Ilustrasi oleh: M. Najib

Oleh: KH. Fawaid Abdullah*

Dalam kitab Ihya’ Ulum ad Diin, Imam al Ghazali menyebutkan Ada 3 (tiga) tingkatan atau derajat manusia didasarkan pada kebaikan yang dia lakukan.

Tingkatan pertama, yaitu manusia yang berada dalam tingkatan mulia dan baik seperti derajatnya malaikat. Manusia dalam tingkatan ini, selalu berusaha memenuhi tujuan hidup dengan penuh kasih sayang dan hatinya selalu gembira atau bahagia dalam rido Allah SWT.

Kedua, manusia yang berada dalam tingkatan seperti binatang dan bebatuan, mereka ini tidak memperoleh kebaikan2. Hatinya keras dan susah dimasuki ilmu dan petunjuk. Bagaikan batu yang keras, mereka tidak menerima pendapat dan masukan dari orang lain soal kebaikan.

Ketiga, manusia yang berada dalam tingkatan seperti ular, kalajengking, dan binatang buas yang membawa kemudlaratan bagi manusia lain. Kalau nomor dua masih bisa diharapkan kebaikannya, sedangkan tingkatan ketiga ini, tidak bisa diharap kebaikannya. Manusia dalam tingkatan ini bahkan selalu memberikan keburukan kepada sesama dari pada keburukan.

Majalah TebuirengIklan Tebuireng Online

Lebih lanjut al Ghazali mengatakan, “Takutlah tingkatan manusia itu berada dalam posisi seperti binatang, bebatuan, ular, binatang buas yang hanya lebih banyak mudlaratnya.”

Manusia yang baik itu, yaitu manusia yang selalu bermanfaat. Hari-harinya selalu sibuk dengan kemaslahatan-kemaslahatan dan berbagai hal yang bermanfaat, baik bagi dirinya maupun bagi orang lain.

“Seseorang itu apabila tidak mampu bergaul, bercampur, atau ber-interaksi dengan manusia lainnya, maka uzlah (menyendiri/mengasihngkan diri) lebih utama,” begitu kata al Ghazali.

Namun, bilamana, jalan uzlah dirasa tidak mungkin, atau bahkan was-was yang sekiranya menyebabkan tidak mendapatkan rido Allah SWT bahkan tidak mampu dalam Ibadah, maka tidur menurut Al Ghazali justru lebih baik.

Mengapa dengan jalan tidur? Iya, karena tidur itu bagaikan saudara kembarnya kematian. Maksudnya, tidur ini merupakan sejelek-jeleknya pilihan.

Maka, menjadi manusia yang bermanfaat itu tetap sebaik-baiknya derajat manusia. Khairunnas Anfa’uhum Linnaas, sebaik-baiknya manusia adalah manusia yang bermanfaat bagi sesamanya.


*Santri Tebuireng 1989-1999, Ketua Umum IKAPETE Jawa Timur 2006-2009, saat ini sebagai Pengasuh Pesantren Roudlotut Tholibin Kombangan Bangkalan Madura.


MENJADI MANUSIA SESUNGGUHNYA, “Kajian Tasawwuf & Adab”, menurut Imam Al Ghazali.