Mengutip dari pernyataan Nur Cholis Majdid, bahwa asal usul seorang santri itu terdapat dua acuan. Pertama adalah pendapat yang mengatakan bahwa “santri” itu berasal dari perkataan “santri”, sebuah kata dari bahasa Sansekerta, yang artinya melek huruf. Yang mana, identik pada kaum kelas “literary” pada masa kekuasan politik Islam di Demak. Sebutan itu diberikan, karena seorang santri bisa dikatakan sebagai kaum yang memiliki pengetahuan tentang agama melalui kitab-kitab bertulisan bahasa Arab.

Dari sini bisa diasumsikan bahwa menjadi santri berarti juga menjadi tahu agama (melalui kitab-kitab tersebut). Atau paling tidak seorang santri itu dapat membaca Al Quran. Kedua, menurut Nur Cholis Majdid, santri sesungguhnya berasal dari bahasa Jawa, persisnya dari kata cantrik, yang artinya seseorang yang selalu mengikuti seorang guru ke mana guru ini pergi menetap. Tentunya dengan tujuan dapat belajar darinya mengenai keahlian.

Pernyataan kedua mengenai santri tersebut tidak mengalami pergeseran secara menyeluruh pada dunia santri saat ini. Bila saat ini banyak pondok pesantren yang memiliki ribuan santri, yang bermukim di asrama, tetapi terdapat juga santri yang masih memilih tidak bertempat di pesantren tetapi selalu mengikuti gurunya kemana pun pergi.

Salah satu santri yang masih mengikuti gurunya pergi kemana pun, ialah santri bernama ‘Masrukhin’ santri asal daerah Yogyakarta. Namanya melambung tinggi ketika KH. Bahaudin Nur Salim, atau biasa di sapa dengan Gus Baha’ sering menyebutkan nama Rukhin, dalam setiap pengajian nya. Nama nya menjadi salah satu santri yang setia menemani Gus Baha’ ketika bermukim di Yogyakarta. Dengan hal tersebut, membuat daya ketertarikan dan rasa penasaran, oleh para Muhibbin Gus Baha mengenai siapa sosok Rukhin sebenarnya.

Pada acara Shihab & Shihab yang dibawakan oleh Najwa Shihab, Gus Baha’ menjadi tamu undangan untuk menceritakan banyak hal dalam ilmu keislaman. Hingga pada suatu ketika, terdapat pertayaan perihal siapakah sosok Rukhin dan Mustofa yang acap kali disebut oleh Gus Baha’ dalam setiap penganjiannya. Gus Baha’ menjawab bahwa sosok mereka berdua adalah sosok santri pertama dari 20 santrinya disaat Gus Baha’ bermukim di Yogyakarta.

Majalah TebuirengIklan Tebuireng Online

Kedua santri tersebut sangat akrab dengan Gus Baha’. Karena keakraban kedua santri tersebut tidak hanya menjadikan sosok Gus Baha’ sebagai gurunya. Tetapi sebagai sahabatnya. Maka kata Gus Baha’, dua santri tersebut tidak sungkan makan di hadapan Gus Baha’ dan saling bercanda, karena keakraban yang terjalin diantara mereka.

Rasa penasaran dari para Muhibbin dijawab sudah oleh Maskrukhin atau biasa disapa Rukhin melalui bukunya berjudul ‘Rukhin Menemukan Guru Gus Baha’. Buku tersebut ditulis langsung oleh Rukhin yang menceritakan bagaiamana awal mula ia bertemu dengan sosok Gus Baha’ yang mampu membimbing perjalanannya menemukan spirit hikmah kehidupan.

Salah satu kisah yang diceritakan oleh Rukhin saat bersama Gus Baha’ ialah takala dia bersama teman-teman menemukan keanehan saat masih ngaji di Ketonggo. Diketahui bahwa rumah kontrakan Gus Baha’ akan habis masa kontraknya, atas inisiatif teman-teman, maka mereka bersepakat untuk iuran semampunya untuk memperpanjang masa kontrakan tersebut dan tidak ditentukan nominalnya, ada yang banyak, ada yang sedikit, ada juga yang tidak bisa ikut iuran, dan akulah orangnya (Rukhin).

Setelah sekiranya kurang terkumpul semua, uang itu kami serahkan kepada beliau, namun selang satu atau dua hari uang itu dikembalikan lagi oleh beliau, kami semua bertanya-tanya akan isyaroh apa lagi yang secara tidak langsung disampaikan oleh Gus Baha’ bukanlah orang yang sembarangan, dan tidak sembarang orang juga yang bisa memahami maksud dari isyaroh-isyaroh beliau, apa lagi orang sepertiku, karena aku sadar bahwa diriku ini bodoh yang alangkah baiknya diam, ilmu itulah uang selalu aku terapkan.

Ternyata memang uang itu tidak diperlukan oleh beliau dan kontrakan pun tidak perlu diperpanjang lagi, karena selang beberapa hari kontrakan itu luluhlantah dan rata dengan tanah diterjang goncangan gempa yang dahsyat tahun 2006. Menurut pemahamanku, mungkin itulah maksud dari isyaroh beliau. (76-77)

Itulah sedikit cuplikan pengalaman Rukhin bersama Gus Baha’ sekitar 15 tahun lamanya mengaji bersama beliau di Yogyakarta. Di buku ini pembaca akan disajikan sebuah pesan-pesan yang sarat akan nilai dan hikmah, bagaiaman seorang santri bernama Rukhin yang selalu mendapatkan cobaan bertubi-tubi dari Allah, sehingga menemukan guru sejati yang dapat menuntut menemukan spirit hikmah kehidupan. Semoga Allah selalu memberikan kesehatan pada guru kita, KH. Bahaudin Nur Salim. Aamiin…

Judul: Rukhin menemukan Guru Gus Baha’
Penulis: Masrukhin
Cetakan: Pertama, 1 Oktober 2020
Halaman: 80 hlm
ISBN: 978-602-8552-30-1
Penerbit: Pustka Abyan
Peresensi: Dimas Setyawan