Oleh : Seto Galih P*
Sebagai seorang muslim, patutlah kita menjaga keseimbangan antara urusan dunia dan akhirat. Urusan dunia yang meliputi semua hal yang berkaitan dengan dunia. Fitrah manusia yang tidak bisa hidup sendiri atau disebut dengan makhluk sosial. Hal itu membuat seseorang untuk menjalin hubungan dengan yang lainnya.
Banyak cara untuk menjalin hubungan agar baik seperti saling menghormati, berkasih sayang, berpengertian dan saling menghargai. Hal tersebut dibutuhkan menghadapi keragaman yang ada di muka bumi ini. Apalagi di Indonesia yang terdiri dari berbagai macam suku, bahasa, dan agama.
Selain itu, yang harus diperhatikan yakni urusan akhirat. Di samping memenuhi urusan dunia, urusan akhirat juga harus dipenuhi agar keseimbangan terjadi. Urusan akhirat yakni hubungan manusia dengan penciptanya. Islam sebagai agama yang sempurna mengajarkan dua hal untuk diterapkan setiap muslim yaitu iman dan takwa. Iman yaitu meyakini di hati, mengucapkan dengan lisan dan melaksanakan dengan perbuatan. Sedangkan takwa yakni menjalankan yang diperintah Allah Swt. dan menjauhi larangannya. Semua itu tercakup dalam kalimat, “Hablun min Allah wa hablun min al-nas.” Kalimat ini mengandung dua makna yaitu hubungan vertikal dan hubungan horizontal.
Hubungan vertikal atau kata lain dari hubungan ke atas yakni hablun min Allah berarti hubungan kepada Allah Swt. Dalam ilmu fikih dikatakan dengan mahdhah yaitu perkara yang sudah ditetapkan, berkaitan dengan syariat. Di sini ada tiga tangga seorang muslim yaitu iman, Islam, dan ihsan. Iman yakni meyakini atau mengakui dalam rukun iman. Ketika sudah beriman, dia menjadi Islam yang berujuk pada rukun Islam. Kemudian dengan takwa menjadi ihsan yakni merasa diawasi oleh Allah Swt.
Hubungan horizontal atau hubungan ke samping yakni hablun min al-nas, hubungan kepada manusia. Dalam ilmu fikih dikatakan dengan ghairu mahdhah yaitu perkara yang tidak ditetapkan, berkaitan dengan mu’amalah. Hubungan kepada sesama manusia yang diwujudkan melalui laku sosial. Tentu dengan cara laku sosial yang baik, agar terwujud hubungan yang kondusif.
Salah satunya, dengan cara saling menghargai. Menghargai kepada sesama makhluk dan menghargai adanya perbedaan dan keragaman. Indonesia terdiri dari beragam ras, agama, suku, dan bahasa. Maka dari itu, dicetuskan semboyan Bhinneka Tunggal Ika, berbeda-beda tetap satu jua. Salah satu yang menyebabkan satu jua yaitu sikap menghargai.
Slogan “Cinta Tanah Air” atau hubbul wathan min al-iman itu asli fatwa dan jargon dari Hadratussyaikh KH Hasyim Asy’Ari pendiri NU KH.Hasyim Asy’ari. Yang artinya cinta tanah air sebagian dari iman. Dalam konteks ini, Hadratussyaikh ingin memberi fatwa untuk bersikap menghargai kepada kemajemukan yang ada di Indonesia.
Jadi, kita harus menyeimbangkan antara urusan akhirat (vertikal) dan urusan dunia (horizontal) seperti keterangan di atas. Sudah jelas, kita sebagai manusia dan juga khalifah di muka bumi ini, sebagaimana firman Allah dalam surah Al-Baqorah ayat 30, “Wa idz qâla rabbuka li al-malâikati innî jâ’ilun fi al-ardhi khalîfah.” Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat: “Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi.”
Kita harus menjalankan hubungan vertikal kepada sang Pencipta dan menjalankan hubungan horizontal kepada sesama yakni dengan meyakini dan menghargai hal yang sudah dijelaskan di atas. Wallahu a’lam.
*Santri Putra Pesantren Tebuireng dan Madrasah Aliyah Salafiyah Syafi’iyyah