Masyarakat sering menilai santri sebagai sosok hebat, punya banyak keahlian, dan serba bisa.
Suatu hari, seorang ibu menggendong bayinya yang terus-terusan menangis dating ke pesantren al-Ma’had. Melihat itu, cak Jahlun menemuinya, “ Ada apa bu? Ada yang bisa kami bantu?” tanyanya dengan sopan. ‘ Tolonglah nak, sudah berhari-hari anak saya sakit, sudah dibawa ke dokter tapi tak kunjung sembuh” ibu itu mengiba.
Cak Jahlun bingung. Seumur hidupnya belum pernah mengobati orang sakit. Namun, karena terus didesak, sifat sotoynya muncul.
“Ooo… kalau begitu, tolong ambilkan air putih satu gelas, “ perintah cak Jahlun dengan PD-nya.
Tak lama kemudian, si ibu dating membawa segelas air. Cak Jahlun langsung komat-kamitmembaca mantra, lalu meniupkannya ke mulut gelas. “Wusss…” setelah itu dia mengusapkan air ke muka si bayi, dan sisanya diminumkan.
Apa yang terjadi? Ternyata bayi tersebut nangis semakin keras. Melihat hal itu, cak Jahlun bingung bukan main. Mukanya merah padam. Pada waktu bersamaan, si ibu bertanya: “Mas, gimana ini, nangisnya kok tambah keras?”. Mendengar itu cak Jahlun tak kurang akal. “Tenang saja bu, itu pertanda obatnya sedang bekerja”.
Tidak lama kemudian, cak Jahlun pamit pada ibu tadi. “Bu, saya pamit dulu, ada urusan penting yang belum dilaksanakan” katanya sok sibuk. “jangan kuatir dengan anak ibu, tunggu obatnya bekerja” tambah membujuk. Setelah agak jauh dari pandangan, cak Jahlun dengan tanpa ragu-ragu mengambil langkah seribu; lari terbirit-birit.