Tebuireng.online- KH Salahuddin Wahid atau Gus Sholah mengunjungi Pesantren Tazakka untuk bersilaturahmi dan belajar manajemen pengelolaan pesantren, khususnya dalam hal perwakafan. Gus Sholah tiba di Tazakka pada pukul 15.15 WIB, Rabu (17/07/19) didampingi Ibu Nyai Farida, KH Nasihin, dan sejumlah orang.
Kedatangan Gus Sholah disambut oleh Pengasuh Pesantren Tazakka, KH. Anang Rikza Masyhadi. Kedua kiai ini berbincang santai soal pengelolaan pesantren.
Kiai Anang bercerita tentang proses pendirian pesantren yang ia bangun di atas lahan wakaf dari ayahnya yang seorang petani. Yang menarik, 90% pengembangan pesantren ini berasal dari proses perwakafan.
“Pemerintah baru-baru ini saja bantu bangun rusunawa, sebelumnya ya 90% wakaf,” ungkapnya.
Kiai Anang mengaku mempelajari perwakafan selama belajar di Al Azhar Kairo Mesir. Ketika pulang kembali mempelajari soal wakaf, baru kemudian mendirikan pesantren yang sekarang dihuni 700 santri di lereng Gunung Batur, Pegunungan Dieng.
Menurutnya dengan konsep wakaf, seharusnya umat Islam Indonesia dapat sejahtera. “Peluang wakaf sangat banyak, cuma tidak mentenans. Yang paling memungkinkan ya pesantren karena jangka waktunya kontinu,” ungkapnya.
Selama ini, hubungan pesantren dengam pemerintah dan BUMN hanya sebatas soal meminta bantuan. Padahal konsep yang seharusnya dibawa adalah wakaf.
Gus Sholah menanggapi positif konsep ini. Tokoh NU itu menganggap bahwa perlu di pesantren-pesantren dikembangkan wakaf dengan berbagai variannya.
“Kalau gitu ya sudah, nanti insyaallah saya kirim orang untuk belajar ke sini lah untuk belajar pengelolaan wakaf,” dawuh cucu pendiri NU itu.
Bagi Gus Sholah hal ini sangat menarik dan membuka mainset orang soal wakaf yang tidak bisa berkembang. Di Tebuireng, Gus Sholah ingin mengembangkan aset wakaf yang banyak diberikan oleh dermawan.
“Untuk mengembangkan wakaf, lembaganya harus tertata, harus siap. Kalau tidak ditata dia meninggal loncat itu (keteteran),” jelas Gus Sholah.
Pewarta: Aros
Publisher: MSA