ilustrasi orang berdoa

Di dalam salah satu ayat al-Quran, Allah berfirman:

وَاعْبُدُوا اللّٰهَ وَلَا تُشْرِكُوْا بِه شَيْـًٔا وَّبِالْوَالِدَيْنِ اِحْسَانًا

Sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatu apa pun. Berbuat baiklah kepada kedua orang tua.” (Q.S. An-Nisa: 36).

Melalui ayat di atas, kita bisa memetik satu informasi penting. Dalam hal ini, Allah sangat mengagungkan dan memuliakan hak-hak yang dimiliki oleh kedua orang tua. Hal ini dibuktikan dengan penempatan perintah untuk berbakti kepada kedua orang tua setelah perintah mengenai ibadah.

Informasi senada, bisa kita lihat di dalam salah satu firman Allah lainnya sebagaimana berikut,

Majalah TebuirengIklan Tebuireng Online

وَقَضٰى رَبُّكَ اَلَّا تَعْبُدُوْٓا اِلَّآ اِيَّاهُ وَبِالْوَالِدَيْنِ اِحْسٰنًا

Sembahlah Tuhanmu telah memerintahkan agar kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah berbuat baik kepada ibu bapak.” (Q.S. Al-Isra: 23).

Jadi, perihal berbakti kepada kedua orang tua memang menjadi perhatian khusus oleh Allah. Dari dua ayat di atas saja (sebenarnya masih ada banyak), kita bisa menyimpulkan bahwa berbakti kepada kedua orangtua adalah salah satu bentuk kita beribadah kepada Allah. Ia juga menjadi salah satu amal yang sangat mulia serta memiliki faedah yang sangat banyak.

Secara sederhana, berbakti kepada kedua orang tua bisa kita artikan sebagai pemenuhan hak-hak yang dimiliki oleh kedua orang tua, yang dilakukan oleh anak, menaati segala perintah dan larangan mereka (tentunya senafas dengan ajaran agama Islam). Dari situ, bisa kita pahami bahwa hal-hal yang bisa membuat orang tua sengsara, sedih bahkan kecewa, adalah perbuatan yang bisa dikatakan melanggar aturan berbakti kepada kedua orang tua.

Kisah Keutamaan Berbakti kepada Orang Tua

Mengenai keutamaan berbakti kepada kedua orang tua, ada satu kisah panjang yang kiranya bisa kita petik satu dua hikmah pelajaran darinya. Kisah ini penulis ambil dari salah satu kitab hadis paling fonumenal, yakni Shahih Bukhari dan Shahih Muslim. Kisah yang tentunya bisa membuat pembaca sedikit merenung akan pentingnya berbakti kepada kedua orang tua.

Kisah lengkapnya sebagaimana berikut:

Suatu hari, sahabat Abdullah bin Umar berkata, “Saya dahulu pernah mendengar satu informasi dari Nabi Muhammad. Informasi tersebut sebagaimana berikut, pada zaman dahulu kala (yakni zaman kependudukan Bani Israil), ada tiga orang sedang melakukan rihlah bersama. Di tengah jalan, tiba-tiba ada angin kencang menerpa mereka. Hal ini membuat mereka harus mengungsi dan mencari tempat teduh. Akhirnya mereka menemukan ada sebuah goa yang cukup digunakan sebagai tempat pengungsian.”

“Setelah mereka masuk ke dalam goa, mereka memilih satu tempat dan beristirahat di situ. Tiba-tiba, ada sebuah batu besar yang menggelinding dari atas gunung, menuju pintu goa yang menganga. Tanpa disangka, pintu goa tertutup rapat dengan batu besar tersebut.”

Menyadari hal tersebut, ketiga orang tersebut berdiskusi. Mereka mendiskusikan perihal bagaimana mereka bisa keluar dari goa tersebut setelah bencana angin kencang reda. Setelah memikirkan lumayan lama, akhirnya salah satu dari tiga orang tersebut memberikan usulan sebagaimana berikut, “Kita tidak bisa selamat dari musibah ini kecuali kita berdoa kepada Allah seraya bertawasul dengan amal baik yang pernah kita lakukan selama ini.”

Akhirnya usulan tersebut mufakat. Mereka terima usulan tersebut. Setelah itu, mereka bersiap-siap untuk berdoa kepada Allah.

Orang pertama akhirnya berdoa. Isi doanya sebagaimana berikut, “Ya-Allah! Saya memiliki kedua orangtua yang sudah sepuh. Saya tidak pernah memberikan satupun minuman atau makanan kepada orang lain, kecuali bapak dan ibu saya sudah makan dan minum. Hal ini juga berlaku kepada keluarga serta budak yang saya miliki. Satu hari, saya mencari rumput di tempat nan jauh. Saya pulang, dalam keadaan kedua orang tua saya sudah tertidur pulas.”

“Setelah sesampainya di rumah, saya memeras susu untuk kemudian akan saya serahkan kepada kedua orangtua. Namun saya tidak mau membangunkan mereka. Saya juga tidak memberikan susu tersebut kepada keluarga dan budak saya. Saya memilih diam dan menunggu kedua orang tua bangun.”

“Pada satu waktu yang sama, anak-anak saya menangis karena menginginkan air susu tersebut. Namun, saya tetap memilih untuk mendahulukan kedua orangtua dan memilih menunggu mereka bangun. Akhirnya, setelah fajar tiba, mereka bangun. Setelah itu, mereka meminum air susu hasil perasan saya tadi malam.”

“Ya-Allah! Jikalau apa yang saya lakukan tersebut benar-benar iklas hanya karena-Mu, maka berilah kami pertolongan dari musibah yang sedang menimpa.”

Akhirnya, setelah orang pertama berdoa, tampak pintu goa terbuka sedikit.

Sedang orang kedua berdoa dengan perantara amal baik berupa bisa menahan hawa nafsu dari godaan perempuan cantik. Sedang orang ketiga, berdoa dengan perantara amal baik berupa dermawan kepada orang lain.

Akhirnya, setelah ketiga orang tersebut berdoa dengan bertawasul menggunakan amal baik yang pernah mereka lakukan, goa yang awalnya tertutup dengan batu besar terbuka kembali. Setelah itu, ketiga orang tersebut pergi meninggalkan goa.

Poin yang penulis maksud adalah kisah orang pertama. Di mana pada momen tersebut, ia berdoa dengan perantara amal baik berupa berbakti kepada kedua orangtua. Dari kisah tersebut jelas bahwa doa yang ia lakukan benar-benar dikabulkan oleh Allah. Tentunya dengan perantara berbakti kepada kedua orang tua.

Wahai Pembaca! Sudah penulis sebutkan di awal bahwa status hak kedua orang tua memang mulia di mata Allah. Status ini tentunya akan berefek ke aspek lain yang juga akan mulia. Dalam hal ini adalah doa anak yang berbakti kepada kedua orang tua. Doanya akan senantiasa dikabulkan oleh Allah.

Demikianlah catatan sederhana mengenai kemuliaan berbakti kepada kedua orangtua. Semoga dari kisah sederhana di atas, kita bisa mengambil satu dua hikmah dan pelajaran, terlebih kita bisa mengaplikasikannya di dalam kehidupan sehari-hari.

Baca Juga: Tidak Ada Toleransi dalam Berbakti pada Orang Tua


Referensi: Kitab “Risalah Akhlak Birr Walidain” karangan KH Ahmad Mujab


Ditulis oleh Moch. Vicky Shahrul H, Mahasantri Mahad Aly An-Nur II Al-Murtadlo Malang