Laulal Murobbi Ma ‘Aroftu Robbi
Maqolah yang memiliki arti bahwa jikalau kita tidak memiliki guru, niscaya kita tidak akan mengerti adanya Tuhan. Guru atau ustadz merupakan komponen penting dalam proses mencari ilmu, dikatakan jika seseorang belajar tidak disertai dengan guru- maka otomatis gurunya adalah setan.
Guru dapat kita ibaratkan seperti jembatan yang sangat panjang dan indah. Tidak mungkin kita dapat menyeberangi lautan yang sangat luas, tanpa jembatan yang membentang. Pun tidak mungkin kita memiliki ilmu yang dalam jika tidak melalui guru yang ‘alim dan amaliyah. Meskipun, mungkin saja kita dapat menyeberangi dengan kemampuan kita sendiri yaitu dengan cara berenang, memang tidak menutup kemungkinan, namun, hasilnya juga sangat sulit diperkirakan.
Guru merupakan rantai yang jelas untuk mencapai keluhuran ilmu. Pentingnya memiliki guru ialah terjaganya sanad keilmuan tanpa adanya keraguan. Jika tidak ada guru, niscaya kita akan sulit menemukan jalan dan peluang untuk mengenal Tuhan. Utamanya adalah guru spiritual, bahkan dikatakan, jika Sayyidina Ali pernah berkata bahwa “Aku adalah budak bagi orang yang mengajariku walau hanya satu huruf” saking perhatiannya Sayyidina Ali pada sanad kelimuannya. Beliau digambarkan sampai mengikhlaskan diri untuk menjadi pelayan bagi orang yang memberinya pelajaran walau hanya satu huruf.
Namun di zaman ini, kebanyakan dari santri sering kehilangan jiwa santrinya yang ternyata luntur karena perkembangan zaman. Tuntutan zaman juga terkadang membentengi jiwa santri untuk kembali kepada keasliannya. Yang perlu diingat ialah selagi sanad keilmuan itu masih jelas dan guru ngaji kita adalah orang alim, maka tiada keraguan untuk mengikuti dan menimba ilmu kepadanya.
Yang perlu kita sadari adalah jika kita bertele-tele dan kurang konsisten dalam belajar, waktu tidak akan menunggu sampai kita siap dan mampu. Waktu akan terus berjalan tanpa harus menunggu kita mau dan mampu, sementara jiwa kita masih bermalas-malasan, waktu terus berjalan dan secara tidak langsung, umur kita bertambah tanpa adanya faedah.
Terlebih, yang terlalu menyakitkan adalah kenyataan bahwa kita semakin nakal dan kurang akan ilmu dan amal, sementara Allah semakin menuakan guru-guru kita, letak kesedihan berada pada “ketika Allah berkehendak menghilangkan ilmu, Allah tak serta merta menghilangkan ilmu tersebut, melainkan dengan cara menjemput para kekasihnya tak lain adalah para ahli ilmu” saat itulah, arah mata angin akan terasa tabu dan kurang pengarahan.
Sebagai santri, tak salah kiranya jika kita merencanakan atau menjadwalkan apa yang akan kita tempuh beberapa waktu ke depan. Jadilah santri yang memiliki semangat tinggi dalam mengejar himmah dan keinginan. Menjadi santri tak cukup dengan hanya memiliki ilmu saja, zaman akan membuat kita semakin sadar bahwa kehadiran ulama dan kiai esoknya akan menjadi trend yang amat dibutuhkan. Maka dari itu, kenapa kita mulai sekarang harus pakem dan menata segalanya dengan matang. Cita-cita kita akan tertunda hanya karena kemalasan yang terus dipupuk. Bangkit, tongkat estafet keilmuan akan terus bergulir dan pelan pelan akan sampai pada kita. Kita yang tadinya hanya menuntut ilmu dengan bertele-tele, pada akhirnya juga akan dimintai pendapat dan pandangan tentang kejadian yang esok akan dijadikan bahan pembahasan.
Syaikh atau ustadz atau guru merupakan jembatan yang nyata, pintu keilmuan yang nyata. Kebanyakan dari kita kurang menyukuri nikmat berupa dapat berjumpa dan menimba ilmu langsung pada ulama dan kiai. Sayangnya kita masih terbuai dengan kemalasan dan menunda kegiatan yang harus kita lakukan. Jika bukan mulai dari kita, lalu siapa lagi yang akan menopang kuatnya keadilan di dalam negeri. Jika tidak dimulai dari sekarang, sampai kapan kita tidak akan memulainya?
Seseorang yang memberi kita ilmu, sudah seharusnya kita mengabdikan diri padanya. Tak jarang, di beberapa pondok pesantren mengharuskan mengabdi walau hanya satu tahun, karena apa? Ilmu yang kita dapat bisa bermanfaat apabila kita amalkan dan kita tularkan, namun akan barokah jika kita berkhidmat kepada shohibul bait atau kiai dan keluarganya yang telah berjasa memberikan ilmu kepada kita.
Perlu kita garis bawahi bahwa guru merupakan catatan yang tidak boleh kita lupakan, guru juga jembatan penghubung paling akurat, guru juga penuntun menuju agama yang benar dan membahagiakan. Kita tidak akan bisa membalas jasa dan kebaikan guru dalam memberikan dedikasi keilmuannya kepada kita, menyalurkan nilai spiritual yang dapat menyambungkan doa kita langsung kepada Allah. Semoga Allah berikan kesehatan dan kelancaran pada guru-guru kita, amiin.
Ditulis oleh Rokhimatus Sholekhah