Sumber gambar: http://klikislam.com

Oleh: Nailia Maghfiroh*

Shalat merupakan bentuk isim masdar yang berasal dari akar kata صلى-يصلى-صلاة yang menurut bahasa bermakna doa. Sedangkan shalat secara terminologi bermakna suatu kegiatan yang diawali dengan takbir dan di akhiri dengan salam. Dalam Islam, kita mengenal shalat sebagai salah satu bentuk ritual khusus yang dilakukan oleh orang-orang muslim sebagai bentuk komunikasi langsung antara seseorang dengan Allah SWT. Karenanya, shalat berhukum fardhu ‘ain bagi setiap muslim dalam keadaan apapun dan bagaimanapun. Sebab pada hakikatnya, tujuan utama disyari’atkannya shalat ialah, agar meski seseorang memiliki banyak kesibukan ia tetap memiliki waktu di mana dia hanya akan mengingat Allah dan meninggalkan dunianya.

Awal disyari’atkannya shalat ialah setelah Nabi mendapat perintah Allah SWT secara langsung ketika melaksanakan Isro’ dan Mi’roj. Disamping itu, perintah shalat juga didasarkan pada firman Allah SWT pada surat Al-Baqoroh ayat 43;

وَأَقِيمُوا الصَّلاةَ وَآتُوا الزَّكاةَ وَارْكَعُوا مَعَ الرَّاكِعِينَ (43)

Terjemah: Dan laksanakanlah shalat, tunaikanlah zakat, dan rukuklah beserta orang yang rukuk (Al-Baqoroh:43)

Majalah TebuirengIklan Tebuireng Online

Seseorang yang shalat, jika didasarkan pada akar kata dari kata shalat itu sendiri maka disebut dengan مصلى  (orang yang shalat), namun jika kita teliti dari firman Allah surat Al-Baqoroh ayat 43 diatas, maka pelaku shalat yang sesuai perintah Allah diatas disebut dengan مقيم الصلاة  (orang yang mendirikan shalat). Lalu apakah ada perbedaan antara مصلى   dan مقيم الصلاة ?

Dalam kitab tafsir karangannya Tafsir al-Misbah DR. Quraisy Syihab menjelaskan bahwa yang dikehendaki dengan lafad أَقِيمُوا diatas ialah melaksanakan sesuatu secara sempurna, karenanya dalam firmannya yang lain  surat al-Ma’un ayat 4 Allah mengatakan;

فَوَيْلٌ لِلْمُصَلِّينَ (4) الَّذِينَ هُمْ عَنْ صَلاتِهِمْ ساهُونَ (5)

Terjemah: Celakalah orang-orang yang shalat (4) Yakni orang-orang yang lalai dalam shalatnya (5)

Dalam ayat ini Allah mengancam orang yang shalat dengan sebutan مصلين yang kemudian ditafsiri oleh ayat selanjutnya, bahwa yang celaka ialah mereka yang lalai dalam shalatnya. Maka dengan demikian ada dua kategori orang yang shalat yakni مصلى dan مقيم الصلاة. Lantas siapakah yang dimaksud oleh Allah dengan sebutan مقيم الصلاة dalam surat al-Baqoroh ayat 43?

Jika kita kembalikan kepada definisi shalat dalam pembahasan awal, maka akan kita dapati bahwa yang dimaksud shalat ialah gerak jasmani secara murni sejak awal takbir, rukuk, i’tidal, sujud, dll. Seseorang yang melaksanakan definisi shalat secara sempurna maka ia hanya telah melaksanakan unsur gerak jasmani dalam shalat sesuai dengan apa yang diajarkan oleh Nabi Muhammad. Namun, dia belum menunaikan shalat secara sempurna sehingga ia belum termasuk dalam  مقيم الصلاة.

Dalam tafsir yang sama, DR.Quraisy Syihab menjelaskan bahwa, seseorang yang melaksanakan shalat secara sempurna ialah mereka yang mampu menghayati setiap lafadz dalam shalat secara sempurna, sehingga ada gerak rohani disini yang menjadi penyempurna. Orang yang mendirikan shalat ialah mereka yang mampu mengkolaborasikan gerak jasmani dan rohani dalam setiap shalatnya. Bukan hanya melulu melakukan gerakan-gerakan shalat namun juga mendalami maknanya. Sebab, dalam shalat ada banyak lafadz-lafadz yang harusnya jika seseorang memahami maknanya dan mampu menghayatinya maka secara psikis dia akan mengalami goncangan mental yang dahsyat sebab penghambaan yang begitu sempurna kepada Allah SWT. Dalam doa iftitah misalnya, ada suatu bacaan yang berbunyi;

إن صلاتي ونسكي ومحياي ومماتي لله رب العالمين

Terjemah: Sesungguhnya shalatku, ibadahku, hidupku, dan matiku hanyalah untuk Allah Tuhan semesta alam.

Ada sebuah kepasrahan yang totalitas dalam lafadz ini. Jika seseorang dalam tiap shalatnya mampu memahami dan menghayati kalimat ini, maka seharusnya tidak akan ada kegelisahan dan akan muncul rasa takut dalam jiwanya jika sampai mengingkari apa yang sudah Allah tetapkan baik terkait dengan Allah maupun sesama manusia.

Maka mungkin, kini kita sudah tidak perlu heran jika semakin banyak orang yang shalat namun masih ada banyak kemaksitan merajalela di atas bumi. Sebab banyak dari kita yang masih belum bisa mendirikan shalat secara sempurna.


*Penulis adalah Mahasantri Ma’had Aly Hasyim Asy’ari Tebuireng Jombang.