Oleh: Ustadz H. Ainur Rofiq
إِنَّ الْحَمْدَلِلهِ، نَحْمَدُهُ وَ نَسْتَعِيْنُهُ وَ نَسْتَغْفِرُهُ، وَ نَعُوْذُ بِهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا، مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلَا مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلَا هَادِيَ لَهُ، أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ وَ اَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ، اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وسَلِّمْ تَسْلِيْمًا كَثِيْرًا، أَمَّابَعْدُ
فَيَا أَيُّهَا الْمُسْلِمُوْنَ، اِتَّقُوْ اللهَ، اِتَّقُوْ اللهَ حيث ما كنتم فَٱسۡتَقِمۡ كَمَاۤ أُمِرۡتَ وَمَن تَابَ مَعَكَ وَلَا تَطۡغَوۡا۟ۚ إِنَّهُۥ بِمَا تَعۡمَلُونَ بَصِیرࣱ
Jamaah Jumat Rahimakumullah
Marilah kita bersama-sama meningkatkan ketakwaan kita sesungguhnya hanya takwa yang dapat menyelamatkan kehidupan ini hingga akhirat nanti. Salah satu jalan menuju ketakwaan yakni taubat. Bertaubat dari segala macam kekurangan, keburukan. Barang siapa yang dapat bertaubat, maka akan mendapatkan ketakwaan. Kata taubat sudah menjadi bahasa yang akrab dalam kehidupan kita sehari-hari. Taubat selalu diidentikkan dengan para pendosa. Taubat sering disandarkan kepada mereka yang bergelimang maksiat. Karena demikianlah taubat secara bahasa, yakni “kembali”.
Taubat secara teknis berarti meninggalkan perbuatan tercela. Kita bisa memetakan perbuatan tercela/maksiat itu; dosa kecil, dosa besar, atau tidak menyinggung dosa tapi sebetulnya mengandung dosa. Oleh karena itu Abdul Wahab Al-Sya’rani memetakan bahwa taubat ini ada tiga tingkatan.
Pertama, taubat orang yang melalukan dosa besar, kecil, kesalahan, kekejian yang termasuk dosa.
Kedua, orang yang bertaubat karena dirinya sudah merasa diterima taubatnya oleh Allah. Ini tidak menyangkut dosa, hanya saja dirinya merasa dirinya dekat dan diridhai Allah. Sesungguhnya ini adalah kesalahan yang diakibatkan oleh penyakit hati. Sehingga ia haru sbertaubat.
Ketiga, taubat orang yang melalaikan Allah meski hanya sekejap. Ini lah taubat yang paling tinggi.
Manusia ini ada beberapa tingkatan dalam beribadah. Pertama, orang yang hanya menjalankan syariat agama saja. Tingkatan kedua yakni mereka yang sudah bisa dekat dengan Allah. Sehingga ia tidak melihat perbuatannya apakah akan diberi pahala atau tidak. Ini adalah makrifah. Begitupun juga dengan taubat.
Allah berfirman dalam Al-Qur’an:
وَٱلَّذِینَ لَا یَدۡعُونَ مَعَ ٱللَّهِ إِلَـٰهًا ءَاخَرَ وَلَا یَقۡتُلُونَ ٱلنَّفۡسَ ٱلَّتِی حَرَّمَ ٱللَّهُ إِلَّا بِٱلۡحَقِّ وَلَا یَزۡنُونَۚ وَمَن یَفۡعَلۡ ذَ ٰلِكَ یَلۡقَ أَثَامࣰا
Dan orang-orang yang tidak mempersekutukan Allah dengan sembahan lain dan tidak membunuh orang yang diharamkan Allah kecuali dengan (alasan) yang benar, dan tidak berzina; dan barang siapa melakukan demikian itu, niscaya dia mendapat hukuman yang berat, [Surat Al-Furqan: 68]
یُضَـٰعَفۡ لَهُ ٱلۡعَذَابُ یَوۡمَ ٱلۡقِیَـٰمَةِ وَیَخۡلُدۡ فِیهِۦ مُهَانًا (69) إِلَّا مَن تَابَ وَءَامَنَ وَعَمِلَ عَمَلࣰا صَـٰلِحࣰا فَأُو۟لَـٰۤىِٕكَ یُبَدِّلُ ٱللَّهُ سَیِّـَٔاتِهِمۡ حَسَنَـٰتࣲۗ وَكَانَ ٱللَّهُ غَفُورࣰا رَّحِیمࣰا (70)
(yakni) akan dilipatgandakan azab untuknya pada hari Kiamat dan dia akan kekal dalam azab itu, dalam keadaan terhina,kecuali orang-orang yang bertaubat dan beriman dan mengerjakan kebajikan; maka kejahatan mereka diganti Allah dengan kebaikan. Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang. [Surat Al-Furqan: 69-70]
Hanya Allah yang bisa menerima taubat dan bisa menuntun kita ke jalan itu. Sebuah hikayat menceritakan bahwa Umar ibn Khattab berjalan di suatu lorong kota Makkah. Tiba-tiba ia menjumpai seorang pemuda yang gemar minum Khamar. Karena pemuda itu melihat Umar ia merasa takut dan gugup. Semerta-semerta pemuda itu menyembunyikan botol Khamarnya di balik jubah.
“Wahai pemuda apa yang ada di balik jubahmu?” tanya Umar. Ia merasa takut menunjukkan botol Khamar itu, di sisi lain ia tak berani berbohong kepada Umar. Sebab rasa takutnya itu, pemuda tersebut dicatat menjadi orang yang bertaubat. Dalam posisi itu pemuda tersebut berdoa, “Ya Allah jangan engkau tunjukkan maksiatku, keburukanku, kejelankau di hadapan Umar. Jika engkau kabulkan aku tidak akan minum Khamar selamanya.”
Pemuda tersebut akhirnya bilang kepada Umar bahwa yang di balik jubahnya adalah cuka. Umar tidak begitu saja percaya, ia meminta pemuda itu agar menunjukkannya. Subhanallah, ketika botol itu ditunjukkan kepada Umar tiba-tiba telah menjadi cuka.
Cerita ini menunjukkan bahwa modal untuk bertaubat itu hanya kemauan, tak butuh uang, barang dan lain sebagainya. Taubat merupakan salah satu rangkaian yang harus dilakukan bagi setiap mukmin. Karena taubat tidak menunggu seseorang untuk melakukan dosa terlebih dahulu.
بَارَكَ اللهُ لِي وَلَكُمْ فِي اْلقُرْآنِ الْعَظِيْم،وَنَفَعَنابه وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ اْلأٓيَةِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْم،فتقَبَّلَ اللهُ مِنِّي وَمِنْكُمْ تِلَاوَتَهُ إِنَّهُ تعالى جَوَّادٌ كَرِيْمٌ.البَرُّ الرَّؤُوْفُ الرَّحِيْمُ، و الحمد للهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ
*Madrasatul Qur’an (MQ) Tebuireng Jombang.
Transkrip: Yuniar Indra Yahya