tebuireng.online – Usai selesai pembahasan tata tertib dan AD/ART NU, muktamirin Muktamar ke-33 NU diarahkan kembali menuju ke lokasi sidang masing-masing komisi (3/8). Semangat bermuktamar masih menggelora meski harus bolak balik ke lokasi rapat umum di alun-alun, ke pemondokan, dan lokasi sidang komisi yang letaknya berjauhan.
Di Pesantren Tebuireng sendiri ditempati komisi sidang pleno rekomendasi. Sidang pleno rekomendasi berisi mengenai usulan rekomendasi solusi terhadap permasalahan baik internal maupun eksternal NU. Sidang pleno rekomendasi dimulai sejak pukul 17.00 WIB dan acara sidang diskors mulai jam 19.00 WIB karena muktamirin harus berangkat menuju alun-alun untuk melanjutkan sidan Pleno LPJ.
Tempat Sidang Rekomendasi dibagi menjadi empat tempat yang berbeda berdasarkan permasalahan, yaitu persoalan keumatan, kebangsaan, dan internasional. Sidang Rekomendasi sore ini masih berkutat untuk menampung sebagian saran dari muktamirin. Berbagai saran diajukan baik redaksi maupun substansi. Masih banyak saran yang belum tertampung karena waktu yang sangat terbatas.
Sidang harus dihentikan dua kali. Yang pertama untuk menunaikan sholat maghrib dan yang kedua untuk kembali menuju ke alun-alun melanjutkan sidang LPJ. Sidang komisi Rekomendasi dihentikan pada pukul 19.00 dan dijadwalkan akan dilanjutkan hari berikutnya Selasa, 4 Agustus 2015 pukul 08.00. Dalam sidang rekomendasi, persidangan dipimpin oleh Mas Rumadi, Masduki Baidhowi, dan Alissa Wahid Putri Gus Dur.
Persidangan dimulai dengan unjuk pendapat dari perwakilan perwilayah PWNU se-Indonesia. Beberapa perwakilan dari PWNU mengutarakan beberapa masukan untuk sidang rekomendasi antara lain; PBNU perlu Laskar aswaja, agar bisa menengahi perbedaan madzhab, PBNU perlu meranang lembaga dakwah yang profesional mengingat respon dakwah terasa kurang di daerah.
Dari PWNU DKI, mengusulkan NU sebagai pelopor tasammuh perlu ikut andil kasus intoleransi dalam ranah nasional sehingga mampu mendamaikan umat. Sedangkan perwakilan Kalimantan Barat memohon agar NU bisa diselaraskan lebih universal namun tetap selaras dg kearifan budaya lokal tanpa mengurangi syariat yang diajarkan ulama. Sementara dari Papua Barat meminta NU menjadi penengah dan pendamai masalah yang terjadi belakangan ini dengan arif dan tidak ikut-ikut mengeneralisir kadaan konflik yang terjadi.