
Oleh: Rara Zarary*
Kemudian dunia berubah menjadi abu-abu penyesalan
jalan-jalan desa dan kota sama saja
anak-anak dan orang dewasa tak ada bedanya
semua hilang kendali, jauh dari pengakuan diri
tak ada yang bisa tenang, senang kecuali yang sebelumnya lapang
Tuhan didesak
sajadah basah dengan air mata
mukenah keruh di antara tangis dan peluh yang memanas di dada
siapa yang bisa mengendalikan sesal, sedan ia terus menerus menghakimi dirinya hina
lalu hanya ada tunduk
istighfar panjang
wudlu kesekian
dan duduk yang tanpa sebuah keberanian mendongakkan kepala atas kesombongan
ia telah menyadari, hidup hina menuju kematian yang barangkali akan mendapat hadiah murka
Oh Tuhan…
sampai di mana batas kami memohon
mendapat jaminan ampun.
si hina telah mati sebelum usianya Kau cabut di antara sebuah takdir yang tertulis sebelumnya.
tak ada apapun, lagi
kecuali arah yang tak jelas
dan pikiran membingungkan
yang mencekam berkali-kali, hingga dibawa mati.
hanya pada satu harap,
semoga diperjalanan ajal tiba, ampunan Tuhan didapat.
*Tim tebuireng.online