tebuireng.online– UNHASY kembali adakan seminar internasional memperingati Muktamar ke-33 NU di Ruang diskusi Dosen Gedung Universitas Hasyim Asy’ari Tebuireng. UNHASY menghadirkan peneliti NU terkenal yaitu Prof. Martin Van Bruinessen dari Univeristas Utrech Belanda, Prof. Mitsuo Nakamura dari Jepang dan didampingi oleh Prof. Dr. Haris Supratno selaku wakil pimpinan UNHASY. Diskusi internasional yang diikuti oleh ratusan undangan dimoderatori oleh Aan Anshori dari Jaringan Gusdurian Jawa Timur.

Peserta seminar yang membludak membuat panitia menyiapkan multimedia melalui tayangan monitor yang berada diluar ruangan. “Melihat animo yang besar ini, kami menyiapkan kursi untuk peserta yang tidak bisa tertampung di dalam ruangan” Jawab Muhammad Asad yang menjadi panitia seminar saat ditanya reporter tebuireng.online.

Martin dalam paparannya menjelaskan bagaimana dia melihat NU yang bersifat tradisional dan kultural. Dengan penjelasan tersebut Mitsuo Nakamura sendiri menerangkan, NU terkenal dengan gerakan kulturalnya ketimbang gerakan modern. Gerakan NU sangat diterima dengan baik oleh grass root masyarakat indonesia karena mampu menjangkau semua sendi kehidupan kebudayaan masyarakat. Tanpa secara langsung menolak langsung kebudayaan setempat. Dibanding dengan organisasi Muhammadiyah yang memang tendensi ke masyarakat perkotaan dan kalangan birokrat.

Adapun Mengenai Islam Nusantara yang saat ini gencar dipromosikan, Nakamura mengungkapkan bahwa itu sangat sesuai dengan identitas masyarakat islam di Indonesia yang memiliki banyak budaya, suku, dan bahasa. Gerakan Islam Nusantara sendiri memperteguh sejarah islam di Indonesia yang universal, Islam yang bisa diterima segala kalangan. ini merupakan cerita sukses islam yang bisa dicontoh oleh negara – negara islam di dunia, sebagai misi agama yang damai.

“Ulama – ulama tidak kharismatik seperti ulama dulu. Ulama terakhir yang berkharismatik adalah K.H Sahal Mahfudz dan Kyai Ali Maksum”, ujar Martin saat diwawancara mengenai sosok kharismatik sekarang ini.

Majalah TebuirengIklan Tebuireng Online

“Pola kharismatik tidak ada hubungannya dengan sistem AHWA yang ada sekarang ini” imbuhnya mengkritik sistem AHWA yang digadang-gadang dalam Muktamar ke-33 NU. Pengamat  yang mengenakan batik ini berharap bahwa tradisi islam toleran tetap bertahan di Indonesia. (lutfi/lathy/abror)