Book review. foto: masnun/to

Judul: Jadilah Umat yang Bersahaja; Seni Mengkritik dalam Islam
Judul asli: Limadza Nakhafu an-Naqd?
Penulis: Syaikh Salman bin Fahd al-Audah
Penerjemah: Hendi Fajar Rahadian
Penerbit: Marja Cetakan: III, Desember 2017
Tebal: 124 halaman
Pengulas: M. Masnun

Membaca buku ini seperti merasakan realita umat muslim zaman sekarang (kontemporer). Sebenarnya peristiwa yang terjadi sekarang merupakan pengulangan yang terjadi di masa lalu. Banyak disebutkan kisah-kisah tentang bagaimana kritik di masa Rasulullah maupun sahabat. Hadis dan hikayat yang ada diberikan catatan referensinya di tiap bab (tahqiq).

Buku ini terdiri dari 9 bab dan 1 penutup. Begitu banyak kata mutiara di setiap bab dan menjadikannya seperti membaca meme di sosmed. Koreksi terdiri dari 2 macam: koreksi umum dan koreksi khusus.

Koreksi umum berlaku bagi orang yang peka. Model koreksi ini banyak dicontohkan dalam Al Quran, seperti “Dan di antara manusia ada orang yang ucapabnya tentang kehidupan dunia menarik hatimu.” (QS. al-Baqarah: 204).

Sedangkan koreksi khusus dibagi menjadi dua: koreksi diri sendiri dan koreksi orang lain. Koreksi diri sendiri bisa dilakukan individu, kelompok atau negara. Kesalahan yang ditemukan diri sendiri akan lebih mudah memperbaikinya (hlm. 65).

Majalah TebuirengIklan Tebuireng Online

Setiap orang lain didorong untuk melakukan koreksi dengan baik dan benar. Sebab, tidak semua orang bisa memahami apa itu koreksi dan bagaimana cara menyampaikannya. Yang utama dibahas dalam buku ini adalah mengoreksi orang lain. Tidak diperkenankan untuk mengungkapkan hal-hal pribadi yang tidak diketahui oleh orang lain dan tidak berhubungan dengan kemaslahatan umat.

Contohnya adalah surat kabar hanb berjudul “Skandal…!” Skandal itu berhubungan dengan kehidupan pribadi seseorang dan terkadang orangnya masih hidup. Keadilan seringkali terasa berat dalam melakukan koreksi. Orang yang selalu diberi kebaikan dan dipuji, akan berat mengoreksi. Yang terjadi adalah pembenaran tanpa memberikan koreksi. Namun koreksi bukanlah hal yang perlu dicari-cari. Apalagi dibincang-bincangkan dalam majelis dan diekspos secara umum.

Allah berfirman dalam Qs al-Hujurat:12, “Janganlah kalian mencari-cari kesalahan.” Ada empat kondisi khusus yang diperbolehkan untuk membicarakan orang lain. Pertama, orang yang terang-terangan berbuat fasik/maksiat dan menjerumuskan masyarakat. Kedua, orang yang sering menipu dan berpura-pura berperilaku baik. Ketiga, tokoh-tokoh yang masyhur berpengaruh, entah itu akhlaknya baik maupun buruk. Keempat, orang yang terang-terangan memperlihatkan kejahatannya.

Syaik Salman bin Fahd al-Audah dilahirkan pada 1956 M di Arab Saudi. Beberapa karyanya adalah Syarah Kitab Bulughul Marom, Syarah Kitab “Al-Umdah fil Fiqh”, Tafsir “Isyraqat Qur’aniyah”, Ta’liq “Mukhtashar Shahih Muslim”, Kitab “If’al walaa haraj”, Kitab “Ma’allah”, Kitab “Ma’almusthafa”, Kitab “Ma’al ilmi”, Kitab “Banaatii”, Kitab “Syukran Ayyuhal a’daa”, Kitab “Walaa yazaaluuna mukhtalifiin”, Kitab “Thufuulatu Qalbin”, dan Kitab “Ma’al a’laam”.

Tahun 1994-1999, dia dipenjara oleh pemerintah Saudi. Setelah itu mendapatkan gelar doktor di Universitas Al-Jinan, Lebanon, 2004. Tahun 2017 beliau ditangkap lagi dengan setelah mencuit di Twitter tentang rekonsiliasi Arab Saudi dan Qatar. Website dan Majalah yang biasa digunakan untuk menulis pun tidak bisa dibuka sekarang, islamtoday.net (mungkin sudah waktunya ganti islamtoday.org, kalau eror lagi ganti islamtoday.online).

Lawan dari buku ini adalah Sebuah Seni untuk Bersikap Bodo Amat. Memilih peduli terhadap orang lain atau tidak. Tata cara menenangkan diri melawan tata cara untuk mengoreksi diri. Ada 22 yang perlu diperhatikan sebelum melakukan koreksi. Tidak cukup untuk disebutkan dalam bahasan ulat buku kali ini. Bisa dibaca langsung di bukunya.

Setiap muslim hendaknya mengoreksi kesalahan yang dilihat dengan syarat tujuan perbaikan dan dilakukan dengan baik dan tepat. Orang yang tidak suka dikoreksi akan menjadi banyak kesalahannya dan makin sulit diobati. Jangan sampai suatu kritikan menjadi suatu yang menakutkan, alat ekspos aib, fitnah, dan pencemaran nama baik.

Buku ini menarik bagi orang yang tidak ingin mengurusi orang lain karena akan menggugah rasa untuk peduli terhadapnya. Juga bagus untuk orang yang sering membicarakan orang lain. Bagus karena akan memberikan filter terhadap bahan bahasan yang diomongkan kepada teman-temannya. Intinya buku ini bagus untuk semua pembaca.

Merendahkan orang lain pada hakikatnya adalah mempertegas kerendahan diri-sendiri. (Gus Mus)