Tebuireng.online— Ilmu Falak menjadi referensi utama muslim di Indonesia dan di seluruh dunia dalam menentukan arah kiblat, menentukan jadwal shalat, dan menentukan awal bulan termasuk awal bulan Syawal atau Idul Fitri. Kendati terus berkembang, namun Ilmu Falak masih menjadi ilmu yang belum akrab di mata publik, bahkan dianggap sebagai ilmu yang rumit dan sukar dipelajari.
Untuk itu, Yayasan Pendidikan dan Pesantren Rohmah Seblak Kwaron Diwek Jombang mengadakan acara “Mudzakarah Falakiyah Nasional dan Diskusi Nasional Ilmu Falak” pada Kamis (07/09/2017) di Pesantren Salafiyah Seblak.
Seminar yang bekerjasama dengan Garuda Indonesia dan didukung oleh Triputra Group dengan patner media Metro TV dan BBSTV ini menyelenggarakan tiga panel diskusi. Diskusi panel pertama mengenai perkembangan Ilmu Falak dan pemanfaatannya untuk kebaikan umat manusia” dengan pembicara Direktur Pendidikan Diniyah dan Pondok Pesantren Kementerian Agama RI, DR. Ahmad Zayadi, Alumni Pesantren Salafiyah Seblak dan pendiri Observatorium Imah No’ong, Bandung, Hendro Setyanto, Msc., dan Prof. DR. Moedji Raharto, Kepala Observatorium Bosscha Bandung.
Diskusi panel kedua, mengenai Observatorium dan Ilmu Falak dinarasumberi oleh Dr. Ahmad Izzuddin pakar ilmu falak dari UIN Walisongo Semarang dan Dr. Arwin Juli Rakhmadi Butar-Butar, Kepala Observatorium Ilmu Falak (OIF) Universitas Muhammadiyah Sumetera Utara.
Sementara itu, diskusi panel ketiga difokuskan pada pembahasan mengenai manfaat ilmu falak bagi kehidupan manusia. Dalam panel terakhir ini, DR. Mahasena Putra, M.Sc., pakar astronomi ITB dan Kepala Observatorium Bosscha, Bandung dan DR. Bambang Setiahadi, dari Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (Lapan), ditunjuk menjadi narasumber.
Dr. Ahmad Zayadi menjelaskan, kedepannya terkait dengan revitalisasi tugas negara dengan merekoknisi, memfasilitasi, dan membuat regulasi bersama-sama dengan komunitas pesantren. “Tiga hal tersebut jika dilakukan bersama maka akan meningkatkan nilai pesantren dan akan mendapatkan momentumnya,” kata mantan Kepala Subdirektorat Pendidikan Diniyah dan Mahad Aly Direktorat PD Pontren Dirjen Pendis Kemenag RI itu.
Menurut Prof. DR. Moedji Raharto, ada beberapa hal yang harus diketahui dalam ilmu falak dan astronomi, yakni pemahaman tentang cahaya beserta manfaatnya dan pembelajaran sains. Baginya, sains bukan realitas, namun merupakan usaha untuk mendeskripsikan realitas.
Prof. Dr. KH. Tholchah Hasan, yang juga hadir turut memberikan komentar terkait ilmu falak. Beliau menganggap, ilmu falak di Indonesia termasuk belum dinamik dan cenderung stagnan. “Ilmu Falak sekarang hampir mati, karena sampai sekarang di Indonesia belum mendapatkan nobel penghargaan. Akan tetapi ilmu astronomi sudah mendapatkan nobel penghargaan,” ungkap Menteri Agama RiI era Presiden KH. Abdurrahman Wahid atau Gus Dur itu.
Peserta seminar yang berjumlah sekitar 150 orang datang dari berbagai daerah, seperti Mataram, Jakarta, Surabaya, dan beberapa daerah lain. Mereka adalah perwakilan dari Direktorat PD Pontren Kemenag RI, pewakilan lembaga penelitian atau observatorium ilmu falak, pondok pesantren dengan kajian Ilmu falak, perguruan tinggi dengan jurusan/prodi ilmu falak/astronomi, beberapa ilmuwan falak, santri, mahasiswa, siswa, awak media massa.
Pewarta: Anita Nur Laili Mahbubah
Editor/Publisher: M. Abror Rosyidin