TAK BEREBUT KETOKOHAN
Berkesempatan muthala’ah kitab dan mengajar, itulah tugas yang menjadi nomor satu bagi Yai Ka’. Itulah yang dharuriyah dan diletakkan sebagai sesuatu yang primer. Jika boleh mengibaratkan, kedua tugas itu adalah tak tergantikan oleh apapun, harta karun sekalipun. Menjalankan tugas dengan sebaiknya, itulah ekspresi syukur dan kenikmatan yang tiada tara.
Itulah sebabnya, Yai Ka’ istiqamah dan bergeming dengan rupa rupa godaan. Apalagi, sekedar bujuk rayu imbalan ekonomi. Padahal, kesempatan terbuka lebar. Semuanya tak ditolehnya dan ajakan menarik narik ke sana kemari ditampiknya. Jangan tanya, bagaimana bila iming-iming menggiurkan dari sudut sosial ekonomi itu jatuh ke alamat pribadi selain Yai Ka’, rasanya tak cuma dijawab anggukan kepala sekali saja justru berkali kali.
Yai Ka’, sudah cumlaude lulus ujian dari godaan antre dan berebut ini dan itu. Tersenyum saja kalau dikhabari ada pergantian struktural atau si A dan si B naik mangkat. Meski sekiranya diberi amanah, Yai Ka’ tak berhitung bergengsi atau tidak, menjadi pembina OSIS-pun diterimanya dengan senang hati. Kecemburuan sosial, politik dan ekonomi, tak lagi tersimpan di saku Yai Ka’.
Hiruk pikuk di lingkungannya berebut ketokohan dibiarkannya, bahkan tertarik turut berbincangpun tidak. Paling paling, bila ada yang memintai komentar, pendapatnya terjaga dan hemat kata. Ya, Yai khariq al-‘Adah, berdiri di luar mainstream sosial dan budaya. Makanya, kepulangan beliau akan terus menyertakan dan memantik rindu yang begitu dalam. (cholidy ibhar, alumni Tebuireng, dosen IAINU kebumen)