Alumni Pesantren Tebuireng, Abdul Aziz yang saat ini berhasil merintis beberapa bidang usaha jasa potong rambut dan kuliner es cendol hitam Pasundan sebagai dunia bisnisnya. (Sumber foto: dalam salah satu stasiun televisi).

Tebuireng.online– Terlahir dari keluarga sederhana, Abdul Aziz salah satu alumni Pesantren Tebuireng, unit SMA A Wahid Hasyim dan Universitas Hasyim Asy’ari (Unhasy), telah sukses memiliki 6 cabang salon rambut dan 11 cabang kuliner Es Cendol Hitam Pasundan.

Pria asal Kalimantan tersebut mengaku bahwa setelah lulus dari Unhasy tahun 2006 telah menjajaki banyak profesi, diantaranya menjadi manager marketing di beberapa brand baju muslimah ternama di Indonesia, hingga akhirnya memulai bisnis ini.

“Tahun 2010 sudah mulai mendirikan usaha potong rambut, lalu 2013 mulai kita maksimalkan semua bisnisnya dan berkembang, sambil jadi konsultan bisnis para pengusaha. Lalu 2018 launching brand kuliner ES CENDOL HITAM PASUNDAN di Mojokerto dan berkembang hinga saat ini ada 11 cabang,” ungkap alumni SMA A Wahid Hasyim itu.

Ketika ditanya tentang mengapa memilih usaha potong rambut, Abdul Aziz mengatakan bahwa dia melihat peluang besar dalam bisnis ini. “Rambut itu dipotong, jadi itu adalah kebutuhan hidup manusia,” tuturnya.

Selain sudah memiliki banyak cabang, usaha potong rambut yang didirikan oleh Abdul Aziz sengaja dikonsep berbeda dari yang lain, yakni potong rambut konsep islami.

Majalah TebuirengIklan Tebuireng Online

“Tapi saya konsep berbeda dari yang lain, semua pegawai harus normal gender, ada garansi cukurnya tiga hari, ruang cowok cewek terpisah, dan lain-lain,” imbuh santri yang mulai masuk di Tebuireng tahun 1998 ini.

Lebih dari itu, tidak hanya sekadar menjalankan bisnisnya, sebagai alumni pesantren, Abdul Aziz sengaja memberikan pendidikan praktis keagamaan khusus bagi para pegawainya, diantaranya dengan mewajibkan para pegawai untuk tetap istikamah melaksanakan ibadah di tengah kesibukan bekerja.

“Karena saya alumni pesantren maka pegawai saya wajib ikuti aturan, wajib salat, puasa, ngaji, salah Jum’at, dan lainnya,” jelas pria asal Kalimantan itu.

Di balik cerita kesuksesan Abdul Aziz saat ini, ternyata terdapat cerita perjuangan pahit dalam kehidupan yang sempat ia jalani, diantaranya ketika masih nyantri di Tebuireng, ia mengaku bahwa dulu terkadang sampai tidak bisa pulang karena tidak memiliki ongkos untuk pulang.

“Pengalaman istimewa, dulu saat libur panjang atau lebaran, tidak bisa pulang karena tidak punya ongkos untuk pulang ke Kalimantan,” tuturnya.

Ia menyadari bahwa kesuksesannya saat ini tidak terlepas dari tempaan dan barokah selama di pondok, karenanya Abdul Aziz tidak pernah lupa untuk terus menyambung silaturrahim ke pesantren di mana ia belajar dengan berkunjung ke makam KH. Hasyim Asy’ari.

“Pegawai sering saya ajak ke makam KH. Hasyim Asy’ari, agar berkah,” pungkasnya.

Pewarta: Nailia Maghfiroh