YAI KA’ DAN POLITIK

DI antara kepustakaan pribadi Yai Ka’ terselip kitab “Adab al-Dunya wa al-Din” dan “Ahkam al-Sulthaniyah”–nya al-Mawardi. Dua kitab rujukan teori politik kalangan pesantren dan NU. Ini berarti kedalaman keilmuanYai Ka’ menjangkau pula ke soal politik. Rajin membaca koran, seingat saya beliau menyukai media yang cenderung ke pendulum”opposan”, medianya tokoh nasional BM Diah, MERDEKA. Tak heran bila sentilan politik muncul saat Yai Ka’ menarasikan kitab kuning. Apalagi, ketika berceramah di luar pesantren, muncul pula warna orasi politiknya. Jelas, Yai Ka’ mengapresiasi lingkungan dan mengkritisinya. Walau ada yang menarik disertakan di sini, tak jarang beliau di “Kawah Condrodinuko”-nya meminta pendapat santri santri tentang suatu hal, terutama keadaan politik. Di era saya nyantri, media seperti Pelita dan Merdeka terpampang di depan komplek i al-Azhar. Belum lagi di perpustakaan Wahid Hasyim, selain beberapa koran, juga ada majalah. Lewat bacaan itulah dan kritisisme yang begitu terbatas–plus informasi politik dari KH Yusuf Hasyim yang rutin disampaikan kepada santri Tebuireng– menjadi bahan andalan ketika dimintai Yai Ka’ berkomentar tentang keadaan. Tentu, analisis ala “santri grup bal bal-an”. Sebagai catatan yang patut dikedepankan, bagamana Yai Ka’ mendidik santrinya mengkritisi lingkungannya. Tak jarang, mungkin ini karena dinilai reasoning kami jelas dan nalar politik kami masuk akal, Yai Ka’ mengamini dengan anggukan siranya. Ternyata, mendidik santri model Yai Ka’, saya temui juga pada diri KH Abdurrahman Chudhori allahumna yarham. Sering memanggil orang orang muda dimintai pandangannya mengenai rupa rupa hal. Kembali ke Yai Ka’, andai saja beliau tak istiqamah di dunianya. Tergoda “hub al-jaah wal al-riyasah” dan membuatnya terpelanting, rasanya banyak partai politik yang berminat menariknya. Pastilah Yai Ka’ sangat memahami, politik seperti yang dikumandangkan Laswell “who get what when and how”. Politik itu habitat yang becek, berlumpur dan tak sedikit yang dibuatnya tergelincir. Prakteknya, tak mudah mewujudkan konsep politik al-Mawardi, “istishlah al-‘ammah” 

 

Majalah TebuirengIklan Tebuireng Online