KH. Makinuddin Jumhari, Pengasuh Pondok Pesantren Darul Qowaid, Tawar Grogol, Diwek Jombang.

Oleh: KH. Makinuddin Jumhari*

Hadirin yang dimuliakan Allah SWT
Pada kesempatan yang penuh barokah ini, kita berada di masjid Tebuireng dipenuhi oleh para generasi-generasi yang kelak akan menjadi penerus Hadhratussyaikh KH. Hasyim Asyari, yang akan membawa Al Quran dan As Sunnah di tengah-tengah masyarakat yang kedua sumber itu akan diaplikasikan, dituangkan, di dalam kehidupan sehari-hari sehingga nilai-nilai Quran dan Hadist ini tidak perlu dimunculkan dengan bentuk-bentuk yang kelihatannya Islam, akan tetapi dibentuk dengan perilaku-perilaku yang Islami, oleh karena itulah kesempatan yang baik ini yang merupakan kewajiban bagi kita dalam satu minggu untuk mengikuti acara khutbah Jumat sekaligus shalat Jumat. Allah SWT berfirman, yang sebenarnya firman ini menggugah kepada kita, menggugah santri, menggugah kepada orang yang punya santri, tapi ingat diawal ayat sudah dijelaskan:


يُسَبِّحُ لَهُۥ مَا فِى ٱلسَّمَٰوَٰتِ وَٱلْأَرْضِ ۖ وَهُوَ ٱلْعَزِيزُ ٱلْحَكِيمُ

Artinya apa? bahwa segala sesuatu ini selalu bertasbih kepada Allah SWT, artinya kita harus merasa malu, jika benda-benda apa yang ada di sekitar kita, ada pepohonan, ada mangga, dan ada lain sebagainya semuanya akan bertasbih kepada Allah SWT, jika kemudian kita sebagai makhluk Allah SWT yang sempurna tidak bertasbih, tidak bersujud, tidak berdoa yakni tidak shalat, hubungan kita dengan Allah SWT, maka kita sangatlah rendah dihadapan Allah SWT, oleh karena itu Allah sebagai Dzat yang Maha Suci, Dzat yang Maha Bijaksana, Dzat yang Maha Perkasa, Allah SWT mengutus seorang Rasul, walladzi baasa fil ummiyyina”.

Mengutus seorang Rasul, artinya apa? Bahwa suatu masyarakat tanpa pemimpin maka tidak akan beres, wajarlah jika demikian di dalam fikih ketatanegaraan dikatakan bahwa memilih pemimpin hukumnya adalah wajib, dengan demikian kita harus berpikir pemimpin apakah yang kelak menjadi pegangan kita, pemimpin apa saja baik negara maupun masyarakat, maka semua itu adalah sebagai Rasul, sebagai utusan, artinya apa, bahwa dimasyarakat banyak kiai, banyak tokoh-tokoh masyarakat, yang semua itu adalah sebagai Nabi, sebagai Rasul, ingatlah bahwa pada masa Bani Israil dikatakan, ulamau ummatika anbiyai bani israil kata Nabi, ulamaku sebagai mana Nabinya Bani Israil, wajarlah dimana satu waktu ada dua Nabi, ada Nabi Musa ada Nabi Harun, karna kedudukan Nabi zaman dahulu sama dengan kiai, dengan tokoh-tokoh agama dimasyarakat yang tersebar ditanah air ini, oleh karena itulah maka apa tugas dari seorang Rasul? walladzi baasa fil ummiyyina yang jelas seorang Rasul, seorang guru adalah mau mencerdaskan, orang-orang yang ummi, artinya apa? kalau kita dapat mencetak santri, murid yang tadinya tidak bisa menjadi bisa berarti sukses, tapi kalau kemudian muridnya sudah pinter, kita mencetak menjadi pinter, biasa-biasa saja, oleh karena itu walladzi baasa fil ummiyyina Rasula yatlu alaihim membacakan kepada mereka ayat-ayat-Nya, ingatlah bahwa ayat-ayat Allah SWT, ada ayat yang berupa Quran, ada juga ayat yang berupa tanda-tanda yakni alam, semua itu harus dibacakan.

