Kiai A. Kanzul Fikri, Pengasuh Pondok Pesantren Al-Aqobah, Kwaron Diwek Jombang.

Tebuireng.online- Pengasuh Pondok Pesantren Al-Aqobah Desa Kwaron, Kecamatan Diwek, Kabupaten Jombang, Jawa Timur, Kiai A Kanzul Fikri menyebutkan ada perbedaan antara kata Al-Mukhlishin dengan Al-Mukhlashin (المُخْلِصِينَ والمخلَصِيْنَ).

Menurut Al Quran terjemahan Departemen Agama (Depag), kata Al Mukhlashin berarti orang-orang yang terpilih. Sedangkan dalam tafsir lain diterjemahkan dengan orang-orang yang ikhlas dalam hal keimanan.

“Tingkat pertama disebut Al-Mukhlisin, yakni mereka yang berusaha untuk ikhlas. Sedangkan Al-Mukhlashin adalah mereka yang mendapat anugerah ikhlas atau diikhlaskan oleh Allah,” ungkapnya, Kamis (22/2).

Menurutnya, ada sebuah rumusan mudah antara kedua terminologi tersebut, setiap yang mukhlas pasti mukhlis, dan belum tentu sebaliknya. Karenanya tingkatan tertinggi dalam konteks manusia yang ikhlas adalah mukhlashin, itulah ikhlasnya para nabi dan orang-orang terpilih.

“Hal ini termaktub didalam Al Quran, sesungguhnya Yusuf itu termasuk hamba-hamba Kami yang mukhlas”. (Yusuf: 24),” ujar pria yang akrab disapa Gus Fikri ini.

Majalah TebuirengIklan Tebuireng Online

Ayat lain yang menjelaskan ini yaitu surat Maryam ayat 51 “Sesungguhnya ia (Musa AS) adalah seorang yang mukhlas dan seorang rasul dan nabi,”

Agar mencapai derajat mukhlasin manusia yang masih berada dilevel mukhlisin diperintah untuk berusaha memperbaiki ibadahnya, memurnikan niatnya, dan mengoreksi dirinya secara bertahap agar bisa mencapai derajat mukhlas.

“Perintah ini ada di Al Quran surat Al-Ghafir ayat 14, Fad’u Allah Mukhlisinahuddin,” tambah Gus Fikri.

Dikatakannya, sifat mukhlas ini penting bagi manusia agar keimanan tidak pudar dan mengikuti hawa nafsu terus menerus. Semakin manusia mengikuti hawa nafsunya, semakin jauh pula dari kasih sayang Allah SWT. Menjadi budak nafsu membuat arah hidup manusia tidak jelas.

Ketika manusia secara sadar atau tidak sadar berkongsi dengan syaitan untuk mengumbar hawa nafsunya. Situasi menjadi serba sulit karena batasan-batasan antara baik-buruk dan halal-haram menjadi samar. Maksimat tersebar dimana-mana. Orang baik dituduh buruk. Sedangkan yang buruk tanpa malu-malu tampil didepan publik. Arogansi terus bermunculan. Orang awam pun banyak yang tertipu.

“Manusia disatu sisi bisa lebih kejam dari iblis ketika sudah berbaju syaithoniyah. Gemar bermaksiat, memutus silaturrahmi, menebar kebencian, memperbesar api permusuhan, ghibah, merasa paling benar dan lain sebagainya. Maka perlu sifat mukhlas, agar amal yang dilakukan terarah,” bebernya.

Iblis sudah bersumpah akan menggoda anak turun Adam AS. Kecuali satu golongan yang tak terjamah oleh iblis, yakni Al-Mukhlashin. Di zaman modern seperti ini, menggenggam perintah Allah SWT dan Nabi Muhammad SAW serta ajaran agama tentang Al-Mukhlas ibarat menggegam bara api ditangan.

“Al Quran yang kita baca dan tadabburi maknanya sehari-hari, sudah selayaknya menjadi pegangan, petunjuk yang utuh dan tak ada keraguan didalamnya, agar manusia selamat dari godaan syaitan selama hidup didunia guna menuju kebahagian yang abadi,” pungkasnya

Pewarta: Syarif Abdurrahman
Editor/Publisher: RZ