
Oleh: Rara Zarary*
Hujan Bulan Februari belum tuntas juga
Air mata kalah, doa semakin renyah dikunyah
Kita hanya bisa menunduk
Mengembalikan doa-doa ke langit
Sebenarnya apa yang masih tersisa
Bila waktu ke waktu sudah menyatakan kepergian yang luka?
Sebenarnya apa yang kita tunggu lagi
Jika kepergian tidak akan pernah mengenal kata kembali?
Kita hanya bisa berbisik, meyakini diri sendiri
Bahwa yang pergi pasti akan Tuhan ganti
Meski sesak di dada dan air mata tidak pernah menerimanya
Kita tidak boleh lemah di hadapan kehilangan orang istimewa
Sebenarnya apa yang masih kita tangisi
Bila yang pergi sudah menempati tahta di singgasana Surga?
Langkah kaki kita memang tertahan, hati masih pilu, hari-hari menjadi kelabu
Air mata semakin menghujam
Namun sebenarnya apa yang sedang kita getirkan
Bila kepergian adalah takdir yang harus diterima dari tangan Tuhan?
Barangkali kita adalah lorong kepasrahan
Yang harus belajar baik-baik saja dengan kehendak tak sesuai harapan
Pintu-pintu telah membuka diri
Kita dipersilakan melangkah lagi
Melupakan duka
Melanjutkan perjuangan yang belum tuntas ditata
Bukankah begitu, Yai?
Kehilangan tak perlu kita ratapi
Luka tak pantas dirawat terlalu lama dalam hati
Dan kita, harusnya melangkah lebih kencang lagi
Tidak melupakan impian
Tidak berhenti di pertengahan jalan
Tidak menyerah pada luka duka yang sering menghadang
Bukan kah begitu, Yai?
Untuk menjadi orang besar
Kita harus melalui jalan penuh duri yang begitu terjal
Seperti yang telah engkau lalui
Berkali-kali, begitu sabar hadapi ujian hidup selama ini
Bukankah begitu, Yai?
Harusnya kami berhenti menangis dan mulai mengaji lagi?
Harusnya kami berhenti menghukum diri
Lalu belajar lebih giat lagi
Harusnya kami tidak lagi berandai-andai
Namun berjuang menjadi penerusmu di masa depan
Bukan kah begitu, Yai?
Bukan kah begitu yang kau ajarkan pada kami
Biarlah doa-doa kami kembalikan pada semesta
Biarlah air mata dihempas hujan-hujan yang tak mengenal bagaimana warnanya luka
Biarlah, Yai
Biarkan segala di sini kami tanggung
Katamu, pada saatnya kami akan menjadi kesatria
Menjaga garda terdepan bangsa ini
Biarlah kami yang melanjutkan
Segala juang yang belum tuntas kau gapai
Tenanglah kau di sana
Saksikanlah juang kami yang tak akan pernah membuat kecewa
Terima kasih, Yai
Terima kasih, semesta
Kami biarkan luka ini bermuara
Menemui obatnya dalam perjalanan menuju keikhlasan
Kami biarkan derai air mata
Menjumpai samudera yang akan melapangkan dada
Yai,
Selamat jalan
Berjumpalah dengan Tuhan.
Kami akan hidup dengan penuh cinta
Seperti yang pernah kau ajarkan
Tebuireng, 2 Februari 2020