kasih di sekolah. Namun tentang suka duka mengajar di sekolah. Kisah seorang guru yang mengajar kelas II, III, dan IV Sekolah Dasar. Dalam setiap kelas akan muncul keunikan tersendiri. Mulai dari anak yang paling pinter sampai paling sulit diajar. Kisah-kisah pahit kalau dikumpulkan bisa jadi bahan nostalgia, bahkan sering bisa buat tertawa.
Siswa bernama Sahal tidak masuk sekolah. Seperti biasa, tidak ada kabar dari orang tuanya, entah itu SMS, telepon, ataupun surat. Sepulang sekolah, penulis membuka Facebook dan telihat status Sahal di berandanya. “Pak, aku sakit. Nggak bisa berangkat.”
Terdapat jempol dan ada komentar dari tetangganya. “Owalah, Sahal. Dasar anak zaman sekarang. Sakit aja izinnya lewat Facebook.”
Cerita-cerita yang ada mengingatkan bahwa warna warni kehidupan akan terjadi pada setiap orang. Yang membedakan adalah sikap orang yang menjalaninya. Kisah-kisah inspiratif perlu dibagikan ke orang lain, salah satunya melalui buku. Memang lebih mudah untuk berbagi ke media sosial. Namun terkadang dibutuhkan penulisan yang temanya lebih seragam seperti di buku ini.
Selain itu, buku ini juga memberi wawasan tentang beberapa ‘kesalahan’ ungkapan yang umum terjadi di sekolah. “Sini. Maju ke depan,” “Kamu jangan suka ngobrol sendiri,” dan “Izin ke belakang.”
Maju itu otomatis ke depan, cukup ungkapkan “Sini. Ke depan” agar tidak terjadi pemborosan. Ngobrol juga tidak mungkin dilaksanakan sendiri, pasti bersama orang lain/temannya. Kamar mandi juga tidak selalu terletak di belakang.
Orang yang sudah berpengalaman, entah dari kehidupan ataupun banyaknya bacaan, akan memberikan keputusan lebih bijaksana.
Buku ini ditulis oleh seorang guru kelahiran Purwokerto yang tinggal di Purbalingga. Badannya kurus. Guru yang masih hijau, lulusan setengah tahun lalu (cerita dalam buku ini).
Penulisan buku ini terobsesi oleh permintaan salah satu siswa dari Khazanawa Jepang yang “numpang belajar” di SD UMP, Banyumas. Kemudian didorong oleh ejekan istrinya sendiri, “Katanya kamu penulis, terus mana buku tulisanmu?”
“Beri aku buku tulisanmu sebagai hadiah kelahiran anak kita.”
Akhirnya Pak Totok merelakan untuk mengurangi waktu tidurnya walaupun istrinya berkata, “Lembur lagi? Ayo tidur! Temani aku.”
Buku ini cocok dibaca oleh semua kalangan. Siswa, mahasiswa, sampai dengan orang tua. Siswa agar lebih semangat belajar dan toleransi. Mahasiswa agar lebih ikhlas mengabdi pada negeri. Orang tua agar lebih telaten mendidik atau menitipkan anaknya. Bahasa yang digunakan mudah dipahami dan diberikan catatan kaki ketika terdapat istilah khusus atau kata-kata berbahasa Jawa.
Kesibukan mengajar atau bekerja bukan halangan untuk menulis atau membaca buku. Memang waktu tidak bisa disamakan di hari Sekolah Membaca. Tapi untuk mereview bisa disisipkan di waktu yang lain.
Bacaan seperti buku ini bisa diakses gratis di aplikasi EPerpusdikbud. Satu buku bisa dipinjam selama satu minggu dan auto dikembalikan. Tujuannya agar tidak ada hutang di antara kita.
Judul : Catatan dari Balik Jendela Sekolah
Penulis : Thomas Utomo
Penerbit : Elex Media Computindo (Quanta)
Tebal : 249
Peresensi: M. Masnun