Tarim, Yaman. (foto: pinterest)

“Tarim, Sebuah kota kecil yang meski tak terlihat menarik pemandangan alamnya, tak bersahabat cuaca dan kulinernya, namun justru membuat saya mengerti hakikat hidup yang sesungguhnya.”

Sebuah kalimat yang menjadi bagian dari kata pengantar penulis ini sangat sesuai dengan gambaran kota Tarim yang menjadi latar perjalanan dalam buku ini.

Perjalan penulis, Halimah Alydrus di kota Tarim dimulai dengan ajakan Sang Kakak yang ingin bersekolah di Darul Mustofa. Ajakan yang sempat tidak menarik dan menghadirkan kebimbangan karena baik Ia ataupun Sang Kakak belum tahu secara pasti adakah pondok pesantren untuk perempuan di sana.

Namun, pada akhirnya keraguannya hilang seketika mendengar pernyataan Sang Kakak bahwa kota tarim adalah kota seorang ulama yang selalu disebut oleh keluarga mereka saat mengakhiri doa yang diajarkan Sang Ayah selepas membaca Ratib Al-Haddad pada waktu Maghrib.

Majalah TebuirengIklan Tebuireng Online

“Ya rabbanaa yassir lanaa umurana bijahi Sayyidina Muhammad bin Ali Ba’alawy”. (hal. 3)

Faktor lain yang membuat Halimah tertarik dengan Tarim adalah kedatangan seorang ulama dari Yaman saat penulis di Pondok Pesantren Darullughah. Peristiwa yang menghadirkan Magic moment dalam hidupnya, peristiwa penting di mana bumi seolah berhenti dan semesta berporos pada momen tersebut.

Ceramah ulama tersebut tentang ketersambungan hati para wali yang tak pernah terputus terhadap Allah menjadi titik fokus pikirannya, hingga tak satu kata pun tertulis dalam buku yang sudah ia persiapkan.

Ia hanya menulis satu kalimat, yakni nama dari tamu tersebut, ‘Habib Umar bin Hafidz, Tarim, Hadramaut, Yaman.’ Peristiwa yang membuat ia berdoa agar diberi kesempatan untuk berguru padanya.

Setibanya di kota seribu wali ini, hal yang pertama dilakukan Halimah dan kakaknya adalah berziarah ke makam Imam Al-Muhajir Ilallah Ahmad bin Isa, cucu Nabi Muhammmad SAW yang merupakan kakek dari para Habaib yang tersebar di seluruh dunia, kemudian dilanjutkan ziarah ke makam para wali di perkuburan Zanbal, hingga mereka dapat berziarah ke makam yang paling utama, Al-Faqihil Muqoddam Muhammad bin Ali Ba’alawy.

Dialektika bahasa Arab yang digunakan penduduk kota Tarim berbeda dari bahasa Arab Fusha yang dipelajari Halimah di pesantren. Hal ini menjadi ujian yang berat baginya, di samping cuaca yang sangat tidak bersahabat.

Perjalanan Halimah berlanjut saat ia menimba ilmu di Daruzzahra, sebuah sekolah untuk perempuan yang dipimpin oleh Hubabah istri dari Habib Umar. Namun, selain di sana, kota Tarim menyimpan beribu-ribu pengajaran bagi orang yang menjelajahi setiap sudutnya, tak terkecuali bagi Halimah.

Habib Abdurrahman Assegaf ulama terkemuka pada zamannya pernah mengatakan, “jalanan kota Tarim adalah guru bagi yang tak berguru.” (hal. 20)

Kota Tarim mengantarkan Halimah kepada sebuah ketakjuban. Keadaan pasar yang aneh, di mana saat sedang sepi para penjual membahas khilafiyah Madzhab Syafi’i dari kitab Minhaj, seorang montir yang hafal al-Qur’an, supir taksi yang senantiasa membaca al-Qur’an saat menunggu penumpang, serta seorang ibu yang berlinang air mata saat bercerita bahwa semalam ia tidak berjamaah karena anaknya terpaksa menginap di luar kota.

Kisah lain yang sangat menakjubkan adalah saat Sang Kakak ingin membelikan baju untuk Halimah, karena di sana baik pedagang maupun pembeli adalah laki-laki, penjualnya menolak untuk dibayar sebelum Halimah cocok dengan baju tersebut.

Kakaknya menyarankan kepada si penjual untuk membayar terlebih dahulu dan mengatakan bahwa uang tersebut sebagai jaminan bahwa si penjual tidak akan ditipu. Namun, si penjual tetap bersikeras menolak karena tidak mau menyimpan uang yang bukan miliknya, ia juga mengutarakan kepercayaannya pada kakak Halimah.

Saat ditanya, “Kenapa kau yakin aku tak begitu (read : menipu) ?” Tanpa ragu si penjual menjawab, “Sebab kamu mukmin, orang yang beriman tak akan berbohong, Nabi Muhammad SAW yang bilang begitu.”

Sebagimana judulnya, buku ini mengantarkan pembaca pada sebuah perjalanan menemukan jati diri. Membuka pandangan, kembali membangun kepercayaan kepada manusia, mendorong untuk selalu berprasangka positif. Karena di bumi yang sama, di mana tipu daya dan sandiwara sering disematkan kepadanya, terdapat kisah tentang sekelompok manusia yang hidup berhasil menjalankan eksistensinya sebagai hamba.

Judul Buku: Assalamualaikum Tarim ; Sebuah Perjalanan Menemukan Diri Sendiri
Penulis: Halimah Alydrus
Penerbit : Wafa Production
Tahun : 2022
Tebal : 151 halaman
ISBN : 978-602-15833-3-3
Peresensi: Himmayatul Husna