H. M. Romahurmuzy (Gus Romy), dalam seminar Bedah Pemikiran 3 Rektor Unhasy, Sabtu (17/03/2018) di Pesantren Tebuireng.

Tebuireng.online- “Saya bukan anak yang mewarisi langsung pemikiran-pemikiran Bapak Tholhah Mansur, saya hanya mewarisi peninggalan-peninggalan beliau, yaitu buku dan kitab-kitab,” pemaparan pembukaan yang disampaikan oleh H. M. Romahurmuzy (Gus Romy), dalam seminar Bedah Pemikiran 3 Rektor Unhasy, Sabtu (17/03/2018) di Pesantren Tebuireng.

Dalam acara seminar yang merupakan agenda dari Dies Natalis ke-51 Unhasy itu, Gus Romy menceritakan bahwa hampir setiap ruangan di rumahnya berserakan buku-buku. Saking banyaknya koleksi buku KH. Tolhah Mansur yang beragam, maka keluarganya berinisiatif untuk menjadikannya perpustakaan umum.

Selanjutnya Gus Romy memapakan tentang hasil tulisan dari Bapak Tholhah Hasan Rektor Unisma, tentang KH. Tholhah Mansur. Dalam sebuah buku ditulis dilembar sambutan bahwa Tholhah Mansur dalam biografi Pak Tholhah yang ditulis oleh PP IPNU, disebut sebagai intelektual kiai atau kiai intelektual yang intelektualnya para kiai atau kiainya para intelektual.

“Kenapa? Sebab Pak Tholhah mengalami pendidikan yang pada masa itu yang masih cukup langka di lingkungan NU, biasanya orang NU bersokalah di madrasah biasa atau pondok. Sama langkanya dengan Gus Sholah yang pada waktu itu memilih masuk di ITB dibanding dengan mondok. Sama dengan Pak Tholhah yang waktu itu memilih masuk UGM di Jogja sebagai sarjana Hukum dan doktor pertama dibidang tata negara di UGM dibandingkan dengan meneruskan di pondok pesantren,” papar Ketua Komisi IV DPR RI itu.

Pada masa mudanya, lanjut Gus Romy, KH. Tholhah Mansur memiliki riwayat pendidikan di pomdok pesantren namun sekolah umum. Seperti yang disampaikan oleh pak Miftah bahwa pada masa sekarang banyak para pemuda-pemudi dan intelektual NU yang mulai mengikuti dua segmen pendidikan ini, pendidikan pesantren sekaligus pendidikan umum.

Majalah TebuirengIklan Tebuireng Online

Kebiasaan sehari-hari menarik Pak Tholhah diantaranya adalah setelah shalat Subuh biasanya berzikir dan dilanjutkan oleh rutinitas lain pada 06.30 mengajar ngaji di musholla rumah. Sarapan, lalu pergi  mengajar ke IAIN untuk mengajar di fakultas syari’ah dan adab. Siang beliau mengetik pemikiran-pemikirannya sebab beliau adalah seorang kolumnis yang produktif dan pada sore hari mulai mengajar mengaji para mahasiswa baik mahasiswa dari UGM ataupun IKIP. Dan pada malam harinya mulai menekuni hobinya, yaitu membaca aneka buku. Mulai kisah tiongkok sampai pancak silat, ini menunjukkan bahwa bahan bacaan Pak Tholhah begitu beraneka dan variatif.

Selanjutnya, Gus Romy membahas tentang pengertian radikalisme. Radiks artinya adalah akal sedangkan radikalisme sendiri adalah upaya melakukan segala perubahan yang dimulai dari akal. Ada dua difinisi tokoh mengenai radikalisme yang dipaparkan oleh Gus Romy. Yaitu definisi radikalisme menurut KH. Hasyim Muzadi dan Yusuf Qardhawi yang dalam kacamata intelektual Islam, kedua ulama tersebut adalah bergaris Islam moderat.

