sumber ilustrasi: verywell mind

Oleh: Dian Bagus Pratama*

Gangguan atau tantangan psikologis yang diakibatkan dampak luka seseorang pada masa kecil akibat absennya ayah secara emosional, dirasakan oleh beberapa orang. Meski tidak semua kalangan familiar dengan kondisi yang disebut dengan istilah Daddy Issues ini, namun kita tak bisa memungkiri hal ini terjadi dan ada.

Daddy Issues bisa dialami siapa saja, baik laki-laki maupun perempuan. Namun sejumlah pihak menstigma daddy issues ini terjadi tidak lain dan tidak bukan (kebanyakan) pada perempuan, tentang bagaimana perempuan menjalani relationship dengan lawan jenisnya. Perempuan dengan daddy issues akan cenderung melihat sosok pria dengan perspektif yang berbeda.

Banyak argumen mengatakan bahwa seorang dengan daddy issues disebut teori father complex. Memiliki kekurangan dalam kasih sayang yang diberikan oleh ayahnya, serta ada afeksi-afeksi tertentu yang tidak diberikan oleh ayahnya sehigga perempuan dengan daddy issues akan haus dengan kasih sayang dari pasangannya, ketakutan terbesar dalam dirinya adalah tidak dicintai.

Bila dikaitkan dengan daddy issues, sosok cinta pertama seorang anak perempuan bisa dibilang adalah sosok sang ayah namun sosok yang menyakiti hatinya pertama kali pun sang ayah, dan hal ini yang akan merubah cara pandang anak perempuan ini dalam melihat sosok pria.

Majalah TebuirengIklan Tebuireng Online

Sebagai contoh, pada masa anak-anak, kita membutuhkan sosok orangtua untuk membentuk relasi yang mampu membentuk relasi yang mampu membuat kita merasa aman. Ketika hal ini tidak terpenuhi, saat dewasa secara tidak sadar itu akan mempengaruhi kita secara psikologis.

Lalu bagaimana kalau kita mengalami daddy issues? Paling tidak ada dua hal yang benar-benar membantu.

Pertama adalah memaafkan, memaafkan diri sendiri, memaafkan orangtua dan memaafkan kehidupanya. Memang ini bukan perihal yang mudah, banyak hal ketika kejadian tersebut dialami akan terasa marah, kecewa, dan tidak terima. Namun hal tersebut akan sirna ketika kita memaafkan.

Kedua adalah lebih mencintai diri sendiri. Ini mungkin terdengar klise, namun ini yang benar-benar membantu dan cobalah melakukan kegiatan yang diminati dengan begitu perlahan akan menemukan makna dalam diri. Banyak hal di luar sana yang layak untuk diberi cinta dan memberi cinta, bukan hanya sekadar siapa pasangan anda tapi siapa diri teman-teman sebenarnya.

Kembali lagi ke topik awal, sosok ayah memang begitu mempengaruhi tumbuh kembang seorang anak baik itu secara sensorik dan motoriknya. Namun, apakah porsi seorang ayah bisa digantikan oleh ibu, serta kerabat dan yang lainnya, jika di dalam hidupnya tidak menemukan peran maupun figur seorang ayah?

Bisa banget sebenarnya, lagi-lagi kalau kita membicarakan daddy issue bukan hanya karena fisik tetapi juga secara psikologis. Jadi, sebenarnya bukan hanya karena ada sosok ayah melainkan secara psikologis perannya secara tidak langsung telah digantikan oleh ibunya, maupun kakek dari bapak maupun ibunya karena di masa tumbuh kembangnya tinggal bersama.

Namun pada akhirnya baik laki-laki dan perempuan tetap saling menjaga dirinya masing-masing, baik itu dalam relationshipnya maupun dalam lingkup keluarga, mengenali sedari dini mungkin akan halnya daddy issue ini serta mengenali diri, dan mengasihi dalam dirinya sendiri.

*Alumnus Unhasy Tebuireng.