Sumber gambar: http://indonesiaone.org

Oleh: Ustadz Muhammad Idris*

Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Sebenarnya shaf shalat perempuan saat shalat jamaah yang benar dalam ilmu fiqih bagaimana? Dalam artian, posisi imam antara makmum sejajar atau diberi jarak beberapa langkah?

Fanny Purwokerto

Wa’alaikumussalam Warahmatullahi Wabarakatuh

Majalah TebuirengIklan Tebuireng Online

Terima kasih kepada saudari Fany dari Purwokerto. Semoga Allah senantiasa melimpahkan  rahmat dalam menjalankan aktivitas kehidupan sehari-hari. Amiin yaa rabbal ‘alamiin. Adapun jawabannya sebagai berikut:

Shalat jamaah hubungan dan ikatan shalat antara imam dan makmum. Oleh karena itu, dalam praktiknya harus terdiri minimal dua orang, satu sebagai imam dan yang satu sebagai makmum. Esensi dari shalat jamaah adalah seorang makmum harus selalu mengikuti imam dalam melakukan atau tidak melakukan suatu pekerjaan, selain itu pekerjaan/gerakan yang dilakukan oleh makmum harus setelah gerakan imam dengan tenggang waktu yang tidak lama. Apabila makmum melakukan pekerjaan yang mengesankan ketidakserasian yang mencolok antara imam dan makmum, maka jamaahnya bisa-bisa akan batal karena tidak terjalinnya mutaba’ah  yang semestinya, berbeda dengan kasus mufaraqah.

Dalam shalat jamaah juga yang menjadi tolok ukur jarak antara imam dan makmum adalah tumit, bukan jari-jari kaki. Dalam artian, tumit si makmum tidak boleh lebih depan dari tumit imam. Apabila hanya sejajar, hukumnya makruh namun tidak sampai membatalkan shalat. Adapun format posisi imam dan makmum yang dianjurkan ketika jama’ah sebagai berikut:

Pertama: ketika makmum hanya satu orang, maka makmum dianjurkan berdiri di samping kanan imam dengan sedikit mundur sampai jari kakinya berada di belakang tumit imam. Kemudian, apabila datang makmum kedua, maka makmum tersebut menempati posisi sebelah kiri imam dengan sedikit mundur sama seperti makmum pertama. Kemudian setelah makmum kedua takbir, keduda makmum tersebut disunnahkan membuat shaf di belakang imam. Hal ini bisa dilakukan dengan dua cara yaitu makmum bisa mundur bersamaan atau imamnya maju.

Kedua: ketika makmum lebih dari satu orang dan sudah pada berkumpul, maka hendaknya langsung membentuk shaf kanan dan kiri di belakang imam (tidak berada di samping imam).

Lalu bagaimana jika imamnya wanita dan makmumnya juga sebagaimana pertanyaan di atas? Dalam madzhab Syafi’i apabila makmum hanya wanita, posisi imam wanita dengan makmum perempuan (satu), maka farmasinya sama dengan imam laki-laki dengan makmum laki-laki (satu) yaitu posisi makmum berada di sebelah kanan imam, agak mundur sedikit. Keterangan ini dijelaskan dalam kitab Hasyiyah al Baijarami ala syarh al Minhaj juz 1 halaman 321 sebagai berikut:

ومثل شرح م ر قال ع ش فإن لم يحضر إلا امرأة فقط وقفت عن يمينها أخذا مما تقدم في الذكور ا هـ

“Jika makmumnya yang hadir hanya satu wanita, maka dia berdiri di samping kanannya imam, karena hal ini sama dengan posisi shalat pada laki-laki.”

Dalam pandangan ulama madzhab As-Syafiiyah yang berlandaskan pada hadis Aisyah, bahwa posisi wanita yang menjadi imam bagi jamaah wanita lainnya (banyak) adalah di tengah dan sejajar dengan shaf. Imam as Syairozi salah satu ulama madzhab as Syafi’iyah dalam kitabnya mengatakan:

السنة ان تقف امامة النساء وسطهن لما روى أن عائشة وام سلمة امتا نساء فقامتا وسطهن

“Sunnah hukumnya bagi wanita yang menjadi imam bagi wanita lainnya untuk berdiri di tengah-tengah mereka, sebagaimana Aisyah dan Ummu Salamah mengimami para wanita yang berdiri di tengah mereka.”

Dalam redaksi kitab Asna al Mathalib syarh Raudhu at Thalib, Imam Zakaria al Anshari mengatakan bahwa seorang wanita yang menjadi imam bagi wanita lainnya disunnahkan untuk berdiri di tengahnya. Sebagaimana ketarangan hadis riwayat Imam Baihaqi dalam dua sanadnya yang shahih bahwasanya Aisyah dan Ummu salamah saat menjadi imam, kedua berdiri sejajar dengan mereka (makmum).

Akan tetapi dalam kitab Hawaasyi al Madaniyyah juz 2 halaman 21 mengatakan posisi wanita yang menjadi imam agak maju yang sekiranya imam tersebut dibedakan dari makmum-makmum wanita. Sebagaimana teks di bawah ini:

المعروف من كلامهم كما بينته في الأصل أن إمامة النساء يندب لها مساواة المؤتمات بها. لكن في حواشي المنهج للشوبري ما نصه مع تقدم يسير بحيث تمتاز عليهن

“Yang diketahui dalam ucapan ulama, sebagaimana telah saya jelaskan dalam kitab asal (hasyiyah al kubra) bahwasanya imam  wanita disunnahkan bagi makmum-makmumnya supaya sejajar dengannya. Namun, dalam kitab Hawaasyi al Manhaj lil- Syaubari, yang teksnya “beserta maju sedikit yang sekiranya imam wanita dibedakan dari makmum-makmumnya.”

Dengan demikian, permasalahan tentang posisi imam wanita baik makmumnya satu maupun lebih masuk dalam ranah ikhtilaf (perbedaan pendapat di kalangan ulama) yang lumrah di dalam dunia fikih. Inti dari bahasan tersebut adalah bila mengikuti ulama yang mengatakan posisi imam wanita sejajar di tengah meraka, maka shalatnya sah. Begitupun mengikuti ulama yang mengatakan posisi imam wanita maju sedikit, karena persoalan tersebut hukumnya sunnah saja. Wallahu ‘alam bisshowab.

*Mahasantri Ma’had Aly Hasyim Asy’ari Tebuireng Jombang.