Sering sekali dalam adat Jawa mendengar ucapan orang tua mengatakan “pamali” terkait hal yang dilakukan anak cucu yang bertentangan dengan kepercayaannya. Dan ketika ditanya apa alasan dibalik itu, mereka tidak mengatakan dan hanya menyebutnya pamali maksudnya tidak usah ditanya lagi alasannya.
Pamali merupakan teguran orang tua lewat tutur kata yang berkembang menjadi perbuatan. Dalam adat Jawa, anak-anak sejak kecil sudah diajarkan kesopanan, tutur kata dan tingkah laku untuk nantinya dijadikan bekal dalam bermasyarakat. Sebuah warisan budaya Nusantara yang begitu kental dan mengandung banyak moral yang diwariskan para leluhur yang bersinergi dengan ajaran agama.
Pamali berkaitan dengan kegiatan sehari-hari dan alam sekitar. Dalam masyarakat tradisional, pamali berhubungan dengan beberapa hal yang memiliki sederet tujuan salah satunya untuk mematuhi norma dan menjaga perilaku kepada sesama untuk menciptakan hubungan sosial yang harmonis dan tenteram.
Berikut Ini 6 Pamali dengan Maknanya yang Sering Kita Dengar dari Sesepuh:
- Makan sambil berdiri
Larangan makan sambil berdiri, menurut mitologi Jawa mereka akan memarahi anaknya yang melakukan hal tersebut karena dianggap pamali dengan alasan nanti seperti kuda atau nasinya lari ke lutut, sebenarnya seperti alasan yang tidak nyambung. Tapi sudahlah, jika dilihat secara medis, memang makan sambil berdiri dapat mengganggu sistem pencernaan sehingga menyebabkan penyakit bersarang di tubuh. Dalam Islam pun juga Nabi memberikan contoh eksklusif dalam hadits bahwa hendaklah makan dengan duduk.
- Makan di depan pintu
Jika orang Jawa dibilang cerewet, terlalu banyak mitos. Ya memang kenyataannya seperti itu. Makan di depan pintu termasuk salah satu pamali buat orang Jawa. Sungguh orang tua akan memarahi anak cucunya dan kerabat yang makan di depan pintu, terlebih lagi anak perempuan. Menurut kepercayaan mereka, makna dari tidak boleh makan di depan pintu akan menyebabkan sulit mendapatkan jodoh, padahal kita manusia hanyalah wayang yang siap melakoni peran. Padahal secara logis, makna sebenarnya makan di depan pintu adalah suatu tindakan yang saru dalam artian tidak baik karena mengganggu waktu orang yang lewat.
- Makan bersuara
Cara makan setiap orang berbeda-beda, ada yang di telan langsung, dikunyah pelan-pelan dan ada juga yang bersuara. Dalam hal ini, orang Jawa akan menegur siapa pun yang makannya dengan bersuara. Karena secara tata krama memang tidak baik, tidak sopan dapat mengganggu sekitarnya dan tidak nyaman di dengar.
- Makan tidak dihabiskan
“Hayo, dihabiskan makanannya! Nanti ayamnya mati”. Ucap orang tua jika makanan yang dimakan anaknya tidak habis. Sebuah ajaran lewat tutur kata agar makanan yang dimakan selalu dihabiskan, supaya tidak sia-sia membuangnya atau mubazir. Islam pun juga mengajarkan agar tidak membuang makanan karena menyia-nyiakan makanan adalah perbuatan yang tidak disenangi oleh Rasul.
- Makan sambil tiduran
Tak hanya dalam suku Jawa, dalam medis dan agama juga melarang makan sambil tiduran. Karena makan sambil tiduran menurut pakar kesehatan dapat mengganggu sistem pencernaan yang menyebabkan tidak lancar dan menimbulkan penyakit. Selain itu, juga menyebabkan tersedak karena makanan yang di makan kesulitan untuk turun karena posisi kita yang tidak fleksibel.
- Menyapu berhenti
Terkhusus anak perawan yang sedang bersih-bersih, apalagi menyapu dilarang untuk berhenti sebelum sampai tujuannya. Kenapa? Pamali, katanya kalau berhenti di tengah jalan, takut jodohnya jika melamar berhenti di tengah jalan. Tapi jika dianalogikan, memang jika menyapu berhenti di tengah jalan maka kotorannya semakin melebar ke mana-mana dan tidak cepat selesai. Sebuah ajaran tata krama agar kegiatan bersih-bersih tidak ditunda dan disegerakan.
Mengenai benar atau tidaknya pamali di atas, semua itu tergantung dengan percaya tidaknya hati seseorang. Jika mempercayainya pastilah terjadi, jika tidak percaya maka tidak akan terjadi. Semua yang diajarkan tersebut tidak serta merta melenceng dari ajaran agama, tapi sebuah warisan budaya leluhur yang mengandung banyak nilai moral untuk diterapkan dalam kehidupan.
Secara keseluruhan, pamali adalah bagian integral dari budaya Indonesia yang sarat dengan nilai-nilai moral dan sosial. Meskipun menghadapi tantangan di era modern, pamali tetap relevan dalam menjaga harmoni masyarakat dan lingkungan. Dengan upaya bersama, kita dapat melestarikan pamali sebagai warisan budaya yang berharga untuk generasi mendatang.
Penulis: Fitriatul Hasanah