Oleh: Rafiqatul Anisah*

Mushafahah berasal dari bahasa Arab yang berarti berjabat tangan atau bersalaman.  Mushafahah merupakan perbuatan yang sangat dianjurkan oleh Rasulullah SAW, sebab dengan begitu akan  mempererat tali persaudaraan antar sesama muslim.

Bersalaman ketika berjumpa dengan saudara kita sebagai bentuk tegur sapa mampu menguatkan rasa persaudaraan itu sendiri.  Selain itu bersalaman juga lumrah dilakukan ketika saudara kita datang dari jauh seperti dari tanah rantau atau selepas menunaikan haji/umroh.

Hadits riwayat Al- Barra’ bin ‘Azib Rasulullah SAW bersabda:

 الْبَرَاءِ بْنِ عَازِبٍ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَا مِنْ مُسْلِمَيْنِ يَلْتَقِيَانِ فَيَتَصَافَحَانِ إِلَّا غُفِرَ لَهُمَا قَبْلَ أَنْ يَفْتَرِقَا

Majalah TebuirengIklan Tebuireng Online

“Tidak ada seorang muslim yang bertemu kemudian berjabat tangan kecuali Allah telah mengampuni dosa keduanya sebelum mereka berpisah” ( H. R Ibnu Majah).

Secara umum hadits tersebut merupakan dasar kesunnahan berjabat tangan.

Ada beberapa pendapat ulama terkait berjabat tangan yang dikhususkan ketika selesai shalat.  Sebagian ada yang mengkategorikan sebagai bid’ah mubahah/hasanah, ada pula yang mengkategorikan sebagai sunnah mutlak.

Jika dikaitkan dengan situasi yang tengah menimpa bumi ini, pademi corona atau biasa disebut covid-19 sedang menyebar sebagai virus yang sangat ganas, berpotensi untuk menular dan mematikan. Oleh sebab itu ahli medis telah menghimbau untuk menghindari virus tersebut dengan beberapa cara, salah satunya ialah menghindari berjabat tangan atau bersalaman.

Dengan berdasarkan anjuran bersalaman, maka menjadi tidak dianjurkan jika malah menyebabkan terjangkitnya penyakit. Konteks ini sesuai dengan kaidah fiqih yang berbunyi

درء المفاسد مقدم على جلب المصالح

“Menolak mafsadah (kerusakan) didahulukan daripada mengambil kemaslahatan”.

Hal tersebut juga ditetapkan berdasarkan fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI)  nomor 14 tahun 2020 tentang “Penyelenggaraan Ibadah Dalam Situasi Terjadi Wabah Covid – 19” yang menetapkan dalam salah satu poin nya ialah orang yang sehat dan belum diketahui atau diyakini tidak terpapar Covid – 19, harus memperhatikan hal – hal sebagai berikut; 

  1. Dalam hal ia berada di suatu kawasan yang potensi penularannya tinggi atau sangat tinggi berdasarkan pihak yang berwenang maka ia boleh meninggalkan shalat Jumat dan menggantikannya dengam shalat dzuhur di kediaman, serta meninggalkan jamaah shalat lima waktu/ rawatib, Tarawih, Ied di masjid atau tempat lainnya.
  2. Dalam hal ia berada di suatu kawasan yang potensi penularannya rendah berdasarkan pihak yang berwenang maka ia tetap wajib menjalankan kewajiban ibadah sebagai mana biasa dan wajib menjaga diri agar tidak terpapar Covid – 19, seperti tidak kontak fisik langsung (bersalaman, berpelukan, cium tangan membawa sajadah sendiri dan sering cuci tangan pakai sabun.

Sumber :

– Buku “Potret Ajaran Nabi Muhammad dalam Sikap Santun Tradisi &  Amaliah NU

– Fatwa MUI nomor 14 tahun 2020


*Mahasantri Ma’had Aly Hasyim Asy’ari