SOSOK BERCITA RASA TA’LIM AL-MUTA’LLIM
Siapa yang bisa membantah kalau Yai Ka’ memiliki kepribadian baik sebagai santri maupun kiai yang memantulkan begitu komplit sosok yang bercita rasa ajaran, nilai dan panduan yang tertuang dalam karya al-Zarnuji, Ta’lim al-Muta’allim. Alim dan rendah hati, terus belajar tak mengenal tapal batas waktu dan relasi dengan kalangan santri demikian dekat. Lebih mengesankan dan ini yang menantik kejaguman kami, penghormatan kepada yang beliau anggap guru.
Bahkan, tak cuma kepada guru beliau secara langsung, tak terkecuali penghormatan itu diberikan ke keturunannya. Foto di bawah ini mengukuhkan kesimpulan tadi, Yai Ka’ menundukkan dirinya sembari mencium tangan KH. Salahuddin Wahid. Sewaktu saya masih pesantren–kebentulan saya sekelas dengan Gus Riza, Dr. Lukman Hakim dan Dr. Abdul Munir Ilham–tak jarang berpapasan dengan Yai Ka’ saat saya “bersama geng”, termasuk Gus Riza. Hati ini dibuat teraduk aduk rasanya, menyaksikan Yai Ka’ sebegitu hormatnya kepada Gus Riza.
Padahal, saya dan teman teman tak jarang “gojloki” cucu hadlratusy syaikh dan putra KH. Yusuf Hasyim itu. Meski, harap maklum, saya dan teman teman sangat akrab dengan Gus Riza. Entah, saya bersalah dan terenyuh menyaksikan bagaimana Yai Ka’ mendemontrasikan ujaran al-Zarnuji dalam Ta’lim al-Muta’allim demikian sempurna. Memang Yai Ka’ tak menegur “kealpaan” saya dan teman teman, namun cukuplah teladan beliau menegur dan melempangkan syu’ al-adab santri santrinya.