Majalah TebuirengIklan Tebuireng Online

Seorang guru harus membacakan ayat-ayat Al Quran, seorang guru jika kemudian menyampaikan sesuatu, dibaca dulu, inilah yang merupakan tugas seorang guru, agar muridnya menjadi baik, jika kemudian kita berangkat dari guru yang baik, insyaAllah generasi-generasi kita ini akan baik, ingatlah orang yang pertama kali belajar Al Quran itu tidak tau makharijul huruf, akan tetapi apabila gurunya, ustadznya paham akan makharijul huruf, maka sebelum tahu atau mempelajari kitab jazariyahI dia sudah mengerti bacaan Quran, karena itu kalau orang menempatkan, pengajar-pengajar Quran diberi tempat yang tertinggi, baik segi fasilitas maupun lain sebagainya, itu merupakan sesuatu yang wajar, suatu pondok, suatu lembaga yang namanya lembaga Islam, jika Qurannya lemah, maka tidak mencerminkan nilai keislaman.

Orang bisa baca kitab, dimasyarakat tidak ada orang tanya bisa baca kitab, yang tanya adalah Al Quran, kepentingan-kepentingan Al Quran dalam masyarakat selalu dibutuhkan, ada orang mati, ada orang tingkepan, ada orang hajatan, semua itu yang dibaca adalah Al Quran bukan yang dibaca kitab Fathul Muin maka untuk itulah, untuk menjadi orang yang bisa membaca kitab, adalah harus bisa membaca Al Quran. Oleh karena itulah metode yang digunakan oleh pada kiai zaman dahulu, didalam mengajar Al Quran sampai sekarang masih efektif, artinya apa? Bahwa guru membaca kemudian muridnya menirukan, teori-teori yang berlaku atau kaidah-kaidah yang berlaku di pondok pesantren. “Al-muhafadhotu ala qadimi shalih, wal ahlu bijadidil aslah harus kita pegangi, banyak santri bila tidak percaya silahkan lakukan penelitian, kadang-kadang kita ini tidak mau mengikuti model lama.

Padahal pengajian model lama yang diasuh oleh para kiai, yang ngerti nahwu, ngerti balaghoh, ngerti mantiq dan lain sebagainya, kadang-kadang dicemoohkan oleh kita, buktikanlah! Kalau kita mengikuti kiai, awal Quran disebutkan bismillahirrahmanirrahim coba kita koreksi, apakah bismillahirrahmanirrahim itu kalimat yang sempurna? Maka jawaban kita tidak sempurna, kalau begitu Allah tidak sempurna, tetapi tidak demikian, Allah Maha Sempurna, Maha mengetahui, yang tidak mengetahui adalah kita sebagai pembaca, Al-Quran yang diciptakan oleh Allah, maka apa yang dikehendaki oleh Allah itulah yang tahu, maka karena itulah kita melakukan penafsiran, maka dari itulah wajarlah bila demikian yatluna ada orang menyamakan tilawah dengan qiroah, namun ada pula ulama yang membedakan antara tilawah dan qiroah, Ibnu Faris didalam Mujam membedakan, begitu pula Ar-Raghib Al-Asyani didalam Mujam Mufrodat.

