Prof. Dr. Nur Syam menyampaikan materi dalam rangkaian acara peluncuan YP3I pagi tadi (18/03/2017). (Foto: Kopi Ireng)

Tebuireng.online – Dengan mengusung tema “Terwujudnya Peran Pesantren Sebagai Garda Terdepan Pembangunan Bangsa”, acara Seminar, Peluncuran & Pengukuhan Yayasan Penguatan Peran Pesantren Indonesia (YP3I) yang diikuti oleh sekitar 400 pondok pesantren di seluruh Indonesia, digelar di Aula Bakhir Ahmad, Lantai 3 Gedung KH. M. Yusuf Hasyim Tebuireng, Jombang, pada Sabtu (18/3/2017).

Prof. Dr. H. Nur Syam, MSi selaku Sekretaris Jenderal Kementerian Agama (Kemenag) Republik Indonesia (RI), dan Prof. Dr. Amal Fathullah Zarkasyi, MA dari Universitas Darussalam (UNIDA) Gontor Ponorogo, mengawali rangkaian seminar YP3I dengan sangat khidmat.

Meski dengan waktu yang singkat, Profesor Nur Syam memaparkan secara jelas beberapa tantangan besar yang dihadapi pondok pesantren. “Saya melihat ada tiga tantangan besar, pertama tentang penguatan kader ulama, karena akhir-akhir ini kita kehilangan tokoh-tokoh penting, salah satunya KH. Hasyim Muzadi, dan tentu harus ada yang menjadi penerus beliau untuk mengambil peran penting,” terangnya.

Profesor Nur Syam juga mengajak pesantren untuk menyoroti tantangan yang tidak kalah penting, yakni tentang tantangan kekerasan dalam pendidikan. “Kedua, tantangan kekerasan, kita tidak ingin pendidikan di pesantren terlibat perilaku yang ada di luar pesantren, di dunia pesantren sesungguhnya tempat pendidikan karakter,” imbuhnya.

Tak berhenti disitu, sedikit menyinggung soal almarhum KH. Hasyim Muzadi, Sekretaris Jenderal Kementerian Agama RI tersebut mengingatkan hadirin soal pesan beliau yang sangat penting yakni, “Krisis pendidikan tanpa karakter, dan krisis politik tanpa etika,” jelas Profesor Nur Syam.

Majalah TebuirengIklan Tebuireng Online

Lebih lanjut Profesor Nur Syam menjelaskan, tantangan ketiga ialah tantangan pendidikan berbasis kewirausahaan. Selain itu, beliau juga menghimbau agar pendidikan pesantren dalam menuju modernisasi jangan sampai melupakan pendidikan berbasis teks Islam, kitab-kitab kuning, “Karena kita beradaptasi, pesantren jangan sampai kehilangan coraknya,” tambahnya.

Untuk menuju 100 tahun Indonesia Emas, Beliau menghimbau agar banyak yang mendalami tentang bagaimana menjadikan pesantren sebagai pusat pendidikan karakter bangsa, sehingga pemimpin bangsa datang dari dunia pesantren. Selain itu, pesantren juga harus menjadi Pusat Pendidikan Bela Negara, “Santri harus diajari Bela Negara, selain dapat mempertahankan empat pilar kebangsaan, juga menjemput Indonesia Emas karena kita pemilik sah bangsa ini,” jelasnya.

Di akhir penyampaian seminar, Profesor Nur Syam sedikit menggoda kedekatan Organisasi Masyarakat (Ormas) Islam NU dan Muhammadiyah yang sama-sama mengusung Islam Toleran. “Islam Indonesia, kalau NU dengan Islam Nusantara, dan Muhammadiyah dengan Islam Berkemajuannya, kita jadikan satu menjadi Islam Nusantara Berkemajuan yang menjadi pusat pendidikan cinta tanah air,” pungkasnya.


Pewarta:   Rif’atuz Zuhro

Editor:      Munawara

Publisher: M. Abror Rosyidin