
Seseorang yang berpuasa tapi tidak membayar Zakat Fitrah apakah puasanya sah / diterima, atau hanya pahalanya saja yang kurang sempurna? Mari kita simak…
Ramadan merupakan bulan yang memiliki keistimewaan tersendiri bagi umat islam di seluruh dunia. Pasalnya dalam bulan Ramadan ini, umat muslim diwajibkan untuk menjalankan ibadah puasa selama sebulan penuh, banyak amalan yang dilakukan oleh kaum muslimin sebagai bentuk penghambaan kepada Allah yang telah menurunkan segala rahmat dan kasih sayangnya kepada hambanya pada bulan Ramadan.
Sehingga tak heran banyak dari kaum muslimin berbondong-bondong untuk Fastabiqul Khoirot (berlomba-lomba dalam kebaikan) mengerjakan amal kebaikan sebanyak-banyaknya. Dan pada bulan Ramadan inilah seluruh amal kebaikan kita dilipatgandakan oleh Allah sebagaimana pada hadist Nabi pada kitab Shohih Bukhari:
حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ مَسْلَمَةَ، عَنْ مَالِكٍ، عن أبي الزناد، عن الأعرج، عن أبي هريرة رضي الله عنه
أن رسول الله ﷺ قَالَ: (الصِّيَامُ جُنَّةٌ، فَلَا يَرْفُثْ وَلَا يَجْهَلْ، وَإِنِ امْرُؤٌ قَاتَلَهُ أَوْ شَاتَمَهُ، فَلْيَقُلْ إِنِّي صَائِمٌ – مَرَّتَيْنِ – وَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ لَخُلُوفُ فَمِ الصَّائِمِ أَطْيَبُ عِنْدَ اللَّهِ تَعَالَى مِنْ رِيحِ الْمِسْكِ، يَتْرُكُ طَعَامَهُ وَشَرَابَهُ وَشَهْوَتَهُ مِنْ أَجْلِي، الصِّيَامُ لِي وَأَنَا أجزي به، والحسنة بعشر أمثالها)
Shahih Bukhari 1761: Telah menceritakan kepada kami [‘Abdullah bin Maslamah] dari [Malik] dari [Abu Az Zinad] dari [Al A’raj] dari Abu Hurairah radliyallahu ‘anhu: Bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Shaum itu benteng, maka (orang yang melaksanakannya) janganlah berbuat kotor (rafats) dan jangan pula berbuat bodoh. Apabila ada orang yang mengajaknya berkelahi atau menghinanya maka katakanlah: ‘aku sedang shaum’ beliau mengulang ucapannya dua kali. Dan demi Dzat yang jiwaku berada di tanganNya, sungguh bau mulut orang yang sedang shaum lebih harum di sisi Allah Ta’ala dari pada harumnya minyak misik, karena dia meninggalkan makanannya, minuman dan nafsu syahwatnya karena Aku. Shaum itu untuk Aku dan Aku sendiri yang akan membalasnya dan setiap satu kebaikan dibalas dengan sepuluh kebaikan yang serupa”.
Baca Juga: Zakat Fitrah dalam Kacamata Fikih
Perlu kita ketahui, pada bulan Ramadan selain berpuasa ada juga kewajiban yang harus dilakukan umat Islam yaitu membayar zakat fitrah. Sebagaimana yang dikatakan dalam suatu hadis Nabi yang berbunyi:
Dari Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma, ia berkata,
فَرَضَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- زَكَاةَ الْفِطْرِ طُهْرَةً لِلصَّائِمِ مِنَ اللَّغْوِ وَالرَّفَثِ وَطُعْمَةً لِلْمَسَاكِينِ مَنْ أَدَّاهَا قَبْلَ الصَّلاَةِ فَهِىَ زَكَاةٌ مَقْبُولَةٌ وَمَنْ أَدَّاهَا بَعْدَ الصَّلاَةِ فَهِىَ صَدَقَةٌ مِنَ الصَّدَقَاتِ
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mewajibkan zakat fitrah untuk menyucikan orang yang berpuasa dari bersenda gurau dan kata-kata keji, dan juga untuk memberi makan orang miskin. Barangsiapa yang menunaikannya sebelum shalat maka zakatnya diterima dan barangsiapa yang menunaikannya setelah shalat maka itu hanya dianggap sebagai sedekah di antara berbagai sedekah.” (HR. Abu Daud 1609; Ibnu Majah 1827. Al-Hafizh Abu Thahir mengatakan bahwa sanad hadits ini hasan)
Hadis ini menunjukkan bahwa orang yang membayar zakat fitrah setelah shalat id, tidak sah sebagai zakat fitrah, karena disebut oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam sebagai sedekah biasa, meskipun tidak mempengaruhi puasanya.
Lalu bagaimana jika kita di bulan Ramadan tidak atau belum membayar zakat? Apakah puasa kita diterima atau apakah hanya pahala puasa kita saja yang kurang sempurna?
Membayar zakat fitrah hukumnya wajib. Jika tidak menunaikannya, maka hukumnya berdosa. Zakat fitrah ini sangat penting, bukan hanya sekadar pelengkap dalam perayaan Idul Fitri. Seseorang yang puasa di bulan Ramadan dan tidak membayar zakat fitrah, padahal ia mampu menunaikannya, maka pahala puasanya tidak akan diberikan.