Tilawah itu adalah bacaan yang berorientasi pada action, pada pemgamalan, oleh karena itu kalau seorang guru membaca, tirulah apalagi quran, quran itu ada bacaannya bukan ijtihadiyah akan tetapi bacaannya tergantung pada guru, guru, guru, sampai kepada Nabi Muhammad SAW, oleh karena itulah wajar di pondok-pondok tahfidzil quran maka perlu dicari sanad, walaupun kita sebagai santri di pondok pesantren kurang memperhatikan sanad, seakan-akan sanad itu adalah kuno, pendapat itulah tidak baik, sementara qiroah adalah bacaan yang orientasinya pada pemahaman, interpretasi, pemahaman, understanding, oleh karena itu kalau sehari-hari kita lihat, baca apa? Tilawatil Quran sehingga membaca Quran ngerti atau tidak, tidak dipermasalahkan, tapi kalau sudah qiroatil kitab maka harus ngerti isi yang terkandung di dalamnya karena bukan tilawatil kitab tapi qiroatil kitab. Oleh karena itulah maka kita sebagai orang yang hidup di tengah-tengah Pesantren Tebuireng ini untuk betul-betul yatluna membacakan, kalau mau dikembangkan tidak hanya sekadar membaca kitab, membacakan aturan-aturan, asas-asas yang ada di Tebuireng itu seperti apa? Sehingga kitab-kitab yang ditulis oleh Hadhratussyaikh, kita pahami betul, jangan kemudian Hadhratussyaikh pendiri Nahdhatul Ulama, membuat Qanun Asasi, membuat aturan-aturan dalam bermadzhab, di dalam fikih, mengikuti salah satu empat madzhab, di dalam akhlak, di dalam tasawuf, di dalam akidah ada aturannya, sangatlah tidak etis jika santri Tebuireng, guru Tebuireng tidak mengerti terhadap kitab-kitab yang ditulis oleh Hadhratussyaikh.

InsyaAllah jika mereka membaca dengan tekun, pola pemikiran-pemikiran Hadhratussyaikh maka kelak kita sebagai pengganti Hadhratussyaikh, mudah-mudahan seperti itu, amin ya robbal alamin, oleh karena itulah disamping kita membaca, wayuzakkihim wa yuallimuhumul kitab tazkiyah membersihkan diri, akhlakul karimah, membersihkan diri dibidang tauhid, membersihkan dibidang etika dan itulah tugas yang harus ada pada diri para santri, kemudian wa yuallimuhumul kitab mengajarkan alkitab kuunu rabbaniyyiina bima kuntum tuallimunal kitaba, wa bima kuntum tadrusun kalau kita merasa orang yang bertanggung jawab, mengelola suatu pendidikan, jangan cuma ngatur, akan tetapi juga harus merasakan kuunu rabbaniyyiina bima kuntum tuallimunal kitab harus mengajarkan, mengajarkan apa? Ya sebisanya, kalau bisanya nahwu, ajarkan, kalau bisanya matematika ajarkan, bisanya sosiologi, ajarkan, semua ilmu itu akan mendukung terhadap pemahaman-pemahaman Al Quran.

Jika kita mengajarkan Al Quran, maka mengarah pertama ma fil quran nafsih apa yang ada dalam diri Quran itu sendiri sementara yang kedua, ma khaulal quran termasuk ilmu matematik, sosiologi, antropologi, semua itu adalah ilmu pembantu untuk memahami Al Quran, oleh karena itulah marilah kita sama-sama, jangan cuma kita sekadar ngatur orang lain untuk mengajar, tapi kita tidak mau mengajar, rasakanlah seperti apa orang yang mengajar di sekolah, rasakanlah pahitnya orang yang memberikan pelajaran, mengaji kadang-kadang hujan diempet dan lain sebagainya, jika kita sudah pernah merasakan sebagai pengajar, kita akan menghormati terhadap orang-orang yang mengajar.

Dengan demikian mengajar adalah sesuatu yang terbaik, untuk menjadi rabbaniyyina bima kuntum tadrusun harus juga nderes, harus mengkaji, harus membuat makalah, untuk itu diperlukan di pondok, di mana-mana, perpustakaan yang komplit, jangan kemudian kita menyuruh muridnya untuk baik, akan tetapi perpustakaannya sejak dulu sampai sekarang masih tetap, perlu ada pembaharuan, mudah-mudahan semua itu membawakan kepada kita dalam rangka menghadap Allah SWT, dengan khusnul khatimah, amin ya robbal alamin.

*Pengasuh Pondok Pesantren Darul Qowaid, Tawar Grogol, Diwek Jombang.