tebuireng.online – Suatu hari Cak Jahlun disuruh Kyai Sepuh mengikuti seminar pesantren menggantikan beliau, di Pondok Lain. Sebelum masuk ia mendatangi resepsionis untuk pendataan peserta seminar.
Resepsionis : “Nama anda siapa…?”
Cak Jahlun : “Jahlun”
Resepsionis : (bingung) “Kok, Jahlun…?, Anda tahu artinya kan…?”
Cak Jahlun : “Iya”
Resepsionis : “Apa artinya…?”
Cak Jahlun : “Bodoh…”
Resepsionis : “Kok bisa punya nama itu…?”
Cak Jahlun : “Teman-teman saya memanggil saya seperti itu”
Resepsionis : “Kok mau aja dipanggil nama itu…?”
Cak Jahlun : “Sebab saya santri bodoh”
Petugas resepsionis mulai yakin kalau orang yang dihadapannya benar-benar bodoh.
Resepsionis : (meremehkan) “Kalau anda bodoh, apa bisa paham dengan isi seminar nanti…?”
Cak Jahlun : “Tidak apa-apa Mas, itu cuma julukan. Kalau kita ngaku pintar, bukan santri namanya. Menurut Sayyidina Ali, santri itu :
مَنْ لَا يَدْرِي وَيَدْرْي أَنَّهُ لَايَدْرِي فَهُوَ طَالِبٌ فَعَلِّمُوهُ
Resepsionis : “Kalau boleh tahu apa artinya…?”
Cak Jahlun : Nah lho, yang Jahlun siapa nih…?”
Resepsionis : “@#???#/?”