Baca Juga: Ketahui Titik Perbedaan Zakat dan Sedekah
Berikut ini redaksi hadisnya,
شَهْرُ رَمَضَانَ مُعَلَّقٌ بَيْنَا السَّمَاءِ وَالْأَرْضِ لَايُرْفَعُ إِلَّابِزَكَاةِ الْفِطْرِ (رَوَاهُ ابْنُ شَاهِينٍ وَالضَّيَاءُ، الْحَسَنُ الْغَريبُ)
Artinya: “(Puasa) bulan Ramadan itu tergantung di antara langit dan bumi, yang tidak akan diangkat kecuali dengan zakat fitrah.” (HR Ibn Syahin dan adh-Dhiya)
Secara jelas, hadis ini menerangkan perihal pahala puasa ditangguhkan jika seseorang belum atau tidak mengeluarkan zakat fitrah. Namun, para ulama berselisih pendapat dalam memahami maksud hadis di atas. Berikut ini penjelasannya. Dalam kitab Hasyiyah Jamal alal Minhaj, Syekh Zakaria al-Anshari menyampaikan sabda Rasulullah SAW tentang ditangguhkannya puasa Ramadan sampai mengeluarkan zakat fitrah. Syekh Zakaria menjelaskan maksud hadits di atas bahwa selama tidak mengeluarkan zakat fitrah, maka pahala puasanya tidak bisa didapatkan.
Dengan kata lain, meski bulan puasa telah selesai, dan telah berhasil menjaga dirinya dari setiap sesuatu yang bisa membatalkan puasa, maka ia tidak akan mendapatkan pahala puasa sampai mengeluarkan kewajiban zakat fitrah dari dirinya (Syekh Zakaria al-Anshori, Hasyiyah Jamal alal Minhaj, juz 4, h. 228).
Syekh Abi Bakar Syata ad-Dimyati mempunyai pandangan berbeda dengan apa yang disampaikan Syekh Zakaria al-Anshori, dalam kitabnya menjelaskan maksud hadits tersebut, bukan berarti menghilangkan semua pahala puasa, namun sebagian saja.
Sebagaimana disebutkan,
وهو كناية عنت وقفتما مثوابه، حتىتؤد ىالزكاة، فلاينا فيحصول أصلا لثواب بدونها
Artinya, “(hadits tersebut) merupakan sebuah kinayah (kata sindiran) ditangguhkannya kesempurnaan pahala puasa sampai dikeluarkan zakat fitrah, maka tidak menghilangkan pokok pahala puasa, tanpa zakat fitrah.” (Lihat Syekh Abi Bakar Syata ad-Dimyati, Hasyiyah Ianatit Thalibin, juz 2, h. 190)
Menurut pandangan Syekh Abi Bakar Syata, puasa dan zakat mempunyai nilai pahala yang berbeda, keduanya sama-sama mempunyai nilai pahala. Artinya, bukan berarti ketika zakat fitrah tidak dikeluarkan akan menghilangkan pahala puasa secara keseluruhan, orang berpuasa akan tetap mendapatkan pahala puasanya meski tidak mengeluarkan zakat fitrah.
Karena pada dasarnya puasa dan zakat mempunyai nilai pahala yang berbeda, keduanya sama-sama mempunyai nilai pahala. Artinya, bukan berarti ketika zakat fitrah tidak dikeluarkan akan menghilangkan pahala puasa secara keseluruhan, orang berpuasa akan tetap mendapatkan pahala puasanya meski tidak mengeluarkan zakat fitrah. Hanya saja, kesempurnaan pahala puasa tidak akan didapatkan, sampai mengeluarkannya.
Baca Juga: Menggali Lebih Dalam Makna dari Membayar Zakat
Zakat fitrah, penutup kekurangan puasa manusia dengan segala kecerobohan dan kesalahannya yang terkadang tidak disadari, sering melakukan tindakan yang bisa mencederai pahala ibadah. Mereka tidak sadar bahwa dengan tindakan tersebut menjadikan pahala hilang. Padahal, puasa merupakan salah satu ibadah yang harus dipelihara baik-baik, menjaga diri dari hal-hal yang tidak berfaedah, dan menjauhi dari setiap sesuatu yang merusak pahala puasa. Karena, semua itu bisa mengotori puasa dan akan memberikan dampak kurang sempurna terhadapnya.
Selain itu, karena Islam mewajibkan pemeluknya untuk mengeluarkan zakat fitrah guna membersihkan jiwa dari kekurangan-kekurangan yang dilakukan saat puasa. Lebih dari itu, zakat fitrah juga sebagai bahan pangan pokok yang dibutuhkan fakir-miskin. Terutama pada masa-masa ekonomi sulit seperti masa pandemi ini.
Maka dari itu zakat fitrah yang dikeluarkan pada bulan Ramadan, tidak hanya menutup kekurangan puasa dan menggugurkan kewajiban, dengan menunaikannya, umat Islam akan menyelamatkan nyawa fakir-miskin yang sedang kelaparan pada masa-masa darurat. Oleh karena itu alangkah lebih baiknya jika zakat fitrah itu dikeluarkan pada awal bulan Ramadan sebagaimana penjelasan Syekh al-Khatib al-Syarbini:
وله تعجيل الفطرة من أول ليلة رمضان لأنها وجبت بسببين وهما الصوم والفطر فجاز تقديمها على أحدهما
“Boleh mempercepat zakat fitrah mulai dari malam pertama bulan Ramadan, sebab zakat fitrah wajib karena dua sebab, puasa dan berbuka (berlalunya bulan puasa), maka boleh mendahulukan penunaian zakat fitrah atas salah satu dari kedua sebab tersebut,” dikutip dari kitab Mughni al-Muhtaj, juz 1, halaman 416. Wallahu a’lam…
Penulis: Fatih, Mahasantri Mahad Aly Hasyim Asy’ari.