lensa indonesia
Sumber Foto : lensaindonesia.com

tebuireng.online- BEIRUT.  Perempuan Palestina di Lebanon yang menjadi pengungsi jangka panjang memahami masalah yang dihadapi oleh perempuan yang melarikan diri dari perang sipil Suriah. Mereka saling  berbagi kesulitan yang sama dan juga mengalami kekerasan dalam rumah tangga serta eksploitasi seksual.

Belasan perempuan pengungsi Palestina nampak putus asa hingga terlihat melampiaskan frustrasi mereka. Mereka mengatakan tinggal di pengasingan yang berupa kamp-kamp di tengah meningkatnya zona tidak aman dan bertahan hidup dengan kesulitan ekonomi yang cukup buruk, Tetapi ada juga korban di keluarga mereka yang hidup dengan meningkatnya kekerasan dalam rumah tangga. Belasan wanita tersebut mengatakan mereka mengalami pemukulan oleh tangan suami mereka sendiri.

Seperti yang dilansir dari VOANEWS.com Seorang ibu dari dua anak, Sameeha, mengatakan “tekanan yang tinggi memiliki efek pada kesehatan psikologis seluruh keluarga, baik pada orang tua maupun anak-anak”. Dia mengatakan hal ini layaknya bom waktu yang mampu meledak sewaktu-waktu. Seorang wanita mengakui bahwa dia mendapatkan kekerasan dari suaminya dan melampiaskannya kepada anak-anak.  Ada pula Zeinab, yang memiliki tiga orang anak, mengatakan suaminya mulai memukulinya dan anak-anak ketika ia merasa tertekan.

Lebih dari 400.000 pengungsi Palestina tinggal di Lebanon, setengah dari mereka tinggal di belasan kamp yang tersebar di seluruh negeri. Kini kehidupan kamp telah menjadi jauh lebih sulit sejak perang saudara meletus di negara tetangga, Suriah.

Selama perang saudara pra-Suriah populasi kamp yang awalnya berkisar 80.000 jiwa telah meningkat drastis dengan penambahan 20.000 jiwa bahkan lebih para pengungsi Suriah, dan sebagian besar etnis Palestina. Banyak perempuan Suriah kehilangan suaminya atau ada yang memilih untuk tetap di dalam Suriah.

Majalah TebuirengIklan Tebuireng Online

Seorang psikolog Lebanon, yang minta tidak disebutkan namanya, mengatakan ada insiden tinggi pelecehan seksual dan eksploitasi oleh kerabat laki-laki dan tetangga di antara pengungsi Suriah, yang sebagian besar tinggal perbatasan dalam kota Ain el-Hilweh.

Psikolog tersebut mengatakan ada seorang ibu yang datang kepadanya meminta untuk menemukan solusi agar menghentikan pelecehan terhadap putrinya, dikarenakan wanita yang lebih muda tidak tahu apa yang harus dilakukan dan takut mengungkapkan kepada kerabat lainnya pelecehan yang dialaminya.

Masalah kekerasan dalam rumah tangga dan seksual di antara komunitas pengungsi di Lebanon menjadi perhatian yang meningkat untuk LSM internasional dan lokal yang mencoba untuk mengembangkan strategi baru untuk membantu mengatasi hal-hal tersebut.(UL)