KH. Hasyim Asy’ari, KH. Karim Hasyim, KH. Syansuri Badawi, KH. Habib Ahmad, KH. Abdul Hakim Mahfudz (kiri ke kanan)

Kata-kata mutiara atau quotes sebagai  penyemangat memang sering digunakan oleh sebagian orang. Tulisan qoutes biasanya menggunakan ungkapan-ungkapan dari tokoh atau ahli tertentu terkait dengan suatu hal.

Adapun pemilihan qoutes ini bisa menggunakan bahasa Inggris maupun bahasa Indonesia. Bahkan qoutes juga dapat menggunakan penggalan ayat-ayat keagamaan maupun pepatah yang relevan dengan topik yang sedang dibahas.

Ada beberapa kata mutiara (quotes) yang disampaikan oleh para ulama/kiai dan masyayikh kepada santri Pesantren Tebuireng saat masih aktif nyantri. Tentu quotes tersebut sampai saat ini masih relevan sebagai bentuk dari ghirrah dan semangat dalam menggapai kemanfaatan serta keberkahan hidup santri dan sebagai pencerahan umat manusia. Di antaranya ialah sebagai berikut:

  • Dawuh Hadratussyaikh Muhammad Hasyim Asy’ari rahimahullah:

“Di saat makan, kalau mau menambah, maka sisakan yang ada di piring jangan dihabiskan terlebih dahulu. Tetapi disisakan entah satu atau dua sendok agar rizkinya tidak habis. Setelah itu, baru tambah entah nasi atau lauk pauknya, agar kita mendapat rizki dari Allah pada saat kita tidak mendapatkan kenikmatan yang diberikan oleh Allah”.

 

Majalah TebuirengIklan Tebuireng Online
  • Dawuh Hadratussyaikh KH M. Hasyim Asy’ari:

“Barang siapa yang datang ke ponpes Tebuireng dengan niat tholabul ilmi (mencari Ilmu) meskipun hanya sebentar, maka ia sudah menjadi santriku.”

 

  • Dawuh Kiai Karim Hasyim rahimahullah:

“Inilah cara menikmati makanan. Yang kurang enak dimakan terlebih dahulu sedangkan yang enak di akhir.Sama dengan kita harus merasakan hal-hal yang kurang enak di hati kita. Toh, nanti kita akan merasakan sesuatu yang enak di kemudian hari”.

 

  • Dawuh KH Syansuri Badawi:

“Santri-santri Tebuireng, ente kalau sudah lulus dari Tebuireng, ente harus menggebrak atau mewarnai di mana kalian berada,” cerita Kiai Emi.

Menurutnya, maksud dari pesan tersebut adalah agar lulusan santri Tebuireng jangan sampai tidak dapat mewarnai di tempat mereka berada saat ini. Pada suatu kesempatan di acara di Tebuireng sekitar tahun 90-an, dalam forum khataman ngaji Shahih Bukhori, beliau KH Syansuri Badawi pernah menyampaikan. Tugas santri itu saat di pondok ada tiga yaitu: ibadah, belajar, dan berjuang.

Mengenai perjuangan, beliau pernah sampai menyatakan, saat pengajian Shahih Bukhori di bulan Ramadhan: “Kalau ngaji Shahih Bukhori tidak mau berjuang, lebih baik pulang sekarang, tak perlu ikut ngaji,” kalau hidup sekedar untuk makan dan kawin, kitab Mujarrobad saja cukup”. Dan yang terakhir ketika santri sudah boyong atau lulus maka ia berkewajiban untuk bekerja,” Dawuh Mbah Syansuri Badawi

  • Dawuh Mbah Yai Habib Ahmad Tebuireng:

“Kalau membawa kitab itu diletakkan di dada, karena itu tempatnya ilmu. Jangan bawa kitab seperti bawa kresek jajan, apalagi ditaruh di bokong. Ya ilmunya jatuh dijalan.”

Mendapatkan aliran ilmu itu dari sumber yang jernih. Dari sumber yang jernih dan tempat yang jernih pula, itulah mengapa santri mendapatkan ilmu yang manfaat dan barokah. “Ilmu yang disampaikan dari qolbin yang mukhlis kepada qolbin yang mukhlis pula maka ilmunya juga jernih, dadio wong sing ikhlas, sing ikhlas yoo.”

 

  • Dawuh KH. Abdul Hakim Mahfudz Pengasuh Pesantren Tebuireng:

Untuk santri Tebuireng tugas santri adalah menyiapkan wadah menampung mata air barokah Tebuireng”.

 

Adanya sejumlah quotes di atas, semoga pesan dari para ulama, kiai, dan masyayikh dari Pesantren Tebuireng ini bisa menginspirasi dan mengedukasi bagi kita. Khususnya, bagi kalangan santri milenial untuk ghirrah tholabul ilmi di mana saja berada dan tentu juga memberikan manfaat bagi umat Islam di Indonesia.


Ditulis oleh Syafik Hoo/Ahmad Zaini Alawi Ikapete Gresik