Oleh: Albi A.N*
Kau adalah perjalananku dalam sebuah monolog luka
kau biarkan aku menjadi manusia yang paling pasrah yang sedang bersuara
jejakmu dalam petrikor mengudara dalam pernafasan duka
senandung ilusi terus berkecimpung dalam bait aksara. haruskah kusandingkan air mata bersama ringkuk senyum tawa?
saat mulai lengah, niscaya ingatan tergopoh memaksa hilang dari relungnya
namun tetaplah yang fana adalah cinta, dan menyanjungnya dalam imajinasi yang tak bertepi,
kau membunuhku tanpa tumpah darah.
*** —— ***
Hujan Pagi Hari
Nampak dari ufuk timur telah memancar cahaya
sorot mata mulai menyala menandakan malam telah berlalu
Gemericik air hujan terdengar merdu
bergetar hati mengingat waktu yang telah lalu
saat hujan pagi hari kau berikrar
suara kaki menghentak mendekat
membuat hari berdebar
Dengan keberanian kau ucapkan ikrar di hadapan waliku
terdengar gemetar akan tetapi nampak lantang
ucapan syukur bergumam dalam hati
air mata berjatuhan silih berganti
Sungguh berkah hujan di pagi hari
restu itu menyertaiku selalu.
*Mahasiswa KPI Unhasy Tebuireng.