sumber gambar: tirto.ID

Oleh: Sayyidah*

Salah satu kebahagiaan dalam hidup adalah saat bersama orang yang dikasihi, dan itu merupakan impian semua orang, namun kematian kadang memisahkan kita secara lahiriyah. Di sinilah kesabaran seorang diuji, diantara sosok yang patut kita jadikan teladan dalam menghadapi ujian perpisahan kematian adalah Sayyidah Aisyah.

Sosok seorang perempuan ahlul hadis yang berguru kepada Rasulullah dalam bingkai pernikahan, Ayahnya pun yakni sahabat Abu Bakar adalah sahabat karib Rasulullah yang setia dan sahabat pertama yang mempercayai Rasul dalam kisah Isra Mikraj sehingga memiliki gelar As-sidiq.

Membahas Sayyidah Aisyah tentu juga membahas kehidupan masa lalu perempuan tangguh tersebut, dalam banyak pembahsan mengulasnya dari segi politik, fiqih, serta keilmuan. Diantara buku yang menceritakan sisi-sisi kehidupan adalah kitab Aisyah Ummul Mukminin, ayyamuha Wa Siratuha Al-kamilah Fi Shafahat buah karya Syekh Ramadhon Al-Buthi yang juga sudah diterjemahkan dalam bahasa Indonesia dengan Judul Sayyidah Aisyah Ummul Mukminin.

Diantara kesabaran beliau tercermin ketika sang ayah sahabat Abu bakar yang menjadi Khalifah pertama Rasulullah kembali ke haribaan Sang Khalik. Syair ini pula yang mencerminkan kefasihan Sayyidah Aisyah dalam berbahasa Arab. Hal ini disepakati oleh penulis biografi beliau bahwa Sayyidah Aisyah adalah Wanita Arab paling fasih pada masanya. At-Tirmidzi meriwayatkan dari Musa bin thalhah,ia berkata “saya tidak melihat seorangpun yang lebih fasih dalam berbahasa Arab melebihi Aisyah’’[1]

Majalah TebuirengIklan Tebuireng Online

Bunyi syair tersebut sbb.

نضّر الله وجهك يا اَبِي، وشكر لك صالح سعيك، فلقد كنت للدنيا مذلّا بإدبارك عنها، وللآخرة معزّا بإقبالك عليها، ولئن كان أجلّ الحوادث بعد رسول الله صلى الله عليه وسلم رزؤك، وأعظم المصائب بعده فقدك، إن كتاب الله ليعد بحسن الصبر عنك حسن العوض منك، وأنا أستنجز موعود الله تعالى بالصبر فيك، وأستقضيه بالاستغفار لك، أما لئن كانوا قاموا بأمر الدنيا فلقد قمت بأمر الدين لما وهي شعبه «5» وتفاقم صدعه  ، ورجفت جوانبه  ؛ فعليك سلام الله توديع غير قالية لحياتك، ولا زارية على القضاء فيك[2]

“Semoga Allah Subhanahu wa Ta’ala menjadikan wajhmu berseri-seri wahai ayahku, dan semoga Allah mensyukuri segala kebaikan jasa-jasamu. Sungguh, kamu telah menghinakan dunia dengan berpaling darinya, dan kamu telah bersungguh-sungguh dalam menggapai akhirat dengan mendatanginya. Sungguh, jika ada peristiwa terbesar yang terjadi setelah wafatnya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, itu pasti kewafatanmu ini, dan sungguh musibah terbesar setelah wafatnya beliau adalah kehilanganmu. Sesungguhnya Al-Qur’an telah menjanjikan pengganti terbaik sebab bagusnya kesabaranmu. Dan saya akan menunggu terwujudnya janji Allah Subhanahu wa taala dengan kesabaran, dan saya akan memohon penggantinya dengan mendoakanmu. Sungguh, jika orang-orang memperhatikan urusan agama di saat bagian-bagiannya hampir runtuh, keretakannya semakin parah, dan sisi-sisinya goyang. Salam dan Rahmat Allah atas dirimu, perpisahan tanpa membenci hidupmu, dan tidak mempersilahkan takdir atas dirimu.”[3]

Syair lain yang menunjukkan kesabaran dan kebijaksanaan beliau adalah pada ungkapan beliau pada peristiwa terbunuhnya khalifah Utsman dan perang jamal.

Begitulah kesabaran sosok teladan ini terlengkapi dengan keilmuan dan kesabaran yang dapat kita tiru dalam kehidupan sehari-hari.

*Santri Pondok Putri Pesantren Tebuireng

[1] Sayyidah Aisyah Ummul Mukminin, Penerjemah ; Masturi Ilham, & Arif Khoiruddin, Judul Asli Aisyah Ummul Mu’minin, Ayyamuha Wa siratuha Al-Kamilah fi Shafahat. 93

[2] Zahr Al-adab,Al-Qairuwani, 1/72

[3] Sayyidah Aisyah Ummul Mukminin 94