Menurut KH. Hasyim Muzadi, radikalisme adalah radikal yang sudah menjadi ideologi dan madzhab pemikiran. Kalau hanya seporadis belum dikatakan radikalisme. Sedangkan jika sudah dijadikan madzhab pemikiran yang dipropagandakan baru dikatakan sebagai radikalisme. Sedangkan Syaikh Yusuf Qordhawi mengatakan bahwa radikalisme adalah fanatik terhadap suatu pendapat dan menganggap pendapat orang lain salah. Jadi, dia menuhankan pendapatnya.

“Banyak orang beragama tapi dia menuhankan pendapatnya bukan pendapat Tuhannya,”  tukasnya.

Ia menjelaskan bahwa banyak orang beragama tapi yang dituhankan adalah pendapatnya. Selain itu ia juga menjabarkan bahwa yang kedua, potensi radikalisme di Indonesia berdasarkan beberapa lembaga penelitian yang konsen dalam bidang ini. Wahid Institute pernah melakukan penelitian 7,7 persen tindakan radikal terjadi jika ada kesempatan. 0,4 persen pernah bertindak radikal.

Menurut penelitian dari AS yang disebut Pew research pada tahun 2015 berdasarkan sampel yang diteliti, (persentase)10 juta dari warga Indonesia berpaham radikal dari 260 juta. Kategori berpaham radikal di sini maksudnya adalah mau mengubah Indonesia menjadi negara Islam. Kemudian berdasarkan survey dari lembaga Indonesia yang disebut alvara research 23,5 persen dari mahasiswa yang disurvey mendukung terhadap berdirinya negara khilafah 16,8 persen menganggap bahwa pancasila bukan ideologi yang tepat.

“Ini adalah hal yang semakin hari harus semakin diwaspadai, sebab seperti yang telah disampaikan oleh Gus Sholah bahwa yang dikhawatirkan adalah pertikaian antar kelompok yang berbeda pemahaman, jika tidak mampu menjaga persatuan dan kesatuan dari berbagai perbedaan, hal ini dapat memantik terjadinya perang saudara,” lanjut cucu menteri Agama ketujuh RI itu.

Kemudian sikap-sikap radikalis yang paling lemah adalah dengan melakukan perlawanan dalam diam. Sedangkan yang kedua adalah melakukan kontra wacana yang mana dalam hal ini bisa dengan cara moderat dan bisa pula dengan cara yang ekstrem. Sedangkan yang ketiga adalah melakukan tindakan terorisme.

Sedangkan definisi radikalisme menurut KH. Tholhah Mansur adalah seluruh paham yang tidak mengakui Pancasila dan UUD sebagai dasar negara. Sebab menurut KH. Tholhah Mansur Pancasila dan pembukaan UUD adalah Piagam Jakarta, apabila tidak mengakuinya sebagai Piagam Jakarta berarti menghilangkan peran sejarah wakil-wakil umat Islam, baik dalam BPUPKI maupun PPKI. Dan berarti pula tidak mengakui peranan umat Islam dalam menyusun NKRI. Berarti juga melawan konklusi para ulama yang telah meninjau dari berbagai aspek.

“Apa yang tidak tercantum dalam Undang-undang Dasar akan tetapi juga tidak dilarang bukanlah berarti tidak ada perhatian para pembentuk Undang-undang Dasar terhadap hak-hak asasi itu. Pencantuman beberapa hak itu mungkin dianggap sebagai prioritas utama dari para penyusun sebagai hal yang pokok. Di samping itu perlu diperhatikan asas Pancasila kita. Yang jelas, berkat demokrasilah Negara kita bisa bertahan, dan berkat demokrasi pula kita kembali ke Negara kesatuan. Artinya, rakyat dengan seluruh jiwa dan keyakinannya mendukung Negara untuk tetap satu, ada dan merdeka,” jelasnya dengan mengutip ucapan KH. Tholhah Mansur dalam buku biografi beliau.

