Judul Buku

Cara Asyik Menjadi Penulis Beken

Penulis

Aguk Irawan MN

Penerbit

Majalah TebuirengIklan Tebuireng Online

Arti Bumi Intaran

Tebal

Xii + 176 hal,

Tahun

1, April 2008

Resensor

Ittaqi Hayatin Nufus*

“Siapapun kamu, dari manapun asalmu, lahir dalam dan dari lingkungan keluarga apapun dirimu, berapa banyak uang saku yang ada di kantong celanamu, cantik, tampan, seksi atau bukan? Semua itu tidak penting untuk dibicarakan, ketika kamu bermaksud menjadi seorang penulis. Dunia kepenulisan adalah dunia terbuka, diantara berbagai macam dunia yang ada. Prosfesi menjadi seorang penulis memiliki syarat yang berbeda dari profesi-profesi yang ada.” Aguk Irawan MN

Seorang penulis harus mempunyai kemauan penuh dan percaya diri. Inilah yang membedakan penulis dengan profesi lainnya. Penulis juga dituntut untuk bersikap profesional dan aktif dalam merekam sejarah. Dari itulah seorang penulis akan belajar berdialog dengan kehidupan. Tidak lupa, kepercayaan diri juga merupakan landasan awal untuk menjadi penulis beken.“penulis yang berhasil adalah penulis yang selalu berpikir bahwa ia adalah seorang pemula yang butuh terus belajar dan mengembangkan diri. sikap yang tentu sulit untuk dilakukan. Kita kerap mudah berpuas diri. Alhasil meski kita telah bertahun-tahun menekuni dunia tulis-menulis, tetap saja kita tidak berkembang” (hlm 9).

Jerih payah seorang penulis yang berupa tulisan, baik dihasilkan oleh penulis pemula maupun senior, menjadi suatu kebanggaan jika karya tersebut dimuat oleh suatu media, baik secara online maupun cetak. Buku: Cara Asyik Menjadi Penulis Beken, cukup menarik untuk dibaca. Sebab didalamnya diungkapkan atau dipelajari bagaimana cara menulis puisi, artikel, opini, esai, cerpen dan resensi yang baik. Bahasa yang digunakan cukup sederhana, sehingga mudah dimengerti bagi setiap pembacanya.

Aguk Irawan MN menjelaskan bagaimana cara singkat tulisan kita dimuat media. Salah satu cara yang ditawarkan adalah dengan mengirim karya ke lingkup media lokal. Sebab jika langsung masuk ke media nasional, persaingannya sangat ketat dan memungkinkan penulis pemula kurang mempunyai peluang agar karyanya dimuat. Kenapa mengirim ke media lokal? Selain untuk ajang pengenalan diri dengan redaksi kalaupun toh persaingan pun juga tidak begitu ketat.

Ukuran kertas, panjang tulisan dan gaya kepenulisan termasuk isi tulisan ternyata juga menjadi faktor utama dimuat tidaknya tulisan itu. Setiap media mempunyai visi dan misi yang berbeda, dan inilah yang harus dipahami penulis ketika ia hendak mengirimkan karyanya ke suatu media. Paling tidak, seseorang harus tiga kali membaca media itu untuk mengetahui karakternya. Pengamatan yang dilakukan akan memudahkan penulis untuk membuat karya yang sesuai dengan karakter, visi dan misi media tersebut. Pada akhirnya, hal ini akan berpengaruh pada besar kecilnya kesempatan karya akan dimuat.

“Tempat itu seperti lagu atau irama, dapat membangkitkan minatmu untuk menulis, dan suatu saat temapat itu akan menjadi kenangan tentang apa yang kamu tulis saat kamu ada disana. Oleh karena itu, usahakan kamu memiliki meja khusus di perpustakaan, atau di sudut rumah, misalkan diteras rumah atau di taman. Bisa saja di kedai kopi atau di bawah pohon di temapat yang membuatmu merasa nyaman, sehingga akan terdorong untuk menuliskan sesuatu” (hlm 21).

Kapan dan dimana pun kamu harus menulis. Ini akan menjadi landasan awal untuk memupuk semangat dan keproduktivitasan diri dalam berkarya. Sebab jika seorang penulis itu mempunyai mental lemah, suka menyerah dan tidak suka bekerja keras, ia akan susah berkembang. Dalam artian, selain kreativitas, dibutuhkan kesabaran untuk selalu mengedit dan memperbaiki hasil tulisan. Hal ini selaras dengan apa yang dikatakan Lukman Mahbubi: menulis itu gampang. Tetapi menulis yang ber-ruh itu yang sulit. Artinya, kalau hanya sekedar menulis itu mudah, tetapi menulis yang memiliki ruh itu yang sulit. Sebagaimana karya-karya penyair senior, D. Zawawi Imron, Khairil Anwar dan Ws. Rendra. Walau mereka menulisnya di zaman dahulu tetapi tulisan mereka masih layak untuk di konsumsi pada saat ini.

Dunia tulis-menulis tidak akan pernah lepas dengan yang namanya dunia buku atau perpustakaan. “ Seperti ungkapan ‘kamu adalah apa yang kamu baca!’, sebab menulis tidak lain adalah membaca. Tidak ada kepenulisan yang dialakukan tanpa adanya membaca. Membaca disini tidak saja berupa teks, tapi juga berupa apa yang ada diluar teks itu, misal yang ada di sekeliling itu sendiri” (hlm 137). Bagaimana pun juga, buku yang menarik untuk dibaca ini tak luput dari kesalahan. Sebagai penulis pemula, seseorang membutuhkan  bahasa yang lugas dan terinci. Dengan begitu, siapapun akan lebih mudah untuk memahami jika contoh penulisannya juga disertakan.

Buku  ini layak untuk dijadikan salah pegangan bagi penulis pemula. Salah satu kelebihannya yakni membagikan proses kreatif ratusan bahkan ribuan penulis top dunia yang berbeda generasi, latar belakang dan segala permasalahannya.

*Mahasiswi UNHASY dan aktif di komunitas penulis muda Tebuireng, Sanggar Kepoedang