Proses nyate daging qurban oleh para santri Pondok Putri Pesantren Tebuireng, Ahad (11/8/19) di halaman pondok. (Foto: Nailia)

Tebuireng.online— Suasana Idul Adha terus terasa hingga malam ini, gema takbir yang terus menerus didengungkan di masjid-masjid dan musala menambah ketenteraman umat muslim, termasuk diantaranya santriwati Pondok Putri Pesantren Tebuireng.

Usai menjalankan salat Idul Adha tadi pagi, Ahad (11/8/19) di masjid Ulil Albab, seluruh santri melanjutkan kegiatan dengan nyate bersama.

Setiap tahunnya, Pondok Putri Pesantren Tebuireng selalu mendapatkan jatah distribusi daging dari kepanitiaan Qurban yg berpusat di Pondok Putra Pesantren Tebuireng.

Adapun jumlah yang didapatkan bermacam-macam, sesuai dengan kapasitas kamar masing-masing. Ada yang mendapat 3 kg, ada yang mendapat 5 kg.

Para santriwati menyambut kegiatan ini dengan sangat antusias, hal ini dapat dilihat dari semangat mereka untuk menyiapkan perabotan yang akan mereka gunakan untuk mengeksekusi daging-daging yang disediakan panitia. Seperti membeli pisau, temenan, bahkan alat bakar sate.

Majalah TebuirengIklan Tebuireng Online

Meskipun sebenarnya pengurus pondok putri telah menyiapkan alat-alat memasak sate, seperti tusuk, alat panggang, kecap, bumbu, dan lainnya, namun masih banyak para santriwati yang pergi berbelanja kebutuhan pelengkap lainnya.

Selain sebagai momen bahagia, tradisi nyate merupakan momen belajar dan membangun kebersamaan bagi para santri. Sebab saat memasak sate, tak peduli siapapun, setiap anak ikut terlibat dan belajar bagaimana cara membuat sate dan bersabar dalam menyelesaikannya.

Di samping itu, hal ini menjadi momen kebersamaan, para santri berusaha memasak sendiri, bekerjasama dengan yang lain, bercanda tawa lalu ditutup makan bersama.

Hal ini senada dengan yang diungkapkan salah satu santriwati pondok putri yg bernama Friska asal Mojokerto, “seneng bisa nyate, soalnya di pondok dulu gak kaya gini, selain itu juga jadi membangun kebersamaan,” tutur santriwati yang kini duduk di bangku kelas 1 MASS Tebuireng.

Meski dimulai secara bersama pada pukul 08.00 WIB, para santriwati tidak menyelesaikan proses memasaknya bersamaan, sebab disesuaikan dengan jumlah anak perkamar. Meskipun memasak hingga sore hari, namun wajah keceriaan tetap terpancar di wajah para santriwati.

Pewarta: Nailia Maghfiroh

Publisher: RZ