Dalam hal ini Gus Romy menyatakan bahwa sila-sila dalam pancasila merupakan sila yang kompatibel dengan nilai-nilai keislaman, serta menjadi Kalimatun Sawaa’ seperti disebutkan dalam Al Quran bahwa pancasila merupakan titik temu yang menyatukan seluruh perbedaan dan keberagaman yang terdapat di Indonesia.  Perbedaan demokrasi pancasila dengan demokrasi yang lain adalah bahwa nilai-nilai dalam demokrasi pancasila tidak berlawanan dengan  nilai-nilai ketuhanan.

Menyinggung mengenai penyebaran radikalisme di seluruh dunia salah satunya adalah dengan menggunakan media IT, dan Indonesia menempati  rating no.5 dalam penggunaan internet berdasarkan  Internet World Stat, per Desember 2017. Sedangkan konten paling dicari di dunia maya adalah entertainment, sosial issues, politic and government, sports, religion, science, dan tekhnologi.

“Propaganda radikalisme yang dilakukan di dunia maya dapat menimbulkan  berbagai dampak negatif diantaranya adalah mendiskreditkan ulama yang tidak sejalan dengan gagasan kelompok radikal, sikap saling mengkafirkan kepada kelompok lain, mengembangkan sikap permusuhan terhadap agama lain. Ajakan melawan pemerintah dan antek-anteknya yang dianggap zalim, Selalu menurunkan materi tentang ketertindasan umat Islam di dunia, merilis materi visual dan audio yang mengandung jargon radikalisme dan dishare kebanyak media, kampanye sikap permusuhan kepada negara-negara barat yang dianggap terus melukai dan membantai umat Islam,” terangnya dengan begitu jelas.

Menurut survey yang dilakukan oleh Wahid Fondation, Radikalisme berpotensi tumbuh dari kegiatan kerohanian Islam (Rohis). Berdasarkan survey yang dilakukan pada 1626 peserta perkemahan rohis yang diselenggarakan kemenag pada tanggal 2-6 Mei 2016 yang menyetujui berdirinya negara khilafah  terdapat 41%, Sangat Setuju Khilafah 37%, setuju berjihad masa mendatang 68%, dan siap jihad di wilayah konflik 60%.

Upaya-upaya deridikalisasi yang dapat dilakukan adalah bijak dengan setiap informasi yang diterima dengan cara mengklarifikasi setiap berita apakah benar atau salah. Sebagaimana firman Allah, “Wahai orang-orang yang beriman, jika datang seorang yang fasik kepadamu dengan  membawa berita, maka periksalah dengan  teliti.”

Selain itu, hal penting yang harus dilakukan adalah dengan membumikan Islam rahmatan lil’alamin dengan cara menjaga empat ukhuwah, yaitu ukhuwah Islamiyah, ukhuwah Insaniyah, ukhuwah wathaniyah dan ukhuwah ‘alamiyah. Selain itu juga mampu bersikap Tawassuth (Moderat), Ta’adul (Adil), Tasamuh (Toleran), dan Tawazun (Seimbang).

“Kesimpulan pertama yang dapat diambil dari berbagai pemaran di atas adalah radikalisme ditinjau dari pemikiran Tolchah Mansoer adalah suatu faham yang menentang Pancasila dan Undang-undang Dasar. Kedua, Tingginya pengguna internet di Indonesia mampu menambah potensi terpaparnya propaganda radikalisme yang disebarkan di dunia maya. Ketiga, Secara terus-menerus dibutuhkan penjelasan Pancasila yang kompatible dengan nilai-nilai Islam sebagai benteng propaganda radikalisme. Keempat, Upaya deradikalisasi, moderasasi, dan toleransi harus dipupuk di semua jenjang pendidikan,” pungkasnya.


Pewarta: Luluatul Mabruroh

Editor/Publisher: Rara